Permata dalam Hati Kita
Setiap musibah ternyata selalu memberikan hikmah tersendiri. Ledakan bom di hotel JW Marriot adalah salah satu contohnya. Banyak eksekutif yang merasa was-was untuk pergi makan siang, apalagi berperilaku ''macam-macam'' pada jam makan siang. Tidak sedikit pula yang kembali menekuni agama. Seorang eksekutif mengirimkan e-mail berjudul ''Betapa Dekatnya Kita dengan Maut.'' Ia bercerita mengenai suaminya yang luput dari tragedi itu. Ia pun berpesan kepada teman-temannya untuk benar-benar menghargai waktu yang ada dan hidup rukun dengan orang-orang yang kita sayangi. ''Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir perjalanan hidup kita,'' ujarnya.Seorang sekretaris yang luput dari kejadian itu juga mengirimkan e-mail bernada serupa. Siang itu ia bersama 29 sekretaris dari berbagai perusahaan memenuhi undangan pihak hotel untuk makan siang di Kafe Syailendra. Namun, makan siang tersebut tertunda karena anggota rombongan masih ingin melihat beberapa area hotel. Di saat itulah bom meledak. Kafe Syailendra hancur. Pada saat-saat kritis itulah di tengah reruntuhan kaca, bau mesiu, lumuran darah, suara sirene dan histeris dari semua orang ia benar-benar merasakan kehadiran Tuhan. Mengingat kematian memang merupakan cara paling efektif untuk menjadi sadar dan terbangun. Inilah satu-satunya hal yang paling pasti di dunia ini. Kematian juga tidak ada kaitannya dengan usia, kesehatan, dan jenis pekerjaan. Karena itu, siapapun Anda, Anda begitu dekat dengan kematian!Sayang, kesadaran seperti ini seringkali hilang seiring dengan berjalannya waktu. Kita mulai melupakannya, tenggelam dalam rutinitas, dan kembali ''tertidur'' sampai sebuah musibah lain datang kembali ''membangunkan'' kita.Persoalannya, kenapa kita sering berada dalam keadaan ''tertidur?'' Kita sering tertidur karena kita tidak berusaha menyelami diri kita sendiri. Kita tidak terbiasa berkaca, melihat ke dalam diri, dan melakukan refleksi. Kita ''bangun'' hanya karena terkejut, kemudian kita pun ''tertidur'' kembali. Memang, selama Anda tidak dapat menyelami diri sendiri, rutinitas dan keseharian Anda akan segera menutup celah untuk meniti ke dalam diri. Dan, peristiwa-peristiwa yang mengagetkan tadi akan segera terlupakan.Untuk melakukan perjalanan ke dalam, kita memang harus meluangkan waktu untuk merenung dan mengambil jarak dari kesibukan kita. Lihatlah diri Anda sendiri, dan tanyakan tiga pertanyaan penting: ''Siapakah aku?,'' ''Mengapa aku ada di sini?,'' dan ''Kemana aku akan pergi?'' Dengan menjawabnya Anda akan menemukan makna hidup ini. Dan, begitu menemukannya, Anda akan merasa tenang dan lapang. Anda dapat melihat dunia dengan kacamata yang berbeda. Dan yang pasti, Anda kini sudah benar-benar hidup!Manusia memang telah diciptakan dengan sempurna. Buktinya, semua perlengkapan yang kita perlukan untuk hidup bahagia sudah ada dalam diri kita sendiri. Bahkan, semua jawaban terhadap persoalan apapun sudah tersedia di sana. Kekayaan batin yang kita miliki luar biasa banyaknya. Sayang, banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Mereka sibuk mengumpulkan benda, uang, jabatan. Mereka menyangka akan lebih bahagia bila memiliki lebih banyak harta. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Mereka selalu merasa kurang. Bahkan, semakin menumpuk kekayaan, semakin mereka ingin lebih dan lebih lagi. Orang seperti ini sesungguhnya adalah orang yang miskin. Orang ''kaya'' yang sebenarnya adalah mereka yang membutuhkan paling sedikit. Mereka sudah cukup puas karena telah menemukan kekayaan berlimpah di dalam diri mereka sendiri. Mereka benar-benar sadar bahwa permata yang asli terdapat di dalam jiwa kita sendiri.Semua kekayaan yang kita butuhkan untuk hidup bahagia sudah tersedia di dalam diri kita. Kalaupun kita masih membutuhkan hal-hal di luar itu, jumlahnya tidak banyak. Kalau Anda memiliki sandang, pangan, dan papan saja, itu sudah cukup! Bukannya saya hendak menghibur Anda, apalagi diri saya sendiri. Saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa yang Anda miliki itu sudah cukup. Sangat cukup untuk hidup bahagia. Ini bukan berarti kita tidak boleh mengumpulkan harta. Silakan teruskan usaha dan bisnis Anda. Mengumpulkan harta untuk dapat berbagi dengan orang lain adalah tindakan mulia. Tapi, jangan pernah lupa akan kekayaan yang tidak ternilai dalam jiwa Anda sendiri. Jarang ada orang yang kaya secara fisik dan masih memelihara ketentraman batin.Biasanya kesibukan dengan dunia luar membuat kita lupa pada dunia dalam. Banyak orang kaya yang sebenarnya sangat menderita. Orang-orang ini sering berpura-pura bahagia di depan kamera televisi. Padahal, mereka selalu resah dan dibayangi ketakutan sepanjang hidupnya.Kekayaan fisik sering membuat kita terputus dari sumber kebahagiaan yang sejati. Kita kehilangan akses dengan jiwa kita beserta kekayaan yang terpendam di dalamnya. Padahal, kekayaan ini tidak terbatas dan dapat Anda akses kapanpun Anda mau. Di dalam jiwa inilah bersemayam sumber segala kebahagiaan. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kamis, 16 Agustus 2007
Permata dalam Hati Kita
Setiap musibah ternyata selalu memberikan hikmah tersendiri. Ledakan bom di hotel JW Marriot adalah salah satu contohnya. Banyak eksekutif yang merasa was-was untuk pergi makan siang, apalagi berperilaku ''macam-macam'' pada jam makan siang. Tidak sedikit pula yang kembali menekuni agama. Seorang eksekutif mengirimkan e-mail berjudul ''Betapa Dekatnya Kita dengan Maut.'' Ia bercerita mengenai suaminya yang luput dari tragedi itu. Ia pun berpesan kepada teman-temannya untuk benar-benar menghargai waktu yang ada dan hidup rukun dengan orang-orang yang kita sayangi. ''Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir perjalanan hidup kita,'' ujarnya.Seorang sekretaris yang luput dari kejadian itu juga mengirimkan e-mail bernada serupa. Siang itu ia bersama 29 sekretaris dari berbagai perusahaan memenuhi undangan pihak hotel untuk makan siang di Kafe Syailendra. Namun, makan siang tersebut tertunda karena anggota rombongan masih ingin melihat beberapa area hotel. Di saat itulah bom meledak. Kafe Syailendra hancur. Pada saat-saat kritis itulah di tengah reruntuhan kaca, bau mesiu, lumuran darah, suara sirene dan histeris dari semua orang ia benar-benar merasakan kehadiran Tuhan. Mengingat kematian memang merupakan cara paling efektif untuk menjadi sadar dan terbangun. Inilah satu-satunya hal yang paling pasti di dunia ini. Kematian juga tidak ada kaitannya dengan usia, kesehatan, dan jenis pekerjaan. Karena itu, siapapun Anda, Anda begitu dekat dengan kematian!Sayang, kesadaran seperti ini seringkali hilang seiring dengan berjalannya waktu. Kita mulai melupakannya, tenggelam dalam rutinitas, dan kembali ''tertidur'' sampai sebuah musibah lain datang kembali ''membangunkan'' kita.Persoalannya, kenapa kita sering berada dalam keadaan ''tertidur?'' Kita sering tertidur karena kita tidak berusaha menyelami diri kita sendiri. Kita tidak terbiasa berkaca, melihat ke dalam diri, dan melakukan refleksi. Kita ''bangun'' hanya karena terkejut, kemudian kita pun ''tertidur'' kembali. Memang, selama Anda tidak dapat menyelami diri sendiri, rutinitas dan keseharian Anda akan segera menutup celah untuk meniti ke dalam diri. Dan, peristiwa-peristiwa yang mengagetkan tadi akan segera terlupakan.Untuk melakukan perjalanan ke dalam, kita memang harus meluangkan waktu untuk merenung dan mengambil jarak dari kesibukan kita. Lihatlah diri Anda sendiri, dan tanyakan tiga pertanyaan penting: ''Siapakah aku?,'' ''Mengapa aku ada di sini?,'' dan ''Kemana aku akan pergi?'' Dengan menjawabnya Anda akan menemukan makna hidup ini. Dan, begitu menemukannya, Anda akan merasa tenang dan lapang. Anda dapat melihat dunia dengan kacamata yang berbeda. Dan yang pasti, Anda kini sudah benar-benar hidup!Manusia memang telah diciptakan dengan sempurna. Buktinya, semua perlengkapan yang kita perlukan untuk hidup bahagia sudah ada dalam diri kita sendiri. Bahkan, semua jawaban terhadap persoalan apapun sudah tersedia di sana. Kekayaan batin yang kita miliki luar biasa banyaknya. Sayang, banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Mereka sibuk mengumpulkan benda, uang, jabatan. Mereka menyangka akan lebih bahagia bila memiliki lebih banyak harta. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Mereka selalu merasa kurang. Bahkan, semakin menumpuk kekayaan, semakin mereka ingin lebih dan lebih lagi. Orang seperti ini sesungguhnya adalah orang yang miskin. Orang ''kaya'' yang sebenarnya adalah mereka yang membutuhkan paling sedikit. Mereka sudah cukup puas karena telah menemukan kekayaan berlimpah di dalam diri mereka sendiri. Mereka benar-benar sadar bahwa permata yang asli terdapat di dalam jiwa kita sendiri.Semua kekayaan yang kita butuhkan untuk hidup bahagia sudah tersedia di dalam diri kita. Kalaupun kita masih membutuhkan hal-hal di luar itu, jumlahnya tidak banyak. Kalau Anda memiliki sandang, pangan, dan papan saja, itu sudah cukup! Bukannya saya hendak menghibur Anda, apalagi diri saya sendiri. Saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa yang Anda miliki itu sudah cukup. Sangat cukup untuk hidup bahagia. Ini bukan berarti kita tidak boleh mengumpulkan harta. Silakan teruskan usaha dan bisnis Anda. Mengumpulkan harta untuk dapat berbagi dengan orang lain adalah tindakan mulia. Tapi, jangan pernah lupa akan kekayaan yang tidak ternilai dalam jiwa Anda sendiri. Jarang ada orang yang kaya secara fisik dan masih memelihara ketentraman batin.Biasanya kesibukan dengan dunia luar membuat kita lupa pada dunia dalam. Banyak orang kaya yang sebenarnya sangat menderita. Orang-orang ini sering berpura-pura bahagia di depan kamera televisi. Padahal, mereka selalu resah dan dibayangi ketakutan sepanjang hidupnya.Kekayaan fisik sering membuat kita terputus dari sumber kebahagiaan yang sejati. Kita kehilangan akses dengan jiwa kita beserta kekayaan yang terpendam di dalamnya. Padahal, kekayaan ini tidak terbatas dan dapat Anda akses kapanpun Anda mau. Di dalam jiwa inilah bersemayam sumber segala kebahagiaan. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Setiap musibah ternyata selalu memberikan hikmah tersendiri. Ledakan bom di hotel JW Marriot adalah salah satu contohnya. Banyak eksekutif yang merasa was-was untuk pergi makan siang, apalagi berperilaku ''macam-macam'' pada jam makan siang. Tidak sedikit pula yang kembali menekuni agama. Seorang eksekutif mengirimkan e-mail berjudul ''Betapa Dekatnya Kita dengan Maut.'' Ia bercerita mengenai suaminya yang luput dari tragedi itu. Ia pun berpesan kepada teman-temannya untuk benar-benar menghargai waktu yang ada dan hidup rukun dengan orang-orang yang kita sayangi. ''Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir perjalanan hidup kita,'' ujarnya.Seorang sekretaris yang luput dari kejadian itu juga mengirimkan e-mail bernada serupa. Siang itu ia bersama 29 sekretaris dari berbagai perusahaan memenuhi undangan pihak hotel untuk makan siang di Kafe Syailendra. Namun, makan siang tersebut tertunda karena anggota rombongan masih ingin melihat beberapa area hotel. Di saat itulah bom meledak. Kafe Syailendra hancur. Pada saat-saat kritis itulah di tengah reruntuhan kaca, bau mesiu, lumuran darah, suara sirene dan histeris dari semua orang ia benar-benar merasakan kehadiran Tuhan. Mengingat kematian memang merupakan cara paling efektif untuk menjadi sadar dan terbangun. Inilah satu-satunya hal yang paling pasti di dunia ini. Kematian juga tidak ada kaitannya dengan usia, kesehatan, dan jenis pekerjaan. Karena itu, siapapun Anda, Anda begitu dekat dengan kematian!Sayang, kesadaran seperti ini seringkali hilang seiring dengan berjalannya waktu. Kita mulai melupakannya, tenggelam dalam rutinitas, dan kembali ''tertidur'' sampai sebuah musibah lain datang kembali ''membangunkan'' kita.Persoalannya, kenapa kita sering berada dalam keadaan ''tertidur?'' Kita sering tertidur karena kita tidak berusaha menyelami diri kita sendiri. Kita tidak terbiasa berkaca, melihat ke dalam diri, dan melakukan refleksi. Kita ''bangun'' hanya karena terkejut, kemudian kita pun ''tertidur'' kembali. Memang, selama Anda tidak dapat menyelami diri sendiri, rutinitas dan keseharian Anda akan segera menutup celah untuk meniti ke dalam diri. Dan, peristiwa-peristiwa yang mengagetkan tadi akan segera terlupakan.Untuk melakukan perjalanan ke dalam, kita memang harus meluangkan waktu untuk merenung dan mengambil jarak dari kesibukan kita. Lihatlah diri Anda sendiri, dan tanyakan tiga pertanyaan penting: ''Siapakah aku?,'' ''Mengapa aku ada di sini?,'' dan ''Kemana aku akan pergi?'' Dengan menjawabnya Anda akan menemukan makna hidup ini. Dan, begitu menemukannya, Anda akan merasa tenang dan lapang. Anda dapat melihat dunia dengan kacamata yang berbeda. Dan yang pasti, Anda kini sudah benar-benar hidup!Manusia memang telah diciptakan dengan sempurna. Buktinya, semua perlengkapan yang kita perlukan untuk hidup bahagia sudah ada dalam diri kita sendiri. Bahkan, semua jawaban terhadap persoalan apapun sudah tersedia di sana. Kekayaan batin yang kita miliki luar biasa banyaknya. Sayang, banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Mereka sibuk mengumpulkan benda, uang, jabatan. Mereka menyangka akan lebih bahagia bila memiliki lebih banyak harta. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Mereka selalu merasa kurang. Bahkan, semakin menumpuk kekayaan, semakin mereka ingin lebih dan lebih lagi. Orang seperti ini sesungguhnya adalah orang yang miskin. Orang ''kaya'' yang sebenarnya adalah mereka yang membutuhkan paling sedikit. Mereka sudah cukup puas karena telah menemukan kekayaan berlimpah di dalam diri mereka sendiri. Mereka benar-benar sadar bahwa permata yang asli terdapat di dalam jiwa kita sendiri.Semua kekayaan yang kita butuhkan untuk hidup bahagia sudah tersedia di dalam diri kita. Kalaupun kita masih membutuhkan hal-hal di luar itu, jumlahnya tidak banyak. Kalau Anda memiliki sandang, pangan, dan papan saja, itu sudah cukup! Bukannya saya hendak menghibur Anda, apalagi diri saya sendiri. Saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa yang Anda miliki itu sudah cukup. Sangat cukup untuk hidup bahagia. Ini bukan berarti kita tidak boleh mengumpulkan harta. Silakan teruskan usaha dan bisnis Anda. Mengumpulkan harta untuk dapat berbagi dengan orang lain adalah tindakan mulia. Tapi, jangan pernah lupa akan kekayaan yang tidak ternilai dalam jiwa Anda sendiri. Jarang ada orang yang kaya secara fisik dan masih memelihara ketentraman batin.Biasanya kesibukan dengan dunia luar membuat kita lupa pada dunia dalam. Banyak orang kaya yang sebenarnya sangat menderita. Orang-orang ini sering berpura-pura bahagia di depan kamera televisi. Padahal, mereka selalu resah dan dibayangi ketakutan sepanjang hidupnya.Kekayaan fisik sering membuat kita terputus dari sumber kebahagiaan yang sejati. Kita kehilangan akses dengan jiwa kita beserta kekayaan yang terpendam di dalamnya. Padahal, kekayaan ini tidak terbatas dan dapat Anda akses kapanpun Anda mau. Di dalam jiwa inilah bersemayam sumber segala kebahagiaan. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Pestanya Sudah Selesai
Sudah lama saya merenungkan mengapa Bangsa Indonesia yang dikenal taat beragama ini sekaligus juga dikenal sebagai bangsa yang terkorup di dunia. Ada beberapa alasan yang sering saya kemukakan di banyak kesempatan, antara lain pada pemahaman agama yang salah. Agama sering dipahami sebagai semata-mata urusan ibadah kepada Tuhan. Agama juga dianggap lebih berkaitan dengan sesuatu di masa depan (akhirat), bukannya di masa kini. Selain itu agama juga sering dipahami sebagai sebuah kewajiban, bukannya sebagai sebuah kebutuhan, cara hidup, dan cara berpikir.
Namun, saat menikmati liburan Idul Fitri minggu yang lalu, saya menemukan sebuah perenungan yang menarik. Menurut saya, salah satu kelemahan utama bangsa kita adalah karena kita sering kali gagal menangkap makna dari apa pun yang kita lakukan.
Padahal kemampuan menangkap makna ini amatlah penting. Victor Frankl dalam bukunya Man's Search for Meaning mengatakan bahwa hanya dengan menemukan makna lah seseorang mampu menghadapi apa pun yang ia alami dalam hidup. Kemampuan menemukan makna inilah yang disebut oleh Danah Zohar dan Ian Marshal sebagai kecerdasan spiritual (SQ) seseorang.
Tanpa kemampuan menemukan makna, segala tindakan kita hanya lah akan menjadi sesuatu yang teknis, ritual, dan administratif. Banyak orang yang shalat, mengaji, dan berpuasa tapi tak memahami maknanya. Semua dilakukan secara otomatis, tanpa pemikiran, apalagi kesadaran. Kebiasaan membuat kita merasa tak nyaman kalau belum melakukannya. Kita baru merasa nyaman setelah shalat karena kewajiban kita sudah tertunaikan. Kita sebenarnya tak jauh berbeda dengan robot.
Ambilah kasus Lebaran sebagai contoh. Bagaimana kita memaknai Lebaran? Di Indonesia Lebaran ini bisa dianalogikan sebagai sebuah 'pesta'. Kita merasa bebas dari 'ujian berat' selama sebulan penuh. Kita saling mengunjungi dan 'memohon maaf' kepada setiap orang yang kita jumpai. Kita juga merayakan 'kemenangan' kita dengan 'kekalahan', antara lain dengan makan terlalu banyak. Maka tak heran kalau pada masa Lebaran banyak dokter yang kelimpahan pasien dengan keluhan sakit perut, diare, maupun sembelit.
Pemaknaan seperti ini amat bermasalah. Puasa adalah pelatihan bukan ujian. Bahkan, setelah mengikuti banyak program pelatihan di berbagai penjuru dunia, saya berani mengatakan bahwa puasa ini lah pelatihan yang paling efektif dan paling komprehensif.
Dengan puasa kita melatih kekuatan pikiran untuk melampaui kekuatan fisik. Dengan puasa kita melakukan mind management untuk selalu menyaring 'makanan' yang masuk ke dalam pikiran. Dengan puasa kita mampu mengalahkan musuh terbesar yaitu diri kita sendiri. Puasa juga merupakan satu-satunya sarana paling efektif untuk melatih integritas dan kejujuran. Masih banyak lagi makna puasa yang tak bisa dijelaskan secara rinci di sini.
Sekali lagi, kata kunci puasa adalah pelatihan, bukannya ujian. Ini berkaitan dengan sikap mental. Bayangkan kalau kita menghadapi ujian. Apa yang akan kita lakukan setelah selesai ujian? Bersenang-senang bukan. Apakah kita masih perlu mempelajari bahan yang diujikan tadi? Tentu saja tidak. Maka tak aneh, selama puasa masih dianggap sebagai ujian, selama itu pula perilaku kita tidak berubah. Kita hanya 'baik' di bulan puasa. Selebihnya adalah business as usual.
Ini berbeda dengan pelatihan. Sebuah pelatihan adalah investasi. Puasa adalah investasi karena merupakan 'modal' untuk hidup 11 bulan ke depan. Sebuah pagelaran seni membutuhkan latihan yang sungguh-sungguh. Lantas, darimana kita menilai kesuksesan pagelaran seni tersebut? Tentu saja dari pementasannya, bukan dari latihannya. Puasa juga baru bisa dikatakan berhasil dari 'pementasan' kita setelah kita selesai berpuasa.
Tradisi bersilaturahmi juga merupakan hal yang baik dan sangat dianjurkan agama. Tapi, memaknai Idul Fitri dengan hal ini adalah salah kaprah. Begitu juga dengan ungkapan khas kita, 'Mohon maaf lahir dan batin' yang sering kali lebih bersifat basa-basi dan terlontar begitu saja dari mulut kita secara otomatis. Ini tentu saja jauh dari makna memaafkan yang sebenarnya. Begitu pula dengan tradisi mudik Lebaran. Tradisi ini sering hanya bermakna silaturahmi dan kegembiraan. Padahal, mudik memiliki makna yang amat dalam. Mudik sebenarnya mencerminkan kerinduan manusia yang luar biasa pada asal muasalnya, pada tanah kelahirannya. Dan, karena asal muasal kita yang hakiki adalah Tuhan, maka mudik ini sebenarnya hanya lah sebuah bentuk kecil dari kerinduan kita yang luar biasa kepada Tuhan. Dan pada gilirannya nanti, kita pun akan melakukan 'mudik' yang abadi ke hadirat Ilahi.
Jadi, di sini lah letak masalahnya. Selama kita tidak memiliki kemampuan untuk menemukan makna yang benar dari apa yang kita lakukan, selama itu pula pertumbuhan dan perkembangan kita sebagai manusia paripurna akan terus mengalami hambatan.
Sudah lama saya merenungkan mengapa Bangsa Indonesia yang dikenal taat beragama ini sekaligus juga dikenal sebagai bangsa yang terkorup di dunia. Ada beberapa alasan yang sering saya kemukakan di banyak kesempatan, antara lain pada pemahaman agama yang salah. Agama sering dipahami sebagai semata-mata urusan ibadah kepada Tuhan. Agama juga dianggap lebih berkaitan dengan sesuatu di masa depan (akhirat), bukannya di masa kini. Selain itu agama juga sering dipahami sebagai sebuah kewajiban, bukannya sebagai sebuah kebutuhan, cara hidup, dan cara berpikir.
Namun, saat menikmati liburan Idul Fitri minggu yang lalu, saya menemukan sebuah perenungan yang menarik. Menurut saya, salah satu kelemahan utama bangsa kita adalah karena kita sering kali gagal menangkap makna dari apa pun yang kita lakukan.
Padahal kemampuan menangkap makna ini amatlah penting. Victor Frankl dalam bukunya Man's Search for Meaning mengatakan bahwa hanya dengan menemukan makna lah seseorang mampu menghadapi apa pun yang ia alami dalam hidup. Kemampuan menemukan makna inilah yang disebut oleh Danah Zohar dan Ian Marshal sebagai kecerdasan spiritual (SQ) seseorang.
Tanpa kemampuan menemukan makna, segala tindakan kita hanya lah akan menjadi sesuatu yang teknis, ritual, dan administratif. Banyak orang yang shalat, mengaji, dan berpuasa tapi tak memahami maknanya. Semua dilakukan secara otomatis, tanpa pemikiran, apalagi kesadaran. Kebiasaan membuat kita merasa tak nyaman kalau belum melakukannya. Kita baru merasa nyaman setelah shalat karena kewajiban kita sudah tertunaikan. Kita sebenarnya tak jauh berbeda dengan robot.
Ambilah kasus Lebaran sebagai contoh. Bagaimana kita memaknai Lebaran? Di Indonesia Lebaran ini bisa dianalogikan sebagai sebuah 'pesta'. Kita merasa bebas dari 'ujian berat' selama sebulan penuh. Kita saling mengunjungi dan 'memohon maaf' kepada setiap orang yang kita jumpai. Kita juga merayakan 'kemenangan' kita dengan 'kekalahan', antara lain dengan makan terlalu banyak. Maka tak heran kalau pada masa Lebaran banyak dokter yang kelimpahan pasien dengan keluhan sakit perut, diare, maupun sembelit.
Pemaknaan seperti ini amat bermasalah. Puasa adalah pelatihan bukan ujian. Bahkan, setelah mengikuti banyak program pelatihan di berbagai penjuru dunia, saya berani mengatakan bahwa puasa ini lah pelatihan yang paling efektif dan paling komprehensif.
Dengan puasa kita melatih kekuatan pikiran untuk melampaui kekuatan fisik. Dengan puasa kita melakukan mind management untuk selalu menyaring 'makanan' yang masuk ke dalam pikiran. Dengan puasa kita mampu mengalahkan musuh terbesar yaitu diri kita sendiri. Puasa juga merupakan satu-satunya sarana paling efektif untuk melatih integritas dan kejujuran. Masih banyak lagi makna puasa yang tak bisa dijelaskan secara rinci di sini.
Sekali lagi, kata kunci puasa adalah pelatihan, bukannya ujian. Ini berkaitan dengan sikap mental. Bayangkan kalau kita menghadapi ujian. Apa yang akan kita lakukan setelah selesai ujian? Bersenang-senang bukan. Apakah kita masih perlu mempelajari bahan yang diujikan tadi? Tentu saja tidak. Maka tak aneh, selama puasa masih dianggap sebagai ujian, selama itu pula perilaku kita tidak berubah. Kita hanya 'baik' di bulan puasa. Selebihnya adalah business as usual.
Ini berbeda dengan pelatihan. Sebuah pelatihan adalah investasi. Puasa adalah investasi karena merupakan 'modal' untuk hidup 11 bulan ke depan. Sebuah pagelaran seni membutuhkan latihan yang sungguh-sungguh. Lantas, darimana kita menilai kesuksesan pagelaran seni tersebut? Tentu saja dari pementasannya, bukan dari latihannya. Puasa juga baru bisa dikatakan berhasil dari 'pementasan' kita setelah kita selesai berpuasa.
Tradisi bersilaturahmi juga merupakan hal yang baik dan sangat dianjurkan agama. Tapi, memaknai Idul Fitri dengan hal ini adalah salah kaprah. Begitu juga dengan ungkapan khas kita, 'Mohon maaf lahir dan batin' yang sering kali lebih bersifat basa-basi dan terlontar begitu saja dari mulut kita secara otomatis. Ini tentu saja jauh dari makna memaafkan yang sebenarnya. Begitu pula dengan tradisi mudik Lebaran. Tradisi ini sering hanya bermakna silaturahmi dan kegembiraan. Padahal, mudik memiliki makna yang amat dalam. Mudik sebenarnya mencerminkan kerinduan manusia yang luar biasa pada asal muasalnya, pada tanah kelahirannya. Dan, karena asal muasal kita yang hakiki adalah Tuhan, maka mudik ini sebenarnya hanya lah sebuah bentuk kecil dari kerinduan kita yang luar biasa kepada Tuhan. Dan pada gilirannya nanti, kita pun akan melakukan 'mudik' yang abadi ke hadirat Ilahi.
Jadi, di sini lah letak masalahnya. Selama kita tidak memiliki kemampuan untuk menemukan makna yang benar dari apa yang kita lakukan, selama itu pula pertumbuhan dan perkembangan kita sebagai manusia paripurna akan terus mengalami hambatan.
Puasa Tingkat Ketiga
Cobalah Anda amati perasaan, perilaku, dan kebiasaan Anda sehari-hari. Tahukah Anda apa yang mengatur semua itu? Kalau Anda merenungkannya dengan cermat, Anda akan menemukan bahwa keseluruhan program mengenai diri kita berada di dalam kepala Anda. Inilah yang disebut pikiran.Pikiranlah yang mengatur perasaan, tindakan, kebiasaan, dan akhirnya nasib kita. Pikiranlah yang menentukan apakah kita senang atau susah, sedih atau bahagia, serta sehat atau sakit. Semua yang kita rasakan sumbernya adalah pikiran. Karena itu untuk melakukan perubahan menyeluruh terhadap kehidupan kita, satu-satunya hal yang harus diubah adalah pikiran. Namun seperti halnya komputer, pikiran kita juga sering terserang virus-virus berbahaya yang merusak.Salah satu sarana untuk membersihkan pikiran kita dari virus-virus tersebut adalah berpuasa. Karena itu makna puasa yang sesungguhnya adalah mengendalikan pikiran Anda. Inilah yang saya sebut ''Puasa Tingkat Ketiga.'' Adapun puasa tingkat pertama adalah puasa secara fisik. Ini hanya menjaga apa yang masuk ke dalam mulut Anda. Puasa tingkat kedua adalah puasa secara sosial/emosional. Ini berkaitan dengan perilaku kita kepada orang lain, terutama menjaga apa yang keluar dari mulut (ucapan kita).Apa yang masuk ke dalam mulut amat perlu kita jaga, karena inilah sumber penyakit. Kita menjaga agar tak makan makanan yang beracun, yang tak higienis, maupun yang berkolesterol tinggi. Namun sayangnya, kita sering mengabaikan ''makanan-makanan'' yang masuk ke dalam kepala kita. ''Makanan-makanan'' itu sebenarnya tak kalah beracunnya, sangat berbahaya dan mengandung virus yang mematikan. Hakikat puasa tingkat ketiga adalah menjaga pikiran dari virus-virus yang berbahaya. Ini adalah puasa secara mental, yang merupakan prasyarat puasa tingkat empat, yang intinya adalah merasakan kedekatan Tuhan. Inilah tingkatan puasa yang tertinggi yaitu secara spiritual.Untuk mengubah diri kita, paling tidak kita harus mencapai puasa tingkat ketiga ini. Caranya adalah dengan memilih secara sadar ''makanan-makanan'' apa yang boleh dikonsumsi pikiran kita. Kita harus sangat berhati-hati karena banyak sekali hal di sekitar kita yang dapat menjadi virus yang berbahaya. Coba perhatikan, berapa lama Anda menonton televisi setiap hari? Jangan lupa, banyak acara-acara TV sekarang ini berisikan virus-virus yang sangat berbahaya: telenovela, sinetron, film dan acara gosip para selebritis kita yang ada di hampir seluruh stasiun TV. Temanya berkisar pada hal-hal yang itu-itu saja: perkelahian antarartis, perceraian, perselingkuhan, dan seterusnya. Bosan dengan acara gosip, Anda melihat berita dan menyaksikan perkelahian para politisi kita. Selain dari media massa, pikiran Anda juga bisa tercemar melalui lingkungan pergaulan, tindakan orang yang menyakiti kita, maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Racun pikiran kita inilah yang akan menentukan perasaan kita. Apakah Anda merasa bahagia, senang, dan susah, sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari apa yang masuk ke pikiran Anda.Esensi berpuasa adalah menciptakan ''gembok'' untuk mengunci pikiran. Berpuasa berarti kitalah yang memegang kunci gembok tersebut, dan tak menyerahkannya kepada orang lain. Ini sebenarnya merupakan hakikat kepemimpinan. Seperti halnya komputer, otak kita juga mempunyai rumus GIGO (Garbage In Garbage Out). Maksudnya, kalau pikiran kita mengkonsumsi sampah, maka yang akan dihasilkan juga sampah. Ada pepatah yang mengatakan, ''Pikiran yang picik membicarakan orang. Pikiran biasa membicarakan kejadian. Tetapi pikiran yang besar membicarakan gagasan.'' Inilah pikiran-pikiran yang bersih dan belum teracuni virus dan sampah. Lantas bagaimana dengan hal-hal yang tak dapat kita kontrol, misalnya perilaku dan ucapan orang lain yang menyakiti hati Anda? Kalau itu terjadi pada Anda, berapa jam waktu yang Anda gunakan untuk memikirkan perilaku orang tersebut? Padahal, semakin Anda terserap ke dalam detil tentang apa-apa yang membuat Anda marah, semakin tak enak pikiran Anda. Inilah efek bola salju pikiran.Jangan lupa, walaupun kita tak dapat mengontrol perilaku orang lain, kita senantiasa dapat mengontrol pikiran kita. Saat ini saya sedang mempraktekkan tiga kalimat penting untuk selalu menyehatkan pikiran kita. Pertama, Subhanallah (Maha Suci Allah). Ini berarti hanya Tuhanlah yang Maha Sempurna. Memahami kalimat ini akan membuat kita mudah memaafkan kelalaian orang lain dan diri sendiri. Kedua, Alhamdulillah (Segala Puji Bagi Allah). Memahami kalimat ini akan membuat kita senantiasa bersyukur menghadapi situasi apapun. Kesuksesan tidaklah membuat kita takabur, sebaliknya kegagalan tidaklah membuat kita putus asa. Ketiga, Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Memahami kalimat ini secara mendalam akan menyadarkan kita bahwa semua hal yang kita lakukan, bahkan kita pertengkarkan sehari-hari, adalah masalah kecil. Kitalah yang sering merusak pikiran kita dengan membesar-besarkan masalah yang sebenarnya kecil.
Cobalah Anda amati perasaan, perilaku, dan kebiasaan Anda sehari-hari. Tahukah Anda apa yang mengatur semua itu? Kalau Anda merenungkannya dengan cermat, Anda akan menemukan bahwa keseluruhan program mengenai diri kita berada di dalam kepala Anda. Inilah yang disebut pikiran.Pikiranlah yang mengatur perasaan, tindakan, kebiasaan, dan akhirnya nasib kita. Pikiranlah yang menentukan apakah kita senang atau susah, sedih atau bahagia, serta sehat atau sakit. Semua yang kita rasakan sumbernya adalah pikiran. Karena itu untuk melakukan perubahan menyeluruh terhadap kehidupan kita, satu-satunya hal yang harus diubah adalah pikiran. Namun seperti halnya komputer, pikiran kita juga sering terserang virus-virus berbahaya yang merusak.Salah satu sarana untuk membersihkan pikiran kita dari virus-virus tersebut adalah berpuasa. Karena itu makna puasa yang sesungguhnya adalah mengendalikan pikiran Anda. Inilah yang saya sebut ''Puasa Tingkat Ketiga.'' Adapun puasa tingkat pertama adalah puasa secara fisik. Ini hanya menjaga apa yang masuk ke dalam mulut Anda. Puasa tingkat kedua adalah puasa secara sosial/emosional. Ini berkaitan dengan perilaku kita kepada orang lain, terutama menjaga apa yang keluar dari mulut (ucapan kita).Apa yang masuk ke dalam mulut amat perlu kita jaga, karena inilah sumber penyakit. Kita menjaga agar tak makan makanan yang beracun, yang tak higienis, maupun yang berkolesterol tinggi. Namun sayangnya, kita sering mengabaikan ''makanan-makanan'' yang masuk ke dalam kepala kita. ''Makanan-makanan'' itu sebenarnya tak kalah beracunnya, sangat berbahaya dan mengandung virus yang mematikan. Hakikat puasa tingkat ketiga adalah menjaga pikiran dari virus-virus yang berbahaya. Ini adalah puasa secara mental, yang merupakan prasyarat puasa tingkat empat, yang intinya adalah merasakan kedekatan Tuhan. Inilah tingkatan puasa yang tertinggi yaitu secara spiritual.Untuk mengubah diri kita, paling tidak kita harus mencapai puasa tingkat ketiga ini. Caranya adalah dengan memilih secara sadar ''makanan-makanan'' apa yang boleh dikonsumsi pikiran kita. Kita harus sangat berhati-hati karena banyak sekali hal di sekitar kita yang dapat menjadi virus yang berbahaya. Coba perhatikan, berapa lama Anda menonton televisi setiap hari? Jangan lupa, banyak acara-acara TV sekarang ini berisikan virus-virus yang sangat berbahaya: telenovela, sinetron, film dan acara gosip para selebritis kita yang ada di hampir seluruh stasiun TV. Temanya berkisar pada hal-hal yang itu-itu saja: perkelahian antarartis, perceraian, perselingkuhan, dan seterusnya. Bosan dengan acara gosip, Anda melihat berita dan menyaksikan perkelahian para politisi kita. Selain dari media massa, pikiran Anda juga bisa tercemar melalui lingkungan pergaulan, tindakan orang yang menyakiti kita, maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Racun pikiran kita inilah yang akan menentukan perasaan kita. Apakah Anda merasa bahagia, senang, dan susah, sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari apa yang masuk ke pikiran Anda.Esensi berpuasa adalah menciptakan ''gembok'' untuk mengunci pikiran. Berpuasa berarti kitalah yang memegang kunci gembok tersebut, dan tak menyerahkannya kepada orang lain. Ini sebenarnya merupakan hakikat kepemimpinan. Seperti halnya komputer, otak kita juga mempunyai rumus GIGO (Garbage In Garbage Out). Maksudnya, kalau pikiran kita mengkonsumsi sampah, maka yang akan dihasilkan juga sampah. Ada pepatah yang mengatakan, ''Pikiran yang picik membicarakan orang. Pikiran biasa membicarakan kejadian. Tetapi pikiran yang besar membicarakan gagasan.'' Inilah pikiran-pikiran yang bersih dan belum teracuni virus dan sampah. Lantas bagaimana dengan hal-hal yang tak dapat kita kontrol, misalnya perilaku dan ucapan orang lain yang menyakiti hati Anda? Kalau itu terjadi pada Anda, berapa jam waktu yang Anda gunakan untuk memikirkan perilaku orang tersebut? Padahal, semakin Anda terserap ke dalam detil tentang apa-apa yang membuat Anda marah, semakin tak enak pikiran Anda. Inilah efek bola salju pikiran.Jangan lupa, walaupun kita tak dapat mengontrol perilaku orang lain, kita senantiasa dapat mengontrol pikiran kita. Saat ini saya sedang mempraktekkan tiga kalimat penting untuk selalu menyehatkan pikiran kita. Pertama, Subhanallah (Maha Suci Allah). Ini berarti hanya Tuhanlah yang Maha Sempurna. Memahami kalimat ini akan membuat kita mudah memaafkan kelalaian orang lain dan diri sendiri. Kedua, Alhamdulillah (Segala Puji Bagi Allah). Memahami kalimat ini akan membuat kita senantiasa bersyukur menghadapi situasi apapun. Kesuksesan tidaklah membuat kita takabur, sebaliknya kegagalan tidaklah membuat kita putus asa. Ketiga, Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Memahami kalimat ini secara mendalam akan menyadarkan kita bahwa semua hal yang kita lakukan, bahkan kita pertengkarkan sehari-hari, adalah masalah kecil. Kitalah yang sering merusak pikiran kita dengan membesar-besarkan masalah yang sebenarnya kecil.
Kisah Nenek Tua
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur.
Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu."Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran, membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh saw?
pahala sepotong Roti Oleh: PakTani
Lintau.com Menjelang wafatnya, Abu Burdah bin Musa al-Asy'ari pernah bercerita, “Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah pada Allah. Hampir tujuh puluh tahun ia beribadah, dan tak pernah melakukan dosa sedikitpun. Tempat ibadahnya tak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan.
Suatu hari, dia digoda seorang wanita sehingga terperosok ke dalam bujuk rayunya dan bergelimang dalam dosa selama tujuh hari. Ia melakukan dosa besar, yaitu berzina.Begitu menyadari perbuatannya, laki-laki itu buru-buru bertaubat. Ia segera meninggalkan tempat ibadahnya, dan melangkahkan kakinya, pergi mengembara sambil melakukan kebaikan sebagai tanda taubatnya.Dalam pengembaraannya itu ia tiba di sebuah gubuk. Di dalamnya terdapat dua belas fakir miskin. Laki-laki itu, menumpang bermalam. Ia tidur bersama mereka.Ternyata, di samping kedai tersebut hidup seorang hamba Allah yang tekun beribadah. Setiap hari, ia selalu mengirimkan beberapa potong roti untuk fakir miskin yang menginap di pondok itu. Mereka masing-masing mendapat sepotong roti.Keesokan paginya, seperti biasa, hamba Allah tersebut mendatangi gubuk dan membagikan kepada setiap fakir miskin sepotong roti. Laki-laki yang baru saja bertaubat itu pun mendapat bagian karena disangka orang miskin juga. Selesai membagikan roti, hamba Allah itu kaget karena salah seorang dari mereka belum mendapat bagian. “Mengapa engkau tidak memberiku?” tanya sang fakir.Hamba Allah yang membagikan roti itu menjawab, “Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari sepotong roti." Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu memberikan jatahnya kepada orang yang tidak mendapat bagian tadi. Keesokan harinya, ia meninggal dunia. Di hadapan Allah, ditimbanglah amal ibadah yang pernah ia lakukan, antara waktu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadah yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Namun, ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan pahala sepotong roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sepotong roti itu dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu.
Konfrensi Setan Oleh: orion
Lintau.Com - Setan mengadakan konfensi iblis, sayitan dan jin Dalam pembukaannya konferensi tsb dikatakannya: "Kita tidak dapat melarang kaum muslim ke Mesjid", "Kita tidak dapat melarang mereka membaca Al-Qur'an dan mencari kebenaran"
Bahkan kita tidak dapat melarang mereka mendekatkan diri dengan Tuhan mereka, Allah dan pembawa risalahNya Muhammad", "Pada saat mereka melakukan hubungan dengan Allah, maka kekuatan kita akan lumpuh.""Oleh sebab itu, biarkanlah mereka pergi ke Masjid; biarkan mereka tetap melakukan kesukaan mereka, TETAPI CURI WAKTU MEREKA, sehingga mereka tidak lagi punya waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah"."Inilah yang akan kita lakukan," kata iblis. Alihkan perhatian mereka dari usaha meningkatkan kedekatannya kepada Allah dan awasi terus kegiatannya sepanjang hari!" "Bagaimana kami melakukannya?" tanya para hadirin yaitu iblis, syaitan, dan jin. Sibukkan mereka dengan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan mereka,dan ciptakan tipudaya untuk menyibukkan fikiran mereka," jawab sang iblis"Rayu mereka agar suka BELANJA, BELANJA DAN BELANJA SERTA BERHUTANG, BERHUTANG DAN BERHUTANG"."Bujuk para istri untuk bekerja diluar rumah sepanjang hari dan para suami bekerja 6 sampai 7 hari dalam seminggu, 10 - 12 jam seminggu, sehingga mereka merasa bahwa hidup ini sangat kosong.""Jangan biarkan mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka." "Jika keluarga mereka mulai tidak harmonis, maka mereka akan merasa bahwa rumah bukanlah tempat mereka melepaskan lelah sepulang dari bekerja". "Dorong terus cara berfikir seperti itu sehingga mereka tidakmerasa ada ketenangan dirumah.""Pikat mereka untuk membunyikan radio atau kaset selama mereka berkendaraan". "Dorong mereka untuk menyetel TV, VCD, CD dan PC dirumah sepanjang hari. Bunyikan musik terus menerus disemua restoran maupun toko2 didunia ini. "Hal ini akan mempengaruhi fikiran mereka dan merusak hubungan mereka dengan Allah dan RasulNya""Penuhi meja-meja rumah mereka dengan majalah-majalah dan tabloid". "Cekoki mereka dengan berbagai berita dan gosip selama 24 jam sehari". "Serang mereka dengan berbagai iklan-iklan dijalanan". "Banjiri kotak surat mereka dengan informasi tak berguna, katalog-katalog, undian-undian, tawaran-tawaran dari berbagai macam iklan."Muat gambaran wanita yang cantik itu adalah yang langsing dan berkulit mulus dimajalah dan TV, untuk menggiring para suami berfikir bahwa PENAMPILAN itu menjadi unsur terpenting, sehingga membuat para suami tidak tertarik lagi pada istri-istri mereka" "Buatlah para istri menjadi sangat letih pada malam hari, buatlah mereka sering sakit kepala". "Jika para istri tidak memberikan cinta yang diinginkan sang suami, maka akan mulai mencari diluaran" "Hal inilah yang akan mempercepat retaknya sebuah keluarga""Terbitkan buku-buku cerita untuk mengalihkan kesempatan mereka untuk mengajarkan anak-anak mereka akan makna shalat." "Sibukkan mereka sehingga tidak lagi punya waktu untuk mengkajibagaimana Allah menciptakan alam semesta. Arahkan mereka ketempat-tempat hiburan, fitness,pertandingan-pertandingan, konser musik dan bioskop."Buatlah mereka menjadi SIBUK, SIBUK DAN SIBUK.""Perhatikan, jika mereka jumpa dengan orang shaleh,bisikkan Gosip-gosip dan percakapan tidak berarti, sehingga percakapan mereka tidak Berdampak apa-apa. "Isi kehidupan mereka dengan keindahan-keindahan semu yang akan membuat mereka tidak punya waktu untuk mengkaji kebesaran Allah." "Dan dengan segera mereka akan merasa bahwa keberhasilan, kebaikan/kesehatan keluarga adalah merupakan hasil usahanya yang kuat (bukan atas izin Allah).""PASTI BERHASIL, PASRI BERHASIL." "RENCANA YANG BAGUS."Iblis, syaitan dan jin kemudian pergi dengan penuh semangat melakukan tugas "MEMBUAT MUSLIMS MENJADI LEBIH SIBUK, LEBIH KALANG KABUT,DAN SENANG HURA-HURA". Dan hanya menyisakan sedikit saja waktu buat Allah sang Pencipta." "Tidak lagi punya waktu untuk bersilaturahmi dansaling mengingatkan Akan Allah dan RasulNya".Sekarang pertanyaannya adalah, "APAKAH RENCANA IBLIS INI AKAN BERHASIL???""ANDALAH YANG MENENTUKAN!!!"
PERENUNGAN YANG DALAM
alhikmah.com - Kelebihan manusia di antara makhluk lainnya adalah kemampuan untuk merenung, yaitu berpikir secara radikal (radix = akar) mendasar. Sehingga dia menemukan sebuah pertanyaan abadi yang akan menggiring dirinnya kepada sikap arif dan kebijaksanaan ( the man of wisdom). Dia belajar mempertanyakan dirinya dalam berbagai hubungan yang mencakup dimensi waktu, dimensi social, dimensi peran, sampai pada dimensi spiritual. Dia mempertanyakan tujuan dari semua ini. Seluruh perbuatan, pencapaian, dan peran yang dimainkannya itu, akhirnya untuk diabdikan kepada siapa? Betapa berharganya nilai perenungan, sehingga Rasulullah saw bersabda,“Berpikir sesaat sama nilainya dengan ibadah setahun”
Merenung berarti melakukan konsentrasi untuk memikirkan seluruh pengaruh dunia luar,memilih lalu membuat kesimpulan dalam rangka mendapatkan sebuah kepastian untuk melangkah kedepan. Inilah yang kita maksudkan dengan makrifat, yaitu mengenal jati diri dalam perjalanan kesementaraan untuk meraih hakikat hidup yang sejati, kebahagiaan akhirat.
Mengenal siapa aku untuk mendapatkan iffah dan zauq ‘ kesucian diri dan getaran rasa ‘yang mendorong seorang hamba mendayagunakan potensi dunia yang fana untuk meraih kebahagiaan hakiki yang kekal.
Dalam perenungan itu ia aktualisasikan potensi fu’ad-nya, yaitu untuk menagkap segala fenomena kejadian alam semesta dengan segala isinya. Dawai qalbunya sangat sensitif lalu mengetarkan potensi fu’ad yang kedua yaitu nazhar dan sam’a penglihatan dan pendengarannya,sehingga mata batinnya melihat hakikat ciptaan-Nya dan membimbing dirinya untuk mengingat Sang Kekasih Rabbul alamin, “ Orang - orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring. Mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.”( Ali Imran : 191)
Ia sangat menyadari bahwa sebagai makhluk, ia tidak mungkin menangkap dan memperoleh gambaran utuh dari zat Sang Khalik. Bagi dirinya, Allah adalah sesuatu yang dia rasakan, walau sangat sulit untuk dikatakan. Ia tidak mungkin mengartikulasikan perasaannya secara utuh, seakan seluruh kata menjadi lumpuh.
Karena walaupun jutaan untaian kata dan kalimat ia presentasikan, tetap saja tidak mewakili gambaran Allah yang sebenarnya. Mana mungkin Allah yang tidak terjangkau dan tidak setara dengan apapun, dapat dipresentasikan menurut akal pikiran manusia yang terbatas. Allah adalah sesuatu yang Maha gaib, walaupun ia tetap merasakannya melalui pengalaman galbunya. Kalau sang qalbu merefleksikannya dalam bentuk pernyataan, ia mengakui bahwa pernyataannya itu hanyalah percikan dari sifat dirinya yang fana.
Menyadari keterbatasannya, ia menyerahkan dirinya kepada otoritas Nabi Muhammad al-Musthafa yang menjadi wujut iradah Allah melalui Al – Qur’an dan teladan akhlak beliau ( uswatun hasanah). Dengan berpandu dan berpihak kepada Allah dan Rasulullah, ia merasakan kedamaian dan kefanaannya. Keberpihakan kepada Allah adalah gambaran kemerdekaan dirinnya dan sekaligus terbelenggu oleh misinnya sebagai seorang pembawa rahmat bagi alam semesta.
Ketika saya ditanya seorang santri tentang sia-sianya orang yang percaya kepada Tuhan bila ternyata setelah manusia mati tidak ada Tuhan dan akhirat serta hari pengadilan, maka untuk menjawab pertanyaan itu saya mencoba mencari jawaban yang simplistis bahwa seorang muslim tidak pernah merugi jika ternyata benar asumsi kaum ateis tersebut, kita tidak kehilangan apapun. Tetapi bila benar keyakinan seorang muslim akan hari akhirat dan janji Allah, niscaya orang – orang ateis tersebutlah yang rugi. Begitu juga perihal pertanyaan sekitar pengingkaran kaum Nasrani terhadap kenabian Muhammad SAW. Seorang muslim tetap tidak akan rugi seandainya ternyata benar asumsi kaum Nasrani tersebut. Bukankah seorang muslim mempercayai kenabian Isa a.s ? Tetapi sebaliknya, bila ternyata benarlah keyakinan kaum muslimin bahwa Nabi Muhammad adalah khataman nabiyyin wal mursaliin ‘penutup para nabi dan utusan Allah
Inilah Kita, Siapa dan Mana Mereka?
Alhikmah.com- “Sesungguhnya Tuhan Kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,Lalu Dia bersemayam di atas Arsy.Dia menutupkan malam kepada Siang yang mengikutinya dengan cepat, (diciptakannya pula) matahari,bulan dan bintang-bintang tunduk pada perintahNya.Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.Maha suci Allah,Tuhan Alam Semesta. Berdoalah kepada TuhanMu dengan berendah diri dan suara yang lembut.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.Dan janganlah kamu membuat kerusakan di Muka bumi dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.( Q.S 7 AL-A’RAAF: 54-56)
Alhamdulillah segenap pujian hanya bagi Allah. Menciptakan jalan-jalan kebaikan dan keburukan dalam diri manusia. Tergantung dari manusia itu sendiri yang akan memilihnya. Sesungguhnya Allah melawan keganasan suatu kaum dengan kekuatan kaum yang lainnya agar Allah dapat membasmi kekuatan perusak dan memilih hambaNya yang ia cintai sebagai syuhada. Syuhada yang merupakan suatu gelar yang sangat kita dambakan.Insya Allah.
Kerinduan yang amat bersengatan kami rasakan kepada Baginda yang mulia Muhammad Saw. Shalawat dan salam bagimu Manusia pilihan, Hamba yang mulia dan orang yang paling istiqomah memperjuangkan kebenaran Ilahi. Ya Allah karuniakanlah kami keistiqomahan dan tsabat serta tajarrud dalam jihad, rasa Ukhuwah dan Tsiqah antar sesama kami. Dalam menapaki jalan perjuangan yang semakin menanjak ini.Amien.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Dikala sepi dan sesak dada melanda saya sering mendendangkan bait nasyid ini : “Disinilah kita merencah dan bertindak/ Memerah pikiran dan melerai masalah/ Namun kita tetap manusia/ tenaga kita tak kemana / Pikiran kita ada batasannya /Tindakan kita ada sempadannya.” Ayat Al-Qur’an diatas adalah salah satu ayat Allah yang sering membuat saya tertegun saat melewatinya dalam tilawah. Ayat ini mengharuskan saya untuk menangis atau sekedar meneteskan setetes air mata dan melantunkan doa untuk senantiasa istiqomah di jalan dakwah ini.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Allahlah yang menciptakan kita, Dialah yang berhak memerintahkan kita dan kita wajib tunduk kepadaNya. Hanya harapan dan ketakutan kita harus selalu kita jaga agar segala aktivitas kita diterima Allah dan diridhaiNya. Rasa harap dan cemas. Khauf dan Raja’. Harus senantiasa kita pelihara dalam jiwa hamba yang mendamba kasih RabbNya. Namun mengapa terkadang kita masih membuat kerusakan di muka bumi ini ? Mengapa kita mengaku orang yang berbuat kebaikan dan perbaikan, terkadang kita lah perusak yang sebenarnya? Maka sekali lagi harap dan cemas kepada Allah adalah rasa yang harus kita pelihara dalam membangkitkan kembali Islam ini sebagaimana adanya.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! “Disinilah kita berpikir dan bekerja/ Namun kita tetap lemah/hanya bersandar pada Allah.” Hanya Allahlah yang menjadi tempat kita mengadu, penolong teman, sahabat dan peneguh perjuangan ini. Kalau kita lemah Allahlah yang akan menguatkan. Kalau kita sakit Allahlah yang akan menyembuhkan. Kalau kita terluka Allahlah yang akan meyembuhkan. Saya teringat Syair Saddam Hussein saat Irak diserang, “ Maka hanya dengan Doa/ semua luka itu akan kembali sembuh.” Maka dikala semua yang telah kita usahakan terasa mengalami kegagalan marilah kita diam sejenak memohon ampunan Allah dan meminta kepadanya dengan Khauf dan Raja’.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! “Kita pastinya tak akan gagal/ Selagi kita terasa lemah/ selama kita tunduk dan menyerah/ Pada kehendak dan kudratNya” Apapun yang kita dapatkan dalam perjuangan ini adalah kemenangan. Dengan belum berhasilnya suatu amanah maka kita dapat instropeksi diri bahwa ada cara lain yang harus kita pikirkan agar apa yang kita cita-citakan tersebut dapat menemui keberhasilan. Ini bukanlah kata-kata justifikasi untuk sebuah kesuksesan yang kita dambakan. Ungkapan ini hanya berlaku apabila kita telah mengerahkan semua tenaga kita. Namun kesuksesan itu tetap juga belum kita dapatkan. Pernyataan diatas tidak berlaku bagi yang belum mengeluarkan usaha yang optimal untuk sebuah kesuksesan tersebut.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Inilah kita yang takut akan kemaksiatan kita akan membawa pada kemurkaan Allah. Selalu mengharap agar Allah memberikan keridhaannya kepada kita. Tanpa itu semua kehidupan ini akan terasa hampa. Tanpa itu semua kita sesungguhnya kita hanya hamba yang tidak tahu apa-apa. Hanya lantunan doa yang penuh dengan rasa khauf dan raja’ menjadi kekuatan kita. Sesungguhnya doa adalah kekuatan mukmin yang paling dahsyat. Marilah kita bersama berdoa agar kita bisa istiqomah dalam jalan ini. Ikut dalam barisan para mujahidin walaupun hanya pada barisan yang terakhir.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Saya ingat sekali syair Umar ibnu Khatab yang menggambarkan keistiqomahannya dalam berjuang. Coba kita pahami dan renungi semangat yang mendalam ini, “ Jika ada seribu pejuang, maka Aku salah satunya!/ Jika ada seratus pejuang maka Aku salah satunya!/ Jika ada sepuluh pejuang maka Aku salah satunya!/ Jika hanya ada satu pejuang maka itulah Aku!!” Sanggupkah kita berkata seperti itu saat ini? Disaat kita mencoba memperjuangkan kebenaran. Namun kita mendapati realitas di lapangan tidak ada lagi yang mau memperjuangkan kebenaran tersebut. Mereka yang notabene Saudara kita malah selalu mendompleng kita dari dalam. Selain itu, kita mendapat perlawanan yang kuat dari musuh kita yang di luar. Kita sangat merindukan persatuan dan kesatuan itu terwujud. Kita sebenarnya tidak peduli siapa yang akan berada di depan. Kita tidak peduli itu semua. Namun nampaknya harapan itu masih jauh untuk ukuran sekarang ini.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah!Isbir ya akhi wa ukhti semua, tetaplah tegar menjaga diri kita tetap dalam barisan ini. Mengajak saudara-saudara kita yang lain untuk bergabung dalam kafilah ini..Afwan atas segala apa yang saya lakukan selama ini kepada antum semua.Karena tidak semua antum dapat saya perhatikan dan carikan solusi permasalahannya..Afwan sekali lagi. Jazakallah atas segala yang antum lakukan selama ini.Tetaplah tegar karena antum beruntung sebagai orang yang dipilih Allah dalam jalan dakwah ini.Jalan yang tidak banyak orang yang merasakan nikmatnya, do’akan saya juga.Tidak banyak orang yang dipilih Allah untuk mengemban tugas suci ini.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Inilah kita yang senantiasa mempunyai tekad untuk memperjuangkan kebenaran Al-Islam. Inilah kita yang telah menetapkan tujuan kita adalah Allah. Inilah kita yang menetapkan teladan kita adalah Rasulullah.Inilah kita yang telah meneguhkan bahwa hanya Al-quran undang-undang kita.Inilah kita yang telah menegaskan jihad jalan perjuangan dan Syahid di jalan Allah sebagai cita-cita tertinggi kita. Inilah kita. Maka marilah sekarang kita bertanya, mana dan siapa mereka? Apa yang kalian perjuangkan? Wallahu’alam
EPISODE CINTA
alhikmah.com - Cinta adalah karunia Allah. Bahkan Allah menciptakan alam semesta ini karena cintaNya. Karenanya alam dan dunia ini adalah lautan cinta. Kekuatannya mampu meluluh lantahkan arogansi diri dan kerendahan materi. Maka bukan tanpa alasan seorang Saini KM menuliskan bait-bait terakhirnya dalam puisi Burung Hijau :
Saat kamu tengadah dan dengan tersipu berkata: / 'Memang, yang terbaik dari diri kita layak disatukan.' / Saya pun mabuk karena manis buah berkah, dan melihat: / Malaikat menghapus batas antara dunia dan akhirat.
Ibnu Qoyyim Al jauziyah pernah berkata tentang arti sebuah cinta : 'Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.
Kenyataannya, sejarah Islam mencatat kisah-kisah cinta manusia-manusia langit dengan tinta emas dalam lembaran-lembaran sejarah peradaban. Sebuah sejarah yang mengartikan cinta bukanlah utopia dan angan-angan kosong belaka dalam sebuah potret realita.
Tak apalah meregang nyawa bagi seorang Hisyam bin ‘Ash takkala mendengar seorang saudaranya merintih kehausan dalam peperangan Yarmuk, memberikan air miliknya sementara bibir bejana hampir menyentuh bibirnya. Atau indahnya ungkapan yang diberikan seorang sahabat yang mencintai sahabatnya karena Rabb-Nya. Atau seorang Rasul yang memanggil umatnya takkala sakaratul maut menyapa dirinya.
Teringat episode cantik dalam sejarah seorang wanita yang rela menukar cinta dan hatinya dengan Islam sebagai maharnya. Takkala Rumaisha binti Milhan dengan suara lantang menjawab pinangan Abu Tholhah, seorang terpandang, kaya raya, dermawan dan ksatria 'Kusaksikan kepada anda, hai Abu Tholhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul Nya, sesungguhyna jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !' Akhirnya tinta emas sejarah mencatatnya sebagai seorang ummu Sulaim yang mendidik anaknya, Anas bin Malik dan dirinya sebagai perawi hadits Rasulullah sementara suaminya menjadi mujahid dalam sejarah Islam.
Melagu hati Sayyid Qutb dalam nada angan akan sebuah keinginan. Lompatan jiwanya melebihi energi yang ada. Baginya kehidupan dunia bukanlah segalanya. Ia belokkan gelora yang ada hanya pada pencipta-Nya yang dengannya syahid menjadi pilihan hidupnya. Tiada mengapa tanpa wanita.
Gejolak gelora percintaan Rabiah dengan Rabbnya mengajarkan keikhlasan akan sebuah arti penghambaan. Tak sanggup rasanya mengikutinya yang mengharap Ridho-Nya sekalipun neraka menjadi pilihan akhir tempat tinggalnya.
Lain pula kisah sang Kekasih Allah, Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam. Sebuah kisah yang menggoreskan samudra hikmah kehidupan bagi manusia yang mengedepankan ketundukan dan kepasrahan yang terbalut cinta daripada darah daging sendiri untuk menjadi persembahan.
Adakah cinta yang masih ada di hati kita menyamai atau bahkan melebihi cinta mereka terhadap apa yang mereka cintai ? Jika tidak, lantas apa yang membuat kita membusungkan dada dan mengklaim sebagai pecinta sejati hanya lantaran bunga-bunga kata tanpa makna realita yang kita lontarkan ? Diri kita seringkali mencari pembenaran (apologi) atas ketidak mampuan dan ketidak berdayaan dalam mengakui segala kelemahan yang kita miliki. Jika cinta yang mereka hadirkan dapat begitu mempesona bukan hanya karena mereka para sahabat dan shabiyah atau para Nabi dan Rasul. Perlu diingat, mereka juga adalah manusia yang mempunyai keinginan dan kecenderungan sebagaimana manusia biasa. Artinya kecintaan mereka dapat kita duplikasikan pada diri kita. Lihatlah bagaimana sejarah kembali mencatat arti sebuah cinta anak manusia dalam akhir hayatnya, sebuah cinta yang dihadirkan oleh mujaddid akhir zaman, Hasan Al Banna yang mendahulukan iparnya Abdul Karim Mansur untuk diberi pertolongan justru pada saat tujuh peluru masih bersarang ditubuhnya……
Ibnu Taimiyah berkata,'Mencintai apa yang dicintai kekasih adalah kesempurnaan dari cinta pada kekasih.' Teori ini bukanlah teori belaka. Teori ini merupakan sebuah konsekuensi logis dan sebuah keniscayaan dari sebuah cinta. Segala daya dan upaya ‘kan menjadi tak berharga jika ia dapat menjadi serupa. Hal ini berlaku kebalikannya. Membenci apa saja yang dibenci kekasih adalah kesempurnaan dari cinta pada kekasih. Amboi, indahnya jika semua itu dilandasi atas kecintaan kepada Rabb-Nya. Dan menundukkan kecintaan lainnya karena ia hanyalah kenikmatan sesaat.
Sesungguhnya siapakah kita ini kekasihku? / Hanya setitik debu melekat di bintang mati. / Menggeliat sejenak karena embun dan matahari: / Hanya sedetik dalam hitungan tahun cahaya.(SAINI KM)
Jika saja Sapardi mengungkapkan kekuatan keinginan cintanya dengan bait-baitnya : AKU INGIN, / Aku ingin mencintaimu dengan sederhana / dengan kata yang tak sempat diucapkan / kayu kepada api yang menjadikannya abu / Aku ingin mencintaimu dengan sederhana / dengan isyarat yang tak sempat disampaikan / awan kepada hujan yang menjadikannya tiada (Spardi Dj. D), maka Islam men
gajarkan indahnya cinta dalam untaian do’a :
' Ya Alloh, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu. Telah berjumpa dalam taat pada-Mu. Telah bersatu dalam da'wah pada-Mu. Telah terpadu dalam membela syari'at-Mu. Kokohkanlah, Ya Allah ikatannya, kekalkan cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal pada-Mu. Nyalakanlah hati kami dengan ma'rifat kepada-Mu. Matikanlah ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong….
Wallohu a’alam.
ANGSA EMAS
alhikmah.com - Di sebuah pedesaan, setelah musim panen padi selesai, jerami berserakan di pematang sawah. Seekor ibu itik duduk mengerami telur-telur itik di atas jerami ditepian sawah di dekat parit, sabar menunggu, menjaga sampai telur-telurnya menetas.
Akhirnya, saat yang ditunggu tiba ketika ada gerakan dibawah sayapnya. Satu per satu telur-telurnya menetas dan muncul anak-anak itik berbulu halus lembut. Ada satu telur yg lebih besar dari lainnya yg belum menetas. Sang ibu itik duduk mengerami kembali.
Beberapa hari kemudian terdengar ketukan halus dan keluarlah dari kulit telur anak itik paling aneh berpenampilan buruk. Ibu Itik menggiring bayi itik ke parit mengajarkan pelajaran berenang tak terkecuali si itik buruk rupa. Dengan bangga diperhatikannya anak-anak itik bergembira hilir mudik di air. Terdengar cemooh dari keluarga itik lain yg muncul belakangan ditujukan pada si anak itik buruk rupa di barisan akhir. " Ia terlalu lama di dalam telur," Ibu itik menjelaskan. " Ia akan kuat dan tumbuh menjadi itik yg bagus."
Beberapa minggu berlalu, anak itik tumbuh menjadi itik dewasa. Namun anak itik buruk rupa tetap berbeda dengan yang lain. Semua itik di parit mematuk dan mengolok-oloknya serta menolak bermain dengannya. Anak itik buruk rupa merasa tertekan dan tak tahan lagi, diputuskan untuk pergi ke rawa-rawa diseberang desa. Ia sendiri dan bersembunyi di balik ilalang. Ketika musim hujan tiba ia kedinginan dan menderita.
Semua rintangan dilalui dengan tegar dan terus bertahan sampai ia merasa lebih baik dan mencoba untuk bermain ke sebuah dangau yg indah.
Dikepakan sayapnya, merasa lebih besar dan kuat sehingga tanpa sadar membuat hatinya senang dan berseri-seri di air. Ketika dari tempatnya melihat
segerombolan angsa meluncur gemulai ketengah dangau, anak itik merasa rendah diri kembali. Ketakutannya muncul kalau-kalau mereka akan mematuk seperti teman-teman itik dulu memperlakukannya.
"Ah, biarlah aku dipatuk angsa dari pada diganggu itik-itik, " lalu terus meluncur mengapung ketengah dangau. Seekor angsa indah berbulu mengkilap dengan paruh kuning keemasan menatap kearahnya. Ketika ia merentangkan sayapnya, angsa emas itu juga melakukan gerakan yang sama. Anak itik tersadar bahwa ia adalah seekor angsa emas. Gerombolan angsa mendekatinya dan mengucapkan selamat datang dengan paruh mereka. Beberapa anak desa mendekati dangau dan berseru, "Lihat ada angsa yang baru, ia lebih cantik keemasan daripada yang lain!".
Angsa muda cantik keemasan merasa malu dan menyembunyikan kepalanya di bawah sayapnya. "Aku tidak pernah bermimpi dengan kejadian gembira ini ketika masih menjadi itik buruk rupa"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sobat, jangan pernah merasa tertekan disaat diri ini di"cemooh" karena berbeda dengan sekeliling kita.
Jangan terus mengurung diri dalam sangkar yg gelap dan membuat lemah. Lihatlah diluar matahari memancarkan sinar hangatnya. Awan putih berarak-arak menemani bentangan langit biru. Cahaya rembulan berpendar-pendar menyingkap kepekatan malam. Kerlipan bintang bertaburan menghiasi angkasa malam raya. Sebuah lukisan tua maha indah yg ada sebelum kita ada. Kehadiran manusia di bumi pun menjadi warna-warni mempercantik lukisan agung dunia. Akankah kita sia-siakan hidup kita dalam kerendahan diri, kegelapan, kelemahan, keburukan dan kenistaan. Bangkitlah dan jadilah salah satu warna indah penghias lukisan agung dunia.
Sering kita terpesona dan terpukau melihat orang-orang yg sukses dan berhasil disekeliling kita, menjadikan idola bahkan berusaha mirip dalam segala hal dengan sang Idola. Tahukah sobat bahwa tanpa sadar keterpukauan itu telah menciptakan itik buruk rupa pada diri sendiri. Sehingga pribadi kita menjelma menjadi "aneh" bahkan tidak mengenalinya, karena dipaksakan menjadi pribadi orang lain. Hidup dalam ketidaktahuan, tidak pernah mengerti arti kebahagiaan dan keberhasilan sejati karena perasaan sendiri telah telanjur tumpul. Diri sendiri berperan memainkan peran orang lain.
Itik buruk rupa adalah sisi "gelap" kehidupan dimana kelemahan, keputusasaan, kemalasan, kerendahan diri, ketidakjujuran, kenistaan yang mengendap dalam diri dan angsa emas adalah sisi "terang" kehidupan tempat dimana bakat, kemampuan, potensi, kekuatan, kehormatan bersemayam dalam pribadi diri. Sisi gelap dan terang, dua-duanya ada dalam kepribadian seorang manusia lalu diberi kesempatan untuk memilih sisi mana
yg paling dominan menuntun perubahan dalam kehidupan selanjutnya.
Sobat, Allah memberikan talenta pada setiap insan.
Proses selanjutnya kerja keras dan ketekunan berlatih untuk mengasah talenta tersebut. Seseorang bisa sukses karena melewati proses kerja keras dan tekun berlatih disaat kita bermain menyia-yiakan waktu. Seseorang bisa berhasil setelah melalui rintangan dg ketegaran dan terus bertahan. Keberhasilan adalah sebuah proses panjang, bukan proses "instan".
Jangan pernah malu dan cepat kecewa dengan "kegagapan" dalam berproses. Adalah wajar bila orang yg sedang belajar mengalami kesulitan serta kegagapan, mencoba-coba dan bahkan merasa gagal. Pantang menyerah harus selalu didengungkan setiap waktu, tekat kuat harus terus ditanamkan dalam hati, proses belajar tak pernah usai, bukankah "setelah kesulitan itu ada kemudahan…yakinlah bahwa setelah kesulitan itu ada kemudahan".
Kepandaian seseorang bermain gitar sambil membaca puisi, kepiawaian seorang ustadz muda dg retorika yg mampu mengguncang kalbu, kemahiran seorang penulis menggores pena menguntai indah hikmah hidup, semuanya dilalui dengan perjuangan dan pengorbanan disertai kegigihan berlatih tak kenal lelah diiringi kesabaran menunggu "menetas"-nya diri menjadi "angsa emas".
Dengan mengenali diri sendiri secara tepat dan menghargai potensi serta kemampuan yg dimiliki tidaklah "bermimpi" jika suatu saat ada perubahan dahsyat hasil dari ketekunan dan kesabaran. Yakinkan pada diri bahwa potensi yg kita punya adalah sebuah harta emas yg harus terus dirawat, diuji, ditempa sehingga melahirkan pribadi cemerlang bersinergi.
Sobat, asahlah terus talenta diri agar menjelma menjadi pribadi keemasan. Berkilau, berpendar-pendar memberi manfaat kepada sesama.
Selamat berjuang sahabatku, ...menemukan "angsa emas" diri.
Wassalaamu'alaikum wr wb.
KETIKA KITA HARUS BERPISAH
alhikmah.com - Setiap hari kita selalu merasakan pertemuan dan perpisahan. Bertemu dengan keluarga, tetangga, rekan kerja, maupun dengan orang-orang yang belum kita kenal sebelumnya. Pertemuan rutin ini, diakhiri dengan perpisahan rutin pula. Dalam keluarga misalnya, dengan masing-masing aktifitas yang berbeda antar anggota keluarga, ada saatnya mereka pergi keluar rumah dengan tempat tujuan berbeda yang mengharuskan mereka harus berpisah. Setelah itu mereka bertemu dalam kumpulan keluarga kembali.
Begitulah perpisahan antar anggota keluarga selalu kita rasakan setiap kala. Demikian pula halnya dengan rekan kerja, setiap hari kita merasakan pertemuan dan perpisahan itu, pagi dan senja.
Berpisah memang merupakan satu yang pasti dialami oleh setiap manusia yang pernah bertemu. Bagai dua kutub berlawanan, pertemuan mengharuskan adanya perpisahan maupun sebailknya.
Pada dasarnya ketika seseorang saling bertemu baik secara individu maupun kolektif, maka ketika itu mereka mesti menyadari sejak awal bahwa mereka akan berpisah entah kapan, baik untuk sementara maupun selamanya sepapahit apapun dirasa.
Berpisah bisa secara rutin, untuk jangka waktu dekat, bisa juga untuk jangka waktu yang cukup lama bahkan bisa jadi perpisahan selamanya. Illustrasi di atas adalah contoh jenis perpisahan yang pertama yakni perpisahan rutin atau berkala. Perpisahan dalam waktu yang cukup lama misalnya perpisahan seseorang dengan rekan studi setelah kelulusannya, perpisahan antar rekan kerja setelah keluarnya, dan lain sebagainya.
Perpisahan untuk jangka waktu yang lama misalnya ketika seseorang maninggalkan kita berpindah menuju alam barunya (alam qubur –red). Perpisahan untuk jangka waktu selamanya adalah perpisahan hakiki antara kebenaran dan kebathilan, antara keimanan dan kekufuran, antara tauhid dan syirik. Secara hakiki, keduanya tidak mungkin bertemu untuk selamanya. Sebab, keduanya adalah perpisahan antara kebahagiaan dan kesedihan.
Keadaan ini menuntut pelakunya berpisah untuk selamanya. Di akhirat kelak, mereka juga tidak pernah bertemu lagi kecuali dialog-dialog singkat kesenangan dan penyesalan antara penghuni surga dan neraka. Alloh SWT menggambarkan dialog singkat itu, di antaranya:
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): 'Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami janjikan kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?' Mereka (penduduk neraka) menjawab: 'Betul'. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: 'Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang lalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat.'
Penghuni neraka menyeru penghuni surga: 'Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizekikan Allah kepadamu'. Mereka (penghuni surga) menjawab: 'Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka'. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
**
Secara psikologis, semakin lama seseorang bertemu, semakin lama pula ia merasakan kenangan; kenangan manis maupun sebaliknya. Intensitas interaksi antar mereka juga menentukan kenangan ini.
Saya berharap kita tidak pernah berpisah dalam menghamba kepada-Nya, sehingga pada saatnya nanti ketika –secara fisik-- perpisahan itu harus kita lalui, namun hati tetap bersatu dan bertemu dalam cinta-Nya. Jika sebelumnya kita mengenal pertemuan mengharuskan perpisahan, ketahuilah sesungguhnya dalam cinta dan kasih-Nya kita tidak pernah mengenal perpisahan itu
PEMATUNG RAJA
alhikmah.com - Suatu ketika hidup seorang pematung. Ia bekerja untuk seorang raja yang wilayah kekuasaannya begitu luas. Hal itu membuat siapapun yang mengenalnya menaruh hormat. Si pematung sudah lama bekerja untuk raja. Tugasnya membuat patung untuk menghiasi taman-taman istana. Karena itulah dia menjadi pematung kepercayaan raja. Banyak raja-raja sahabat mengagumi keindahan pahatan patung-patung yang menghiasi taman istana raja.
Suatu hari sang raja punya rencana besar. Ia ingin membuat patung keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya. Jumlahnya cukup banyak ada 100 buah. Patung keluarga raja akan diletakan ditengah taman istana, sementara patung prajurit dan tamu akan menempati keliling taman. Baginda ingin patung prajurit itu tampak sedang melindunginya.
Si pematung pun bekerja siang malam. Beberapa bulan kemudian tugas itu hampir selesai. Sang raja datang memeriksa.
“Bagus. Bagus sekali,” ujar sang raja. “Sebelum aku lupa, buatlah juga patung dirimu sendiri untuk melengkapi monumen ini.”
Mendengar perintah itu, si pematung kembali bekerja. Setelah bebepa lama, ia pun menyelesaikan patung dirinya. Sayang pahatannya tidak halus, sisi-sisinya kasar.tak dipoles dengan rapi. Ia pikir untuk apa membuat patung yang bagus kalau hanya untuk diletakkan diluar taman. “Patung itu hanya lebih sering terkena hujan dan panas,”. Ucapan dalam hatinya, “pasti akan cepat rusak”.
Waktu yang diminta pun usai. Sang raja datang untuk melihat hasil pekerjaan si pematung. Ia puas. Namun, ada satu hal kecil yang menarik perhatiannya.
“Mengapa patung dirimu tidak sehalus patung diri ku? Padahal, aku ingin sekali meletakan patung dirimu didekat patungku. Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya dan menempatkanmu bersama patung prajurit yang lain di depan sana”.
Menyesal dengan perbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Terkena panas dan hujan seperti yang harapan yang dimilikinya.
****
Teman, seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apa kita bercermin pada diri kita? Bagaiman kita menempatkan kebaganggan atas diri kita? Ada kalanya kita pesimistis dengan dirinya sendiri. Kita kerap memandang kemulian yang kita miliki. Tapi, maukah kita dimasukan keposisi yang lebih rendah itu?
Saya percaya tak ada yang seorang mengendaki dirinya masuk ke gologan para pesimis. Kita lebih suka menjadi orang yang punya nilai lebih. Sebab, Allah menciptakan kita tidak dengan main-main. Allah SWT menciptakan kita sebagai mahluk yang mulia dan sempurna.
Teman, sungguh kita sedang memahat patung kita saat ini. Patung yang seperti apa yang kita buat? Yang kasar atau yang indah dan memancarkan kemulian-Nya? Ketahuilah, patung beniliai mahal yang menjadi hiasan terindah dan bukan patung murah yang layak diletakan ditempat utama.
Jadi, pahatlah dengan halus agar kita bisa ditempatkan ditempat yang terbaik di sisi-Nya. Poleslah setiap sisinya dengan kearifan budi dan kebijakan hati agar memancarkan keindahan, susuri setiap lekuknya dengan kesabaran dan keikhlasan. Pahatan yang kita torehkan saat ini akan menentukan tempat kita diakhirat kelak. Begitulah patung diri anda dengan indah! (SAKSI -edisi no. 8 tahun IV 2002)
PERMUDAHLAH JGN MEMPERSULIT
alhikmah.com - Pada suatu hari ada tiga orang sahabat yang mendatangi rumah istri Nabi saw menanyakan ibadah yang dilakukan oleh Nabi saw. Ketika mereka diberitahukan mengenai hal itu, seakan-akan mereka menganggap sedikit apa yang telah mereka lakukan, sambil berkata, 'Di mana posisi kita dari Nabi saw, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang?'
Salah seorang di antara mereka berkata, 'Oleh karena itu saya akan melakukan shalat malam selamanya.' Orang yang kedua pun berkata, 'Aku akan berpuasa selamanya dan tidak akan meninggalkannya.' Orang yang ketiga berkata, 'Sedangkan aku akan mengucilkan diri dari wanita dan tidak akan kawin selama-lamanya.' Kemudian Rasulullah saw datang kepada mereka sambil berkata, 'Kalian semua telah mengatakan begini dan begitu. Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, aku mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia tidak termasuk golonganku.'
Kisah diatas memberikan pelajaran kepada kita betapa Rosulullah saw sangat memberikan perhatian terhadap permasalahan para sahabatnya dan sangat menekankan pada kemudahan dalam segala urusan bahkan mengancam dengan ancaman yang sangat berat yaitu tidak termasuk umat beliau yang berarti tidak berhak mendapatkan syafaat dari Rosulullah saw pada hari kiamat kelak. Dalam sebuah hadits Rosulullah saw berpesan kepada umatnya, 'Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah sesuatu yang menggembirakan dan jangan membuat mereka lari.' Di lain riwayat, 'Sesungguhnya agama ini mudah, dan orang yang mengambil yang berat- berat dari agama ini pasti akan dikalahkan olehnya'.
Ambillah tindakan yang benar, dekatkan diri kepada Allah, berilah kabar gembira, dan mohonlah pertolongan kepada-Nya pada pagi dan petang hari, dan juga pada akhir malam.' Bahkan Rosulullah saw sangat mengecam orang-orang yang berlebihan, 'Celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan itu (al-mutanaththi'un).' Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali.
DR Yusuf Qordowy mengomentari kata al-mutanaththi'un, 'Yang dimaksudkan dengan orang-orang yang berlebih-lebihan (al-mutanaththi'un) ialah orang-orang yang mengambil tindakan keras dan berat, tetapi tidak pada tempatnya.' Bila kita melihat realita kehidupan di era ini banyak terjadi penafsiran-penafsiran yang menyimpang terhadap ajaran Islam. Di satu sisi segolongan muslimin ghulu (berlebihan) dalam ajarannya dan segolongan lainnya taqsir (memudah-mudahan dalam hukumnya bahkan mengurangi dan menghapuskannya). Dua karakteristik ini (ghulu dan taqsir) merupakan penyakit kronis yang menimpa umat ini yang membutuhkan terapi khusus sehingga mereka bisa meletakan sesuatu permasalahan pada termpatnya. Oleh karena itu posisikan diri kita pada posisi yang wasathon (pertengahan) sebagaimana yang Allah pesankan kepada kita, ' Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang pertengahan (adil dan terbaik) ... ' (QS. 2:143).
Umat yang tidak memudah-mudahkan urusan yang mengakibatkan pelanggaran terhadap syariat dan tidak mempersulit permasahan yang mengakibatkan umat lari dari ajaran Islam karena memandang Islam itu sulit dan sangat berat. Janganlah kita mengulangi perjalanan umat terdahulu seperti Yahudi yang sangat taqsir dan Nasrani yang ghulu di dalam ajarannya sehingga banyak terjadi penyimpangan-peyimpangan dalam penerapan ajaran mereka. Terakhir, marilah kita motivasi diri ini untuk menumbuhkan sifat adil dan moderat dalam segala perkara sebagaimana Rosulullah contohkan sebagai suri tauladan kepada umatnya dalam segala permasalahan. 'Aisyah berkata, 'Rasulullah saw tidak diberi pilihan terhadap dua perkara kecuali dia mengambil yang paling mudah di antara keduanya selama hal itu tidak berdosa. Jika hal itu termasuk dosa maka ia adalah orang yang paling awal menjauhinya.''
Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'. (QS. 2:286)
Wallahu a'lam bish showab
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur.
Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu."Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran, membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh saw?
pahala sepotong Roti Oleh: PakTani
Lintau.com Menjelang wafatnya, Abu Burdah bin Musa al-Asy'ari pernah bercerita, “Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah pada Allah. Hampir tujuh puluh tahun ia beribadah, dan tak pernah melakukan dosa sedikitpun. Tempat ibadahnya tak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan.
Suatu hari, dia digoda seorang wanita sehingga terperosok ke dalam bujuk rayunya dan bergelimang dalam dosa selama tujuh hari. Ia melakukan dosa besar, yaitu berzina.Begitu menyadari perbuatannya, laki-laki itu buru-buru bertaubat. Ia segera meninggalkan tempat ibadahnya, dan melangkahkan kakinya, pergi mengembara sambil melakukan kebaikan sebagai tanda taubatnya.Dalam pengembaraannya itu ia tiba di sebuah gubuk. Di dalamnya terdapat dua belas fakir miskin. Laki-laki itu, menumpang bermalam. Ia tidur bersama mereka.Ternyata, di samping kedai tersebut hidup seorang hamba Allah yang tekun beribadah. Setiap hari, ia selalu mengirimkan beberapa potong roti untuk fakir miskin yang menginap di pondok itu. Mereka masing-masing mendapat sepotong roti.Keesokan paginya, seperti biasa, hamba Allah tersebut mendatangi gubuk dan membagikan kepada setiap fakir miskin sepotong roti. Laki-laki yang baru saja bertaubat itu pun mendapat bagian karena disangka orang miskin juga. Selesai membagikan roti, hamba Allah itu kaget karena salah seorang dari mereka belum mendapat bagian. “Mengapa engkau tidak memberiku?” tanya sang fakir.Hamba Allah yang membagikan roti itu menjawab, “Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari sepotong roti." Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu memberikan jatahnya kepada orang yang tidak mendapat bagian tadi. Keesokan harinya, ia meninggal dunia. Di hadapan Allah, ditimbanglah amal ibadah yang pernah ia lakukan, antara waktu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadah yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Namun, ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan pahala sepotong roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sepotong roti itu dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu.
Konfrensi Setan Oleh: orion
Lintau.Com - Setan mengadakan konfensi iblis, sayitan dan jin Dalam pembukaannya konferensi tsb dikatakannya: "Kita tidak dapat melarang kaum muslim ke Mesjid", "Kita tidak dapat melarang mereka membaca Al-Qur'an dan mencari kebenaran"
Bahkan kita tidak dapat melarang mereka mendekatkan diri dengan Tuhan mereka, Allah dan pembawa risalahNya Muhammad", "Pada saat mereka melakukan hubungan dengan Allah, maka kekuatan kita akan lumpuh.""Oleh sebab itu, biarkanlah mereka pergi ke Masjid; biarkan mereka tetap melakukan kesukaan mereka, TETAPI CURI WAKTU MEREKA, sehingga mereka tidak lagi punya waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah"."Inilah yang akan kita lakukan," kata iblis. Alihkan perhatian mereka dari usaha meningkatkan kedekatannya kepada Allah dan awasi terus kegiatannya sepanjang hari!" "Bagaimana kami melakukannya?" tanya para hadirin yaitu iblis, syaitan, dan jin. Sibukkan mereka dengan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan mereka,dan ciptakan tipudaya untuk menyibukkan fikiran mereka," jawab sang iblis"Rayu mereka agar suka BELANJA, BELANJA DAN BELANJA SERTA BERHUTANG, BERHUTANG DAN BERHUTANG"."Bujuk para istri untuk bekerja diluar rumah sepanjang hari dan para suami bekerja 6 sampai 7 hari dalam seminggu, 10 - 12 jam seminggu, sehingga mereka merasa bahwa hidup ini sangat kosong.""Jangan biarkan mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka." "Jika keluarga mereka mulai tidak harmonis, maka mereka akan merasa bahwa rumah bukanlah tempat mereka melepaskan lelah sepulang dari bekerja". "Dorong terus cara berfikir seperti itu sehingga mereka tidakmerasa ada ketenangan dirumah.""Pikat mereka untuk membunyikan radio atau kaset selama mereka berkendaraan". "Dorong mereka untuk menyetel TV, VCD, CD dan PC dirumah sepanjang hari. Bunyikan musik terus menerus disemua restoran maupun toko2 didunia ini. "Hal ini akan mempengaruhi fikiran mereka dan merusak hubungan mereka dengan Allah dan RasulNya""Penuhi meja-meja rumah mereka dengan majalah-majalah dan tabloid". "Cekoki mereka dengan berbagai berita dan gosip selama 24 jam sehari". "Serang mereka dengan berbagai iklan-iklan dijalanan". "Banjiri kotak surat mereka dengan informasi tak berguna, katalog-katalog, undian-undian, tawaran-tawaran dari berbagai macam iklan."Muat gambaran wanita yang cantik itu adalah yang langsing dan berkulit mulus dimajalah dan TV, untuk menggiring para suami berfikir bahwa PENAMPILAN itu menjadi unsur terpenting, sehingga membuat para suami tidak tertarik lagi pada istri-istri mereka" "Buatlah para istri menjadi sangat letih pada malam hari, buatlah mereka sering sakit kepala". "Jika para istri tidak memberikan cinta yang diinginkan sang suami, maka akan mulai mencari diluaran" "Hal inilah yang akan mempercepat retaknya sebuah keluarga""Terbitkan buku-buku cerita untuk mengalihkan kesempatan mereka untuk mengajarkan anak-anak mereka akan makna shalat." "Sibukkan mereka sehingga tidak lagi punya waktu untuk mengkajibagaimana Allah menciptakan alam semesta. Arahkan mereka ketempat-tempat hiburan, fitness,pertandingan-pertandingan, konser musik dan bioskop."Buatlah mereka menjadi SIBUK, SIBUK DAN SIBUK.""Perhatikan, jika mereka jumpa dengan orang shaleh,bisikkan Gosip-gosip dan percakapan tidak berarti, sehingga percakapan mereka tidak Berdampak apa-apa. "Isi kehidupan mereka dengan keindahan-keindahan semu yang akan membuat mereka tidak punya waktu untuk mengkaji kebesaran Allah." "Dan dengan segera mereka akan merasa bahwa keberhasilan, kebaikan/kesehatan keluarga adalah merupakan hasil usahanya yang kuat (bukan atas izin Allah).""PASTI BERHASIL, PASRI BERHASIL." "RENCANA YANG BAGUS."Iblis, syaitan dan jin kemudian pergi dengan penuh semangat melakukan tugas "MEMBUAT MUSLIMS MENJADI LEBIH SIBUK, LEBIH KALANG KABUT,DAN SENANG HURA-HURA". Dan hanya menyisakan sedikit saja waktu buat Allah sang Pencipta." "Tidak lagi punya waktu untuk bersilaturahmi dansaling mengingatkan Akan Allah dan RasulNya".Sekarang pertanyaannya adalah, "APAKAH RENCANA IBLIS INI AKAN BERHASIL???""ANDALAH YANG MENENTUKAN!!!"
PERENUNGAN YANG DALAM
alhikmah.com - Kelebihan manusia di antara makhluk lainnya adalah kemampuan untuk merenung, yaitu berpikir secara radikal (radix = akar) mendasar. Sehingga dia menemukan sebuah pertanyaan abadi yang akan menggiring dirinnya kepada sikap arif dan kebijaksanaan ( the man of wisdom). Dia belajar mempertanyakan dirinya dalam berbagai hubungan yang mencakup dimensi waktu, dimensi social, dimensi peran, sampai pada dimensi spiritual. Dia mempertanyakan tujuan dari semua ini. Seluruh perbuatan, pencapaian, dan peran yang dimainkannya itu, akhirnya untuk diabdikan kepada siapa? Betapa berharganya nilai perenungan, sehingga Rasulullah saw bersabda,“Berpikir sesaat sama nilainya dengan ibadah setahun”
Merenung berarti melakukan konsentrasi untuk memikirkan seluruh pengaruh dunia luar,memilih lalu membuat kesimpulan dalam rangka mendapatkan sebuah kepastian untuk melangkah kedepan. Inilah yang kita maksudkan dengan makrifat, yaitu mengenal jati diri dalam perjalanan kesementaraan untuk meraih hakikat hidup yang sejati, kebahagiaan akhirat.
Mengenal siapa aku untuk mendapatkan iffah dan zauq ‘ kesucian diri dan getaran rasa ‘yang mendorong seorang hamba mendayagunakan potensi dunia yang fana untuk meraih kebahagiaan hakiki yang kekal.
Dalam perenungan itu ia aktualisasikan potensi fu’ad-nya, yaitu untuk menagkap segala fenomena kejadian alam semesta dengan segala isinya. Dawai qalbunya sangat sensitif lalu mengetarkan potensi fu’ad yang kedua yaitu nazhar dan sam’a penglihatan dan pendengarannya,sehingga mata batinnya melihat hakikat ciptaan-Nya dan membimbing dirinya untuk mengingat Sang Kekasih Rabbul alamin, “ Orang - orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring. Mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.”( Ali Imran : 191)
Ia sangat menyadari bahwa sebagai makhluk, ia tidak mungkin menangkap dan memperoleh gambaran utuh dari zat Sang Khalik. Bagi dirinya, Allah adalah sesuatu yang dia rasakan, walau sangat sulit untuk dikatakan. Ia tidak mungkin mengartikulasikan perasaannya secara utuh, seakan seluruh kata menjadi lumpuh.
Karena walaupun jutaan untaian kata dan kalimat ia presentasikan, tetap saja tidak mewakili gambaran Allah yang sebenarnya. Mana mungkin Allah yang tidak terjangkau dan tidak setara dengan apapun, dapat dipresentasikan menurut akal pikiran manusia yang terbatas. Allah adalah sesuatu yang Maha gaib, walaupun ia tetap merasakannya melalui pengalaman galbunya. Kalau sang qalbu merefleksikannya dalam bentuk pernyataan, ia mengakui bahwa pernyataannya itu hanyalah percikan dari sifat dirinya yang fana.
Menyadari keterbatasannya, ia menyerahkan dirinya kepada otoritas Nabi Muhammad al-Musthafa yang menjadi wujut iradah Allah melalui Al – Qur’an dan teladan akhlak beliau ( uswatun hasanah). Dengan berpandu dan berpihak kepada Allah dan Rasulullah, ia merasakan kedamaian dan kefanaannya. Keberpihakan kepada Allah adalah gambaran kemerdekaan dirinnya dan sekaligus terbelenggu oleh misinnya sebagai seorang pembawa rahmat bagi alam semesta.
Ketika saya ditanya seorang santri tentang sia-sianya orang yang percaya kepada Tuhan bila ternyata setelah manusia mati tidak ada Tuhan dan akhirat serta hari pengadilan, maka untuk menjawab pertanyaan itu saya mencoba mencari jawaban yang simplistis bahwa seorang muslim tidak pernah merugi jika ternyata benar asumsi kaum ateis tersebut, kita tidak kehilangan apapun. Tetapi bila benar keyakinan seorang muslim akan hari akhirat dan janji Allah, niscaya orang – orang ateis tersebutlah yang rugi. Begitu juga perihal pertanyaan sekitar pengingkaran kaum Nasrani terhadap kenabian Muhammad SAW. Seorang muslim tetap tidak akan rugi seandainya ternyata benar asumsi kaum Nasrani tersebut. Bukankah seorang muslim mempercayai kenabian Isa a.s ? Tetapi sebaliknya, bila ternyata benarlah keyakinan kaum muslimin bahwa Nabi Muhammad adalah khataman nabiyyin wal mursaliin ‘penutup para nabi dan utusan Allah
Inilah Kita, Siapa dan Mana Mereka?
Alhikmah.com- “Sesungguhnya Tuhan Kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,Lalu Dia bersemayam di atas Arsy.Dia menutupkan malam kepada Siang yang mengikutinya dengan cepat, (diciptakannya pula) matahari,bulan dan bintang-bintang tunduk pada perintahNya.Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.Maha suci Allah,Tuhan Alam Semesta. Berdoalah kepada TuhanMu dengan berendah diri dan suara yang lembut.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.Dan janganlah kamu membuat kerusakan di Muka bumi dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.( Q.S 7 AL-A’RAAF: 54-56)
Alhamdulillah segenap pujian hanya bagi Allah. Menciptakan jalan-jalan kebaikan dan keburukan dalam diri manusia. Tergantung dari manusia itu sendiri yang akan memilihnya. Sesungguhnya Allah melawan keganasan suatu kaum dengan kekuatan kaum yang lainnya agar Allah dapat membasmi kekuatan perusak dan memilih hambaNya yang ia cintai sebagai syuhada. Syuhada yang merupakan suatu gelar yang sangat kita dambakan.Insya Allah.
Kerinduan yang amat bersengatan kami rasakan kepada Baginda yang mulia Muhammad Saw. Shalawat dan salam bagimu Manusia pilihan, Hamba yang mulia dan orang yang paling istiqomah memperjuangkan kebenaran Ilahi. Ya Allah karuniakanlah kami keistiqomahan dan tsabat serta tajarrud dalam jihad, rasa Ukhuwah dan Tsiqah antar sesama kami. Dalam menapaki jalan perjuangan yang semakin menanjak ini.Amien.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Dikala sepi dan sesak dada melanda saya sering mendendangkan bait nasyid ini : “Disinilah kita merencah dan bertindak/ Memerah pikiran dan melerai masalah/ Namun kita tetap manusia/ tenaga kita tak kemana / Pikiran kita ada batasannya /Tindakan kita ada sempadannya.” Ayat Al-Qur’an diatas adalah salah satu ayat Allah yang sering membuat saya tertegun saat melewatinya dalam tilawah. Ayat ini mengharuskan saya untuk menangis atau sekedar meneteskan setetes air mata dan melantunkan doa untuk senantiasa istiqomah di jalan dakwah ini.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Allahlah yang menciptakan kita, Dialah yang berhak memerintahkan kita dan kita wajib tunduk kepadaNya. Hanya harapan dan ketakutan kita harus selalu kita jaga agar segala aktivitas kita diterima Allah dan diridhaiNya. Rasa harap dan cemas. Khauf dan Raja’. Harus senantiasa kita pelihara dalam jiwa hamba yang mendamba kasih RabbNya. Namun mengapa terkadang kita masih membuat kerusakan di muka bumi ini ? Mengapa kita mengaku orang yang berbuat kebaikan dan perbaikan, terkadang kita lah perusak yang sebenarnya? Maka sekali lagi harap dan cemas kepada Allah adalah rasa yang harus kita pelihara dalam membangkitkan kembali Islam ini sebagaimana adanya.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! “Disinilah kita berpikir dan bekerja/ Namun kita tetap lemah/hanya bersandar pada Allah.” Hanya Allahlah yang menjadi tempat kita mengadu, penolong teman, sahabat dan peneguh perjuangan ini. Kalau kita lemah Allahlah yang akan menguatkan. Kalau kita sakit Allahlah yang akan menyembuhkan. Kalau kita terluka Allahlah yang akan meyembuhkan. Saya teringat Syair Saddam Hussein saat Irak diserang, “ Maka hanya dengan Doa/ semua luka itu akan kembali sembuh.” Maka dikala semua yang telah kita usahakan terasa mengalami kegagalan marilah kita diam sejenak memohon ampunan Allah dan meminta kepadanya dengan Khauf dan Raja’.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! “Kita pastinya tak akan gagal/ Selagi kita terasa lemah/ selama kita tunduk dan menyerah/ Pada kehendak dan kudratNya” Apapun yang kita dapatkan dalam perjuangan ini adalah kemenangan. Dengan belum berhasilnya suatu amanah maka kita dapat instropeksi diri bahwa ada cara lain yang harus kita pikirkan agar apa yang kita cita-citakan tersebut dapat menemui keberhasilan. Ini bukanlah kata-kata justifikasi untuk sebuah kesuksesan yang kita dambakan. Ungkapan ini hanya berlaku apabila kita telah mengerahkan semua tenaga kita. Namun kesuksesan itu tetap juga belum kita dapatkan. Pernyataan diatas tidak berlaku bagi yang belum mengeluarkan usaha yang optimal untuk sebuah kesuksesan tersebut.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Inilah kita yang takut akan kemaksiatan kita akan membawa pada kemurkaan Allah. Selalu mengharap agar Allah memberikan keridhaannya kepada kita. Tanpa itu semua kehidupan ini akan terasa hampa. Tanpa itu semua kita sesungguhnya kita hanya hamba yang tidak tahu apa-apa. Hanya lantunan doa yang penuh dengan rasa khauf dan raja’ menjadi kekuatan kita. Sesungguhnya doa adalah kekuatan mukmin yang paling dahsyat. Marilah kita bersama berdoa agar kita bisa istiqomah dalam jalan ini. Ikut dalam barisan para mujahidin walaupun hanya pada barisan yang terakhir.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Saya ingat sekali syair Umar ibnu Khatab yang menggambarkan keistiqomahannya dalam berjuang. Coba kita pahami dan renungi semangat yang mendalam ini, “ Jika ada seribu pejuang, maka Aku salah satunya!/ Jika ada seratus pejuang maka Aku salah satunya!/ Jika ada sepuluh pejuang maka Aku salah satunya!/ Jika hanya ada satu pejuang maka itulah Aku!!” Sanggupkah kita berkata seperti itu saat ini? Disaat kita mencoba memperjuangkan kebenaran. Namun kita mendapati realitas di lapangan tidak ada lagi yang mau memperjuangkan kebenaran tersebut. Mereka yang notabene Saudara kita malah selalu mendompleng kita dari dalam. Selain itu, kita mendapat perlawanan yang kuat dari musuh kita yang di luar. Kita sangat merindukan persatuan dan kesatuan itu terwujud. Kita sebenarnya tidak peduli siapa yang akan berada di depan. Kita tidak peduli itu semua. Namun nampaknya harapan itu masih jauh untuk ukuran sekarang ini.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah!Isbir ya akhi wa ukhti semua, tetaplah tegar menjaga diri kita tetap dalam barisan ini. Mengajak saudara-saudara kita yang lain untuk bergabung dalam kafilah ini..Afwan atas segala apa yang saya lakukan selama ini kepada antum semua.Karena tidak semua antum dapat saya perhatikan dan carikan solusi permasalahannya..Afwan sekali lagi. Jazakallah atas segala yang antum lakukan selama ini.Tetaplah tegar karena antum beruntung sebagai orang yang dipilih Allah dalam jalan dakwah ini.Jalan yang tidak banyak orang yang merasakan nikmatnya, do’akan saya juga.Tidak banyak orang yang dipilih Allah untuk mengemban tugas suci ini.
Akhi wa Ukhti Fillah Mujahid fidDakwah! Inilah kita yang senantiasa mempunyai tekad untuk memperjuangkan kebenaran Al-Islam. Inilah kita yang telah menetapkan tujuan kita adalah Allah. Inilah kita yang menetapkan teladan kita adalah Rasulullah.Inilah kita yang telah meneguhkan bahwa hanya Al-quran undang-undang kita.Inilah kita yang telah menegaskan jihad jalan perjuangan dan Syahid di jalan Allah sebagai cita-cita tertinggi kita. Inilah kita. Maka marilah sekarang kita bertanya, mana dan siapa mereka? Apa yang kalian perjuangkan? Wallahu’alam
EPISODE CINTA
alhikmah.com - Cinta adalah karunia Allah. Bahkan Allah menciptakan alam semesta ini karena cintaNya. Karenanya alam dan dunia ini adalah lautan cinta. Kekuatannya mampu meluluh lantahkan arogansi diri dan kerendahan materi. Maka bukan tanpa alasan seorang Saini KM menuliskan bait-bait terakhirnya dalam puisi Burung Hijau :
Saat kamu tengadah dan dengan tersipu berkata: / 'Memang, yang terbaik dari diri kita layak disatukan.' / Saya pun mabuk karena manis buah berkah, dan melihat: / Malaikat menghapus batas antara dunia dan akhirat.
Ibnu Qoyyim Al jauziyah pernah berkata tentang arti sebuah cinta : 'Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.
Kenyataannya, sejarah Islam mencatat kisah-kisah cinta manusia-manusia langit dengan tinta emas dalam lembaran-lembaran sejarah peradaban. Sebuah sejarah yang mengartikan cinta bukanlah utopia dan angan-angan kosong belaka dalam sebuah potret realita.
Tak apalah meregang nyawa bagi seorang Hisyam bin ‘Ash takkala mendengar seorang saudaranya merintih kehausan dalam peperangan Yarmuk, memberikan air miliknya sementara bibir bejana hampir menyentuh bibirnya. Atau indahnya ungkapan yang diberikan seorang sahabat yang mencintai sahabatnya karena Rabb-Nya. Atau seorang Rasul yang memanggil umatnya takkala sakaratul maut menyapa dirinya.
Teringat episode cantik dalam sejarah seorang wanita yang rela menukar cinta dan hatinya dengan Islam sebagai maharnya. Takkala Rumaisha binti Milhan dengan suara lantang menjawab pinangan Abu Tholhah, seorang terpandang, kaya raya, dermawan dan ksatria 'Kusaksikan kepada anda, hai Abu Tholhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul Nya, sesungguhyna jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !' Akhirnya tinta emas sejarah mencatatnya sebagai seorang ummu Sulaim yang mendidik anaknya, Anas bin Malik dan dirinya sebagai perawi hadits Rasulullah sementara suaminya menjadi mujahid dalam sejarah Islam.
Melagu hati Sayyid Qutb dalam nada angan akan sebuah keinginan. Lompatan jiwanya melebihi energi yang ada. Baginya kehidupan dunia bukanlah segalanya. Ia belokkan gelora yang ada hanya pada pencipta-Nya yang dengannya syahid menjadi pilihan hidupnya. Tiada mengapa tanpa wanita.
Gejolak gelora percintaan Rabiah dengan Rabbnya mengajarkan keikhlasan akan sebuah arti penghambaan. Tak sanggup rasanya mengikutinya yang mengharap Ridho-Nya sekalipun neraka menjadi pilihan akhir tempat tinggalnya.
Lain pula kisah sang Kekasih Allah, Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam. Sebuah kisah yang menggoreskan samudra hikmah kehidupan bagi manusia yang mengedepankan ketundukan dan kepasrahan yang terbalut cinta daripada darah daging sendiri untuk menjadi persembahan.
Adakah cinta yang masih ada di hati kita menyamai atau bahkan melebihi cinta mereka terhadap apa yang mereka cintai ? Jika tidak, lantas apa yang membuat kita membusungkan dada dan mengklaim sebagai pecinta sejati hanya lantaran bunga-bunga kata tanpa makna realita yang kita lontarkan ? Diri kita seringkali mencari pembenaran (apologi) atas ketidak mampuan dan ketidak berdayaan dalam mengakui segala kelemahan yang kita miliki. Jika cinta yang mereka hadirkan dapat begitu mempesona bukan hanya karena mereka para sahabat dan shabiyah atau para Nabi dan Rasul. Perlu diingat, mereka juga adalah manusia yang mempunyai keinginan dan kecenderungan sebagaimana manusia biasa. Artinya kecintaan mereka dapat kita duplikasikan pada diri kita. Lihatlah bagaimana sejarah kembali mencatat arti sebuah cinta anak manusia dalam akhir hayatnya, sebuah cinta yang dihadirkan oleh mujaddid akhir zaman, Hasan Al Banna yang mendahulukan iparnya Abdul Karim Mansur untuk diberi pertolongan justru pada saat tujuh peluru masih bersarang ditubuhnya……
Ibnu Taimiyah berkata,'Mencintai apa yang dicintai kekasih adalah kesempurnaan dari cinta pada kekasih.' Teori ini bukanlah teori belaka. Teori ini merupakan sebuah konsekuensi logis dan sebuah keniscayaan dari sebuah cinta. Segala daya dan upaya ‘kan menjadi tak berharga jika ia dapat menjadi serupa. Hal ini berlaku kebalikannya. Membenci apa saja yang dibenci kekasih adalah kesempurnaan dari cinta pada kekasih. Amboi, indahnya jika semua itu dilandasi atas kecintaan kepada Rabb-Nya. Dan menundukkan kecintaan lainnya karena ia hanyalah kenikmatan sesaat.
Sesungguhnya siapakah kita ini kekasihku? / Hanya setitik debu melekat di bintang mati. / Menggeliat sejenak karena embun dan matahari: / Hanya sedetik dalam hitungan tahun cahaya.(SAINI KM)
Jika saja Sapardi mengungkapkan kekuatan keinginan cintanya dengan bait-baitnya : AKU INGIN, / Aku ingin mencintaimu dengan sederhana / dengan kata yang tak sempat diucapkan / kayu kepada api yang menjadikannya abu / Aku ingin mencintaimu dengan sederhana / dengan isyarat yang tak sempat disampaikan / awan kepada hujan yang menjadikannya tiada (Spardi Dj. D), maka Islam men
gajarkan indahnya cinta dalam untaian do’a :
' Ya Alloh, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu. Telah berjumpa dalam taat pada-Mu. Telah bersatu dalam da'wah pada-Mu. Telah terpadu dalam membela syari'at-Mu. Kokohkanlah, Ya Allah ikatannya, kekalkan cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal pada-Mu. Nyalakanlah hati kami dengan ma'rifat kepada-Mu. Matikanlah ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong….
Wallohu a’alam.
ANGSA EMAS
alhikmah.com - Di sebuah pedesaan, setelah musim panen padi selesai, jerami berserakan di pematang sawah. Seekor ibu itik duduk mengerami telur-telur itik di atas jerami ditepian sawah di dekat parit, sabar menunggu, menjaga sampai telur-telurnya menetas.
Akhirnya, saat yang ditunggu tiba ketika ada gerakan dibawah sayapnya. Satu per satu telur-telurnya menetas dan muncul anak-anak itik berbulu halus lembut. Ada satu telur yg lebih besar dari lainnya yg belum menetas. Sang ibu itik duduk mengerami kembali.
Beberapa hari kemudian terdengar ketukan halus dan keluarlah dari kulit telur anak itik paling aneh berpenampilan buruk. Ibu Itik menggiring bayi itik ke parit mengajarkan pelajaran berenang tak terkecuali si itik buruk rupa. Dengan bangga diperhatikannya anak-anak itik bergembira hilir mudik di air. Terdengar cemooh dari keluarga itik lain yg muncul belakangan ditujukan pada si anak itik buruk rupa di barisan akhir. " Ia terlalu lama di dalam telur," Ibu itik menjelaskan. " Ia akan kuat dan tumbuh menjadi itik yg bagus."
Beberapa minggu berlalu, anak itik tumbuh menjadi itik dewasa. Namun anak itik buruk rupa tetap berbeda dengan yang lain. Semua itik di parit mematuk dan mengolok-oloknya serta menolak bermain dengannya. Anak itik buruk rupa merasa tertekan dan tak tahan lagi, diputuskan untuk pergi ke rawa-rawa diseberang desa. Ia sendiri dan bersembunyi di balik ilalang. Ketika musim hujan tiba ia kedinginan dan menderita.
Semua rintangan dilalui dengan tegar dan terus bertahan sampai ia merasa lebih baik dan mencoba untuk bermain ke sebuah dangau yg indah.
Dikepakan sayapnya, merasa lebih besar dan kuat sehingga tanpa sadar membuat hatinya senang dan berseri-seri di air. Ketika dari tempatnya melihat
segerombolan angsa meluncur gemulai ketengah dangau, anak itik merasa rendah diri kembali. Ketakutannya muncul kalau-kalau mereka akan mematuk seperti teman-teman itik dulu memperlakukannya.
"Ah, biarlah aku dipatuk angsa dari pada diganggu itik-itik, " lalu terus meluncur mengapung ketengah dangau. Seekor angsa indah berbulu mengkilap dengan paruh kuning keemasan menatap kearahnya. Ketika ia merentangkan sayapnya, angsa emas itu juga melakukan gerakan yang sama. Anak itik tersadar bahwa ia adalah seekor angsa emas. Gerombolan angsa mendekatinya dan mengucapkan selamat datang dengan paruh mereka. Beberapa anak desa mendekati dangau dan berseru, "Lihat ada angsa yang baru, ia lebih cantik keemasan daripada yang lain!".
Angsa muda cantik keemasan merasa malu dan menyembunyikan kepalanya di bawah sayapnya. "Aku tidak pernah bermimpi dengan kejadian gembira ini ketika masih menjadi itik buruk rupa"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sobat, jangan pernah merasa tertekan disaat diri ini di"cemooh" karena berbeda dengan sekeliling kita.
Jangan terus mengurung diri dalam sangkar yg gelap dan membuat lemah. Lihatlah diluar matahari memancarkan sinar hangatnya. Awan putih berarak-arak menemani bentangan langit biru. Cahaya rembulan berpendar-pendar menyingkap kepekatan malam. Kerlipan bintang bertaburan menghiasi angkasa malam raya. Sebuah lukisan tua maha indah yg ada sebelum kita ada. Kehadiran manusia di bumi pun menjadi warna-warni mempercantik lukisan agung dunia. Akankah kita sia-siakan hidup kita dalam kerendahan diri, kegelapan, kelemahan, keburukan dan kenistaan. Bangkitlah dan jadilah salah satu warna indah penghias lukisan agung dunia.
Sering kita terpesona dan terpukau melihat orang-orang yg sukses dan berhasil disekeliling kita, menjadikan idola bahkan berusaha mirip dalam segala hal dengan sang Idola. Tahukah sobat bahwa tanpa sadar keterpukauan itu telah menciptakan itik buruk rupa pada diri sendiri. Sehingga pribadi kita menjelma menjadi "aneh" bahkan tidak mengenalinya, karena dipaksakan menjadi pribadi orang lain. Hidup dalam ketidaktahuan, tidak pernah mengerti arti kebahagiaan dan keberhasilan sejati karena perasaan sendiri telah telanjur tumpul. Diri sendiri berperan memainkan peran orang lain.
Itik buruk rupa adalah sisi "gelap" kehidupan dimana kelemahan, keputusasaan, kemalasan, kerendahan diri, ketidakjujuran, kenistaan yang mengendap dalam diri dan angsa emas adalah sisi "terang" kehidupan tempat dimana bakat, kemampuan, potensi, kekuatan, kehormatan bersemayam dalam pribadi diri. Sisi gelap dan terang, dua-duanya ada dalam kepribadian seorang manusia lalu diberi kesempatan untuk memilih sisi mana
yg paling dominan menuntun perubahan dalam kehidupan selanjutnya.
Sobat, Allah memberikan talenta pada setiap insan.
Proses selanjutnya kerja keras dan ketekunan berlatih untuk mengasah talenta tersebut. Seseorang bisa sukses karena melewati proses kerja keras dan tekun berlatih disaat kita bermain menyia-yiakan waktu. Seseorang bisa berhasil setelah melalui rintangan dg ketegaran dan terus bertahan. Keberhasilan adalah sebuah proses panjang, bukan proses "instan".
Jangan pernah malu dan cepat kecewa dengan "kegagapan" dalam berproses. Adalah wajar bila orang yg sedang belajar mengalami kesulitan serta kegagapan, mencoba-coba dan bahkan merasa gagal. Pantang menyerah harus selalu didengungkan setiap waktu, tekat kuat harus terus ditanamkan dalam hati, proses belajar tak pernah usai, bukankah "setelah kesulitan itu ada kemudahan…yakinlah bahwa setelah kesulitan itu ada kemudahan".
Kepandaian seseorang bermain gitar sambil membaca puisi, kepiawaian seorang ustadz muda dg retorika yg mampu mengguncang kalbu, kemahiran seorang penulis menggores pena menguntai indah hikmah hidup, semuanya dilalui dengan perjuangan dan pengorbanan disertai kegigihan berlatih tak kenal lelah diiringi kesabaran menunggu "menetas"-nya diri menjadi "angsa emas".
Dengan mengenali diri sendiri secara tepat dan menghargai potensi serta kemampuan yg dimiliki tidaklah "bermimpi" jika suatu saat ada perubahan dahsyat hasil dari ketekunan dan kesabaran. Yakinkan pada diri bahwa potensi yg kita punya adalah sebuah harta emas yg harus terus dirawat, diuji, ditempa sehingga melahirkan pribadi cemerlang bersinergi.
Sobat, asahlah terus talenta diri agar menjelma menjadi pribadi keemasan. Berkilau, berpendar-pendar memberi manfaat kepada sesama.
Selamat berjuang sahabatku, ...menemukan "angsa emas" diri.
Wassalaamu'alaikum wr wb.
KETIKA KITA HARUS BERPISAH
alhikmah.com - Setiap hari kita selalu merasakan pertemuan dan perpisahan. Bertemu dengan keluarga, tetangga, rekan kerja, maupun dengan orang-orang yang belum kita kenal sebelumnya. Pertemuan rutin ini, diakhiri dengan perpisahan rutin pula. Dalam keluarga misalnya, dengan masing-masing aktifitas yang berbeda antar anggota keluarga, ada saatnya mereka pergi keluar rumah dengan tempat tujuan berbeda yang mengharuskan mereka harus berpisah. Setelah itu mereka bertemu dalam kumpulan keluarga kembali.
Begitulah perpisahan antar anggota keluarga selalu kita rasakan setiap kala. Demikian pula halnya dengan rekan kerja, setiap hari kita merasakan pertemuan dan perpisahan itu, pagi dan senja.
Berpisah memang merupakan satu yang pasti dialami oleh setiap manusia yang pernah bertemu. Bagai dua kutub berlawanan, pertemuan mengharuskan adanya perpisahan maupun sebailknya.
Pada dasarnya ketika seseorang saling bertemu baik secara individu maupun kolektif, maka ketika itu mereka mesti menyadari sejak awal bahwa mereka akan berpisah entah kapan, baik untuk sementara maupun selamanya sepapahit apapun dirasa.
Berpisah bisa secara rutin, untuk jangka waktu dekat, bisa juga untuk jangka waktu yang cukup lama bahkan bisa jadi perpisahan selamanya. Illustrasi di atas adalah contoh jenis perpisahan yang pertama yakni perpisahan rutin atau berkala. Perpisahan dalam waktu yang cukup lama misalnya perpisahan seseorang dengan rekan studi setelah kelulusannya, perpisahan antar rekan kerja setelah keluarnya, dan lain sebagainya.
Perpisahan untuk jangka waktu yang lama misalnya ketika seseorang maninggalkan kita berpindah menuju alam barunya (alam qubur –red). Perpisahan untuk jangka waktu selamanya adalah perpisahan hakiki antara kebenaran dan kebathilan, antara keimanan dan kekufuran, antara tauhid dan syirik. Secara hakiki, keduanya tidak mungkin bertemu untuk selamanya. Sebab, keduanya adalah perpisahan antara kebahagiaan dan kesedihan.
Keadaan ini menuntut pelakunya berpisah untuk selamanya. Di akhirat kelak, mereka juga tidak pernah bertemu lagi kecuali dialog-dialog singkat kesenangan dan penyesalan antara penghuni surga dan neraka. Alloh SWT menggambarkan dialog singkat itu, di antaranya:
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): 'Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami janjikan kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?' Mereka (penduduk neraka) menjawab: 'Betul'. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: 'Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang lalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat.'
Penghuni neraka menyeru penghuni surga: 'Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizekikan Allah kepadamu'. Mereka (penghuni surga) menjawab: 'Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka'. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
**
Secara psikologis, semakin lama seseorang bertemu, semakin lama pula ia merasakan kenangan; kenangan manis maupun sebaliknya. Intensitas interaksi antar mereka juga menentukan kenangan ini.
Saya berharap kita tidak pernah berpisah dalam menghamba kepada-Nya, sehingga pada saatnya nanti ketika –secara fisik-- perpisahan itu harus kita lalui, namun hati tetap bersatu dan bertemu dalam cinta-Nya. Jika sebelumnya kita mengenal pertemuan mengharuskan perpisahan, ketahuilah sesungguhnya dalam cinta dan kasih-Nya kita tidak pernah mengenal perpisahan itu
PEMATUNG RAJA
alhikmah.com - Suatu ketika hidup seorang pematung. Ia bekerja untuk seorang raja yang wilayah kekuasaannya begitu luas. Hal itu membuat siapapun yang mengenalnya menaruh hormat. Si pematung sudah lama bekerja untuk raja. Tugasnya membuat patung untuk menghiasi taman-taman istana. Karena itulah dia menjadi pematung kepercayaan raja. Banyak raja-raja sahabat mengagumi keindahan pahatan patung-patung yang menghiasi taman istana raja.
Suatu hari sang raja punya rencana besar. Ia ingin membuat patung keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya. Jumlahnya cukup banyak ada 100 buah. Patung keluarga raja akan diletakan ditengah taman istana, sementara patung prajurit dan tamu akan menempati keliling taman. Baginda ingin patung prajurit itu tampak sedang melindunginya.
Si pematung pun bekerja siang malam. Beberapa bulan kemudian tugas itu hampir selesai. Sang raja datang memeriksa.
“Bagus. Bagus sekali,” ujar sang raja. “Sebelum aku lupa, buatlah juga patung dirimu sendiri untuk melengkapi monumen ini.”
Mendengar perintah itu, si pematung kembali bekerja. Setelah bebepa lama, ia pun menyelesaikan patung dirinya. Sayang pahatannya tidak halus, sisi-sisinya kasar.tak dipoles dengan rapi. Ia pikir untuk apa membuat patung yang bagus kalau hanya untuk diletakkan diluar taman. “Patung itu hanya lebih sering terkena hujan dan panas,”. Ucapan dalam hatinya, “pasti akan cepat rusak”.
Waktu yang diminta pun usai. Sang raja datang untuk melihat hasil pekerjaan si pematung. Ia puas. Namun, ada satu hal kecil yang menarik perhatiannya.
“Mengapa patung dirimu tidak sehalus patung diri ku? Padahal, aku ingin sekali meletakan patung dirimu didekat patungku. Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya dan menempatkanmu bersama patung prajurit yang lain di depan sana”.
Menyesal dengan perbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Terkena panas dan hujan seperti yang harapan yang dimilikinya.
****
Teman, seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apa kita bercermin pada diri kita? Bagaiman kita menempatkan kebaganggan atas diri kita? Ada kalanya kita pesimistis dengan dirinya sendiri. Kita kerap memandang kemulian yang kita miliki. Tapi, maukah kita dimasukan keposisi yang lebih rendah itu?
Saya percaya tak ada yang seorang mengendaki dirinya masuk ke gologan para pesimis. Kita lebih suka menjadi orang yang punya nilai lebih. Sebab, Allah menciptakan kita tidak dengan main-main. Allah SWT menciptakan kita sebagai mahluk yang mulia dan sempurna.
Teman, sungguh kita sedang memahat patung kita saat ini. Patung yang seperti apa yang kita buat? Yang kasar atau yang indah dan memancarkan kemulian-Nya? Ketahuilah, patung beniliai mahal yang menjadi hiasan terindah dan bukan patung murah yang layak diletakan ditempat utama.
Jadi, pahatlah dengan halus agar kita bisa ditempatkan ditempat yang terbaik di sisi-Nya. Poleslah setiap sisinya dengan kearifan budi dan kebijakan hati agar memancarkan keindahan, susuri setiap lekuknya dengan kesabaran dan keikhlasan. Pahatan yang kita torehkan saat ini akan menentukan tempat kita diakhirat kelak. Begitulah patung diri anda dengan indah! (SAKSI -edisi no. 8 tahun IV 2002)
PERMUDAHLAH JGN MEMPERSULIT
alhikmah.com - Pada suatu hari ada tiga orang sahabat yang mendatangi rumah istri Nabi saw menanyakan ibadah yang dilakukan oleh Nabi saw. Ketika mereka diberitahukan mengenai hal itu, seakan-akan mereka menganggap sedikit apa yang telah mereka lakukan, sambil berkata, 'Di mana posisi kita dari Nabi saw, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang?'
Salah seorang di antara mereka berkata, 'Oleh karena itu saya akan melakukan shalat malam selamanya.' Orang yang kedua pun berkata, 'Aku akan berpuasa selamanya dan tidak akan meninggalkannya.' Orang yang ketiga berkata, 'Sedangkan aku akan mengucilkan diri dari wanita dan tidak akan kawin selama-lamanya.' Kemudian Rasulullah saw datang kepada mereka sambil berkata, 'Kalian semua telah mengatakan begini dan begitu. Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, aku mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia tidak termasuk golonganku.'
Kisah diatas memberikan pelajaran kepada kita betapa Rosulullah saw sangat memberikan perhatian terhadap permasalahan para sahabatnya dan sangat menekankan pada kemudahan dalam segala urusan bahkan mengancam dengan ancaman yang sangat berat yaitu tidak termasuk umat beliau yang berarti tidak berhak mendapatkan syafaat dari Rosulullah saw pada hari kiamat kelak. Dalam sebuah hadits Rosulullah saw berpesan kepada umatnya, 'Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah sesuatu yang menggembirakan dan jangan membuat mereka lari.' Di lain riwayat, 'Sesungguhnya agama ini mudah, dan orang yang mengambil yang berat- berat dari agama ini pasti akan dikalahkan olehnya'.
Ambillah tindakan yang benar, dekatkan diri kepada Allah, berilah kabar gembira, dan mohonlah pertolongan kepada-Nya pada pagi dan petang hari, dan juga pada akhir malam.' Bahkan Rosulullah saw sangat mengecam orang-orang yang berlebihan, 'Celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan itu (al-mutanaththi'un).' Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali.
DR Yusuf Qordowy mengomentari kata al-mutanaththi'un, 'Yang dimaksudkan dengan orang-orang yang berlebih-lebihan (al-mutanaththi'un) ialah orang-orang yang mengambil tindakan keras dan berat, tetapi tidak pada tempatnya.' Bila kita melihat realita kehidupan di era ini banyak terjadi penafsiran-penafsiran yang menyimpang terhadap ajaran Islam. Di satu sisi segolongan muslimin ghulu (berlebihan) dalam ajarannya dan segolongan lainnya taqsir (memudah-mudahan dalam hukumnya bahkan mengurangi dan menghapuskannya). Dua karakteristik ini (ghulu dan taqsir) merupakan penyakit kronis yang menimpa umat ini yang membutuhkan terapi khusus sehingga mereka bisa meletakan sesuatu permasalahan pada termpatnya. Oleh karena itu posisikan diri kita pada posisi yang wasathon (pertengahan) sebagaimana yang Allah pesankan kepada kita, ' Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang pertengahan (adil dan terbaik) ... ' (QS. 2:143).
Umat yang tidak memudah-mudahkan urusan yang mengakibatkan pelanggaran terhadap syariat dan tidak mempersulit permasahan yang mengakibatkan umat lari dari ajaran Islam karena memandang Islam itu sulit dan sangat berat. Janganlah kita mengulangi perjalanan umat terdahulu seperti Yahudi yang sangat taqsir dan Nasrani yang ghulu di dalam ajarannya sehingga banyak terjadi penyimpangan-peyimpangan dalam penerapan ajaran mereka. Terakhir, marilah kita motivasi diri ini untuk menumbuhkan sifat adil dan moderat dalam segala perkara sebagaimana Rosulullah contohkan sebagai suri tauladan kepada umatnya dalam segala permasalahan. 'Aisyah berkata, 'Rasulullah saw tidak diberi pilihan terhadap dua perkara kecuali dia mengambil yang paling mudah di antara keduanya selama hal itu tidak berdosa. Jika hal itu termasuk dosa maka ia adalah orang yang paling awal menjauhinya.''
Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'. (QS. 2:286)
Wallahu a'lam bish showab
Rahasia Waktu
[Al-Mu`minun: 112-114] : Allah bertanya, `Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab, Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.` Allah berfirman, `Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian benar-benar mengetahui. Ulama Al-Maraghi memberi penjelasan yang amat lugas dalam tafsirnya. Menurutnya, pertanyaan Allah kepada para penghuni neraka itu merupakan celaan dan penghinaan. Maksudnya supaya jelas bagi mereka bahwa kehidupan dunia yang mereka kira panjang sesungguhnya sangat singkat. Apalagi jika dibandingkan dengan azab berkepanjangan yang tengah mereka `nikmati`. Ini akibat ketika di dunia, mereka lalai akan akhirat dan tidak mempergunakan waktu dan kehidupannya sesuai hakikatnya. Hasan Al-Bana pernah mengatakan, Waktu adalah kehidupan. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kehidupan. Begitu pentingnya waktu, sampai Allah bersumpah dengan waktu. Wal `ashr, demi masa, kata Allah dalam surat al-Ashr. Betapa Allah juga mementingkan waktu melalui sumpahnya yang lain dengan menggunakan satuan waktu yang lebih beragam. Misalnya, walfajri, demi waktu fajar (al-Fajr:1), wadhdhuha, demi waktu dhuha (Adh-Dhuha:1), wallaili, demi waktu malam (asy-Syams:3), wannahari, demi waktu siang (asy-Syams: 4). Sesungguhnya di balik perhatian Allah terhadap waktu terdapat pesan penting buat manusia, yaitu agar mereka juga memperhatikan dan mempergunakan waktu sebagaimana mestinya yakni dengan beribadah secara total dan ikhlas kepada-Nya. Tentu saja untuk bisa memperlakukan waktu dengan semestinya itu harus ada pemahaman yang benar tentang keberadaan dan hakikatnya bagi kehidupan manusia. Hal ini penting karena, ternyata dimensi waktu al-Qur`an dan akhirat sangat berbeda dengan dimensi waktu yang dijalani manusia di dunia. Dengan mengetahui perbedaan dimensi itu seorang Muslim akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupannya, karena ia pasti akan memasuki waktu akhirat sebagai tempat pembalasan. Azab yang Mutlak Dimensi waktu tidak berlaku pada Allah. Dia tidak mengenal adanya siang dan malam, masa sekarang, masa yang telah lewat maupun masa yang akan datang. Allah pun tidak berkembang, berkurang, menyusut ataupun berubah. Dia tidak mengenal masa kanak-kanak dan kemudian beranjak dewasa lalu akhirnya menjadi tua. Dia tidak berawal dan tidak berakhir. Waktu adalah sebuah makhluk ciptaan Allah yang paling unik. Karenanya, Dia Maha Ada sebelum adanya semua makhluk di jagat raya ini, dan Maha Kekal serta Maha Abadi setelah hancur leburnya seluruh makhluk pada hari akhir (qiyamat nanti). Allah sudah ada sebelum `waktu` diciptakan, dan Dia akan tetap ada meskipun `waktu` sudah tak berlaku lagi. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dialah yang Maha Pertama dan Maha Terakhir. (al-Hadid:3) Maka ketika al-Qur`an menyebutkan Allah itu sebagai dzat Yang Pertama dan Yang Terakhir, bukan berarti Dia ada masa permulaan masa berakhirnya. Karena, bagi Allah tidak ada istilah sebelum atau sesudah. Allah Maha Hidup dalam eksistensi-Nya yang abadi. Sedangkan manusia baru hidup ketika ia dilahirkan kemarin. Dan kini ia menjalani kehidupan itu serta hari esok yang akan ditempuhnya. Adapun sejarah kehidupan manusia, diwarnai oleh berbagai peristiwa dan kejadian, pada dasarnya telah tertulis serta terangkum dalam al-Qur`an. Semuanya sudah tercatat sebelum penciptaan alam ini dalam ilmu Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa `Alaihis salaam: Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. (Ibrahim:5) Yang dimaksud dengan hari-hari Allah adalah berbagai peristiwa yang sudah terjadi pada ummat-ummat terdahulu. Baik peristiwa berupa kejayaan atau kehancuran, kenikmatan ataupun siksaan yang mereka alami. Seperti bencana banjir yang dialami oleh ummat Nabi Nuh As. Angin topan yang menimpa kaum `Aad dan Tsamud. Gempa bumi yang menimpa kaum Sodom dan Gomorah (kaum Nabi Luth As) dan lain sebagainya. Semua peristiwa ini terekam dengan jelas dalam sejarah ummat manusia. Tinggal manusia, apakah mereka mau mengambil pelajaran atau semata-mata menjadikannya dongeng alias hikayat. Bagi Allah, sama saja antara masa yang akan terjadi besok ataupun seratus tahun lagi. Karenanya tidak heran kalau dalam al-Quran, Allah menyebutkan segala peristiwa yang akan terjadi pada hari qiyamat kelak dengan kata kerja berbentuk keterangan lampau (madhi, past tense). Padahal peristiwa tersebut baru akan terjadi di masa mendatang. Sebagaimana firmannya, Kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu kami kumpulkan mereka itu semuanya. (Al-Kahfi:99) Dalam ayat itu kata nufikha (meniup) dan jama`naa (kami kumpulkan) adalah kata kerja berbentuk lampau. Juga firman-Nya, Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi. (Az-Zumar:68) Seluruh peristiwa yang disebutkan dalam al-Qur`an itu sebenarnya baru akan terjadi kelak di hari kiamat. Namun ketika Allah menyebutkannya dengan menggunakan kata kerja berbentuk lampau, di dalamnya pasti terkandung rahasia. Yaitu bahwa semua yang diberitakan itu merupakan sesuatu yang mutlak dan pasti terjadi. Sehingga tidak boleh ada keraguan sedikitpun. Ini merupakan suatu bukti, bahwa Allah itu Maha Tinggi serta Maha Mulia dari keterbatasan dimensi waktu dan tempat (ruang). Dia adalah dzat yang memberlakukan waktu dan masa kepada semua makhluknya, hingga Maha Suci Allah dari keterikatan dengan waktu. Satu Berbanding Seribu Al-Qur`an menjelaskan, Allah memberlakukan waktu yang berbeda atas tiap-tiap jenis makhluknya. Umpamanya, satu hari bagi malaikat Jibril As itu sama dengan 50 ribu tahun lamanya bagi makhluk yang bernama manusia. Al-Qur`an menerangkan hal ini dengan firman-Nya, Para malaikat dan malaikat Jibril naik kepada Allah dalam sehari yang ukurannya sama dengan 50 ribu tahun (ukuran manusia). (Al-Ma\'arij: 4) Sementara itu, ayat lain menjelaskan, satu hari bagi para malaikat sama dengan seribu tahun lamanya bagi manusia. Sebagaimana firman-Nya, Dia mengatur urusan dari langit ke bumi kemudian urusan itu naik (dibawa oleh malaikat) kepadanya dalam satu hari, yang ukuran lamanya seribu tahun menurut perhitunganmu. (as-Sajdah: 5) Allah juga mengisyaratkan, Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. (Al-Hajj:47) Apabila seseorang meninggal dunia kemudian nanti dibangkitkan kembali, maka sebenarnya ia keluar dari satu lorong waktu ke lorong waktu yang lain. Oleh karena itu, sangat luar biasa bahwa ribuan tahun waktu yang dijalani oleh manusia, baik itu dalam kubur ataupun hidup di dunia yang fana ini, hal itu bagi Allah hanyalah satu hari atau sekejap saja. Dalam hal ini, Allah juga telah mengisyaratkan dalam firman-Nya, Dan pada hari terjadinya qiyamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti itulah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Sedangkan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan berkata kepada orang-orang kafir, Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah sampai hari kebangkitan. Maka inilah hari kebangkitan itu, akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya. (Ar-Rum:55-56) Di ayat lain Allah berfirman, Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (dimana mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal di dunia melainkan sesaat pada siang hari. Inilah suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasiq. (Al-Ahqaf: 35) Dalam ayat lain disebutkan hanya sebatas waktu sore atau pagi. (An-Naazi`aat:46) Maka jelaslah sudah, bahwa berabad-abad lamanya kehidupan di dunia ini jika dibandingkan dengan saat kebangkitan dari kubur itu hanya satu hari, atau setengah hari dan bahkan hanya beberapa saat saja. Dewasa ini, keanekaragaman lorong waktu itu bisa dijelaskan lewat teori relativitas Albert Einstein, yang dikembangkan terus oleh ilmuwan lainnya. Setiap susunan tata surya di alam ini mempunyai kronologi waktunya sendiri. Teori ini membuktikan bahwa memang ada perbedaan waktu dalam di antara alam ciptaan Allah, yakni antara alam manusia dan alam malaikat, antara di dunia dan di akhirat. Kalau manusia kelak akan memasuki alam akhirat, maka dimensi waktu yang berlaku dimensi akhirat yang perbandingannya antara satu berbanding seribu sampai 50 ribu. Bayangkan, bagaimana pedihnya siksaan selama berabad-abad di akhirat (An-Naba: 23), jika perhitungan waktunya harus dikalikan seribu dari perhitungan waktu di dunia. Bila satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia, maka siksaan di akhirat itu akan berlangsung selama 24 ribu jam. Kenyataannya sekarang tiga detik saja terkena api, manusia langsung kesakitan. Akan tetapi Allah juga berkuasa untuk mengubah ketentuan waktu itu kapan saja. Contoh yang paling gamblang adalah kisah Nabi Uzair As yang dibuat tertidur selama seratus tahun dan para pemuda ashabul kahfi selama 309 tahun. Padahal mereka masih berada di alam dunia. Setiap manusia akan merasakan betapa sebenarnya hidup di dunia, yakni bila mereka sudah berhadapan dengan pembalasan yang akan berlangsung lama. Beruntung kalau balasan itu diberikan kepada manusia beriman, sebab tidak lain itu merupakan kenikmatan tiada tara. Tapi luar biasa ruginya kalau balasan itu diberikan kepada manusia durhaka, sebab tidak lain itu adalah siksaan yang sangat pedih dan abadi. Wallahu a`lam bishawab.
[Al-Mu`minun: 112-114] : Allah bertanya, `Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab, Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.` Allah berfirman, `Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian benar-benar mengetahui. Ulama Al-Maraghi memberi penjelasan yang amat lugas dalam tafsirnya. Menurutnya, pertanyaan Allah kepada para penghuni neraka itu merupakan celaan dan penghinaan. Maksudnya supaya jelas bagi mereka bahwa kehidupan dunia yang mereka kira panjang sesungguhnya sangat singkat. Apalagi jika dibandingkan dengan azab berkepanjangan yang tengah mereka `nikmati`. Ini akibat ketika di dunia, mereka lalai akan akhirat dan tidak mempergunakan waktu dan kehidupannya sesuai hakikatnya. Hasan Al-Bana pernah mengatakan, Waktu adalah kehidupan. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kehidupan. Begitu pentingnya waktu, sampai Allah bersumpah dengan waktu. Wal `ashr, demi masa, kata Allah dalam surat al-Ashr. Betapa Allah juga mementingkan waktu melalui sumpahnya yang lain dengan menggunakan satuan waktu yang lebih beragam. Misalnya, walfajri, demi waktu fajar (al-Fajr:1), wadhdhuha, demi waktu dhuha (Adh-Dhuha:1), wallaili, demi waktu malam (asy-Syams:3), wannahari, demi waktu siang (asy-Syams: 4). Sesungguhnya di balik perhatian Allah terhadap waktu terdapat pesan penting buat manusia, yaitu agar mereka juga memperhatikan dan mempergunakan waktu sebagaimana mestinya yakni dengan beribadah secara total dan ikhlas kepada-Nya. Tentu saja untuk bisa memperlakukan waktu dengan semestinya itu harus ada pemahaman yang benar tentang keberadaan dan hakikatnya bagi kehidupan manusia. Hal ini penting karena, ternyata dimensi waktu al-Qur`an dan akhirat sangat berbeda dengan dimensi waktu yang dijalani manusia di dunia. Dengan mengetahui perbedaan dimensi itu seorang Muslim akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupannya, karena ia pasti akan memasuki waktu akhirat sebagai tempat pembalasan. Azab yang Mutlak Dimensi waktu tidak berlaku pada Allah. Dia tidak mengenal adanya siang dan malam, masa sekarang, masa yang telah lewat maupun masa yang akan datang. Allah pun tidak berkembang, berkurang, menyusut ataupun berubah. Dia tidak mengenal masa kanak-kanak dan kemudian beranjak dewasa lalu akhirnya menjadi tua. Dia tidak berawal dan tidak berakhir. Waktu adalah sebuah makhluk ciptaan Allah yang paling unik. Karenanya, Dia Maha Ada sebelum adanya semua makhluk di jagat raya ini, dan Maha Kekal serta Maha Abadi setelah hancur leburnya seluruh makhluk pada hari akhir (qiyamat nanti). Allah sudah ada sebelum `waktu` diciptakan, dan Dia akan tetap ada meskipun `waktu` sudah tak berlaku lagi. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dialah yang Maha Pertama dan Maha Terakhir. (al-Hadid:3) Maka ketika al-Qur`an menyebutkan Allah itu sebagai dzat Yang Pertama dan Yang Terakhir, bukan berarti Dia ada masa permulaan masa berakhirnya. Karena, bagi Allah tidak ada istilah sebelum atau sesudah. Allah Maha Hidup dalam eksistensi-Nya yang abadi. Sedangkan manusia baru hidup ketika ia dilahirkan kemarin. Dan kini ia menjalani kehidupan itu serta hari esok yang akan ditempuhnya. Adapun sejarah kehidupan manusia, diwarnai oleh berbagai peristiwa dan kejadian, pada dasarnya telah tertulis serta terangkum dalam al-Qur`an. Semuanya sudah tercatat sebelum penciptaan alam ini dalam ilmu Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa `Alaihis salaam: Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. (Ibrahim:5) Yang dimaksud dengan hari-hari Allah adalah berbagai peristiwa yang sudah terjadi pada ummat-ummat terdahulu. Baik peristiwa berupa kejayaan atau kehancuran, kenikmatan ataupun siksaan yang mereka alami. Seperti bencana banjir yang dialami oleh ummat Nabi Nuh As. Angin topan yang menimpa kaum `Aad dan Tsamud. Gempa bumi yang menimpa kaum Sodom dan Gomorah (kaum Nabi Luth As) dan lain sebagainya. Semua peristiwa ini terekam dengan jelas dalam sejarah ummat manusia. Tinggal manusia, apakah mereka mau mengambil pelajaran atau semata-mata menjadikannya dongeng alias hikayat. Bagi Allah, sama saja antara masa yang akan terjadi besok ataupun seratus tahun lagi. Karenanya tidak heran kalau dalam al-Quran, Allah menyebutkan segala peristiwa yang akan terjadi pada hari qiyamat kelak dengan kata kerja berbentuk keterangan lampau (madhi, past tense). Padahal peristiwa tersebut baru akan terjadi di masa mendatang. Sebagaimana firmannya, Kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu kami kumpulkan mereka itu semuanya. (Al-Kahfi:99) Dalam ayat itu kata nufikha (meniup) dan jama`naa (kami kumpulkan) adalah kata kerja berbentuk lampau. Juga firman-Nya, Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi. (Az-Zumar:68) Seluruh peristiwa yang disebutkan dalam al-Qur`an itu sebenarnya baru akan terjadi kelak di hari kiamat. Namun ketika Allah menyebutkannya dengan menggunakan kata kerja berbentuk lampau, di dalamnya pasti terkandung rahasia. Yaitu bahwa semua yang diberitakan itu merupakan sesuatu yang mutlak dan pasti terjadi. Sehingga tidak boleh ada keraguan sedikitpun. Ini merupakan suatu bukti, bahwa Allah itu Maha Tinggi serta Maha Mulia dari keterbatasan dimensi waktu dan tempat (ruang). Dia adalah dzat yang memberlakukan waktu dan masa kepada semua makhluknya, hingga Maha Suci Allah dari keterikatan dengan waktu. Satu Berbanding Seribu Al-Qur`an menjelaskan, Allah memberlakukan waktu yang berbeda atas tiap-tiap jenis makhluknya. Umpamanya, satu hari bagi malaikat Jibril As itu sama dengan 50 ribu tahun lamanya bagi makhluk yang bernama manusia. Al-Qur`an menerangkan hal ini dengan firman-Nya, Para malaikat dan malaikat Jibril naik kepada Allah dalam sehari yang ukurannya sama dengan 50 ribu tahun (ukuran manusia). (Al-Ma\'arij: 4) Sementara itu, ayat lain menjelaskan, satu hari bagi para malaikat sama dengan seribu tahun lamanya bagi manusia. Sebagaimana firman-Nya, Dia mengatur urusan dari langit ke bumi kemudian urusan itu naik (dibawa oleh malaikat) kepadanya dalam satu hari, yang ukuran lamanya seribu tahun menurut perhitunganmu. (as-Sajdah: 5) Allah juga mengisyaratkan, Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. (Al-Hajj:47) Apabila seseorang meninggal dunia kemudian nanti dibangkitkan kembali, maka sebenarnya ia keluar dari satu lorong waktu ke lorong waktu yang lain. Oleh karena itu, sangat luar biasa bahwa ribuan tahun waktu yang dijalani oleh manusia, baik itu dalam kubur ataupun hidup di dunia yang fana ini, hal itu bagi Allah hanyalah satu hari atau sekejap saja. Dalam hal ini, Allah juga telah mengisyaratkan dalam firman-Nya, Dan pada hari terjadinya qiyamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti itulah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Sedangkan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan berkata kepada orang-orang kafir, Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah sampai hari kebangkitan. Maka inilah hari kebangkitan itu, akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya. (Ar-Rum:55-56) Di ayat lain Allah berfirman, Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (dimana mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal di dunia melainkan sesaat pada siang hari. Inilah suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasiq. (Al-Ahqaf: 35) Dalam ayat lain disebutkan hanya sebatas waktu sore atau pagi. (An-Naazi`aat:46) Maka jelaslah sudah, bahwa berabad-abad lamanya kehidupan di dunia ini jika dibandingkan dengan saat kebangkitan dari kubur itu hanya satu hari, atau setengah hari dan bahkan hanya beberapa saat saja. Dewasa ini, keanekaragaman lorong waktu itu bisa dijelaskan lewat teori relativitas Albert Einstein, yang dikembangkan terus oleh ilmuwan lainnya. Setiap susunan tata surya di alam ini mempunyai kronologi waktunya sendiri. Teori ini membuktikan bahwa memang ada perbedaan waktu dalam di antara alam ciptaan Allah, yakni antara alam manusia dan alam malaikat, antara di dunia dan di akhirat. Kalau manusia kelak akan memasuki alam akhirat, maka dimensi waktu yang berlaku dimensi akhirat yang perbandingannya antara satu berbanding seribu sampai 50 ribu. Bayangkan, bagaimana pedihnya siksaan selama berabad-abad di akhirat (An-Naba: 23), jika perhitungan waktunya harus dikalikan seribu dari perhitungan waktu di dunia. Bila satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia, maka siksaan di akhirat itu akan berlangsung selama 24 ribu jam. Kenyataannya sekarang tiga detik saja terkena api, manusia langsung kesakitan. Akan tetapi Allah juga berkuasa untuk mengubah ketentuan waktu itu kapan saja. Contoh yang paling gamblang adalah kisah Nabi Uzair As yang dibuat tertidur selama seratus tahun dan para pemuda ashabul kahfi selama 309 tahun. Padahal mereka masih berada di alam dunia. Setiap manusia akan merasakan betapa sebenarnya hidup di dunia, yakni bila mereka sudah berhadapan dengan pembalasan yang akan berlangsung lama. Beruntung kalau balasan itu diberikan kepada manusia beriman, sebab tidak lain itu merupakan kenikmatan tiada tara. Tapi luar biasa ruginya kalau balasan itu diberikan kepada manusia durhaka, sebab tidak lain itu adalah siksaan yang sangat pedih dan abadi. Wallahu a`lam bishawab.
SAHABAT
Dua orang sahabat karib sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, /"Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?\" Temannya sambil tersenyum menjawab, /"Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasaterjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.\"Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibandingditerapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan \'hanya\' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita.Karena itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu.Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.Namun demikian, orang yang bijak akan selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami."Bukankah Rasulullah pernah berkata, "Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu".Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau memaafkan.Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada. Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu.
Dua orang sahabat karib sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, /"Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?\" Temannya sambil tersenyum menjawab, /"Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasaterjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.\"Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibandingditerapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan \'hanya\' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita.Karena itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu.Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.Namun demikian, orang yang bijak akan selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami."Bukankah Rasulullah pernah berkata, "Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu".Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau memaafkan.Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada. Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu.
Samudera Bernama Hati Nurani
Seorang penjahat yang telah membunuh banyak orang tertangkap dan dibawa ke hadapan seorang hakim yang jujur dan dikenal memiliki integritas yang tinggi. Setelah mempelajari kasusnya hakim ini pun mengambil keputusan yang tegas: menghukum mati si penjahat. Ini menimbulkan kegembiraan masyarakat. Hakim ini pun menjadi buah bibir dan pembicaraan di mana-mana.
Namun, selang beberapa waktu kemudian terungkaplah sebuah fakta baru. Ternyata si hakim telah mengenal si penjahat sejak 10 tahun yang lalu dan mereka berdua terlibat cinta segitiga. Cinta segitiga ini dimenangkan oleh si penjahat. Dialah yang menikahi wanita pujaan si hakim. Inilah yang membuat si hakim tetap ''hidup sendiri'' hingga sekarang.
Apa yang ada dalam pikiran Anda membaca cerita di atas? Menurut Anda, apa yang membuat hakim itu menjatuhkan hukuman mati? Sebuah pertimbangan hati nuranikah? Atau semata-mata pemenuhan sebuah kepentingan?
Pertanyaan seperti inilah yang perlu kita tanyakan kepada diri kita masing-masing setiap saat. Apalagi dalam situasi pemilu seperti sekarang di mana setiap kandidat menyerukan masyarakat agar mengikuti suara hati nuraninya. Tapi, masalahnya kenapa suara hati nurani itu bisa berbeda-beda? Orang yang mendukung seorang koruptor maupun pelanggar HAM juga berdalih mengikuti hati nurani. Bahkan, kata-kata ''mengikuti hati nurani'' kini telah menjadi merek dagang yang bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan masing-masing
Padahal, suara hati nurani itu adalah satu. Hati nurani bersifat universal melintasi batas suku, ras, agama, dan golongan. Ia tidak pernah mengacu pada seseorang. Tapi, pada sejumlah karakter seperti kebenaran, kejujuran, ketulusan, dan integritas. Hati nurani adalah kemampuan terdalam yang dimiliki setiap orang untuk menemukan kebenaran. Hati nurani juga adalah samudera terdalam yang melintasi kendala ruang dan waktu. Di dalam samudera hati nurani, kita bukan lagi makhluk fisik tetapi makhluk spiritual. Di sinilah tempat kita berkomunikasi tanpa suara, tanpa sepatah kata. Kita berbicara dalam keheningan tetapi semuanya dapat dimengerti dengan mudah. Tak ada salah paham, tak ada perselisihan, tak ada perdebatan. Segalanya sederhana dan indah. Percakapan terjadi melampaui batas kata-kata. Bukankah sesuatu yang indah itu tak tak dapat dilukiskan dengan kata-kata?
Hati nurani bukanlah segumpal daging yang berada di rongga dada kita. Ia tak dapat digambarkan karena memang bersifat spiritual. Ia berada jauh di bawah kesadaran kita. Kita tak tahu dimana persisnya ia berada. Kita hanya tahu ''pintu'' yang bisa digunakan untuk menuju kesana. Pintu tersebut berada dalam otak kita. Inilah yang disebut Danar Zohar dan Ian Marshal dengan titik Tuhan (God Spot) yang terdapat di bagian lobus temporal di otak kita.
Penelitian Zohar dan Marshal menunjukkan bahwa bagian ini akan bercahaya begitu kita melakukan aktivitas yang bersifat spiritual. Inilah yang disebut sebagai spiritual quotient (SQ). Pada saat kita beribadah, ataupun melakukan meditasi, sebenarnya kita tengah masuk ke dalam samudera hati nurani ini. Kita menyatukan hati nurani kita bersama hati nurani semua manusia yang ada di jagat raya. Kita memasuki samudera diri kita yang sejati. Pada saat beribadah (bila dilakukan secara khusus) kita sebenarnya sedang melakukan mi'raj. Ini karena kita melepaskan semua kepentingan kita di bumi menuju samudera yang jauh tempat berkumpulnya semua nurani dengan Diri Sejati kita.
Walaupun merupakan potensi yang dimiliki semua orang, tak semua orang mampu menemukan hati nurani karena terhalang oleh kepentingan. Bahkan, kalau tidak berhati-hati, bisa-bisa kita menganggap bahwa kepentingan itulah hati nurani kita. Dunia politik adalah dunia kepentingan. Anda tentu pernah mendengar adagium berikut: ''Tak ada sahabat sejati, tak ada musuh abadi. Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.'' Karena itu, demi kepentingan kita bisa mengatakan yang salah itu benar, yang benar itu salah, menutupi fakta, memanipulasi hasil survei, dan sebagainya.
Kepentingan bisa menjadi begitu besar bagi mereka yang berorientasi jangka pendek. Orang-orang seperti ini memandang dunia sebagai satu-satunya tempat memperoleh kenikmatan. Mereka bisa saja bergelar kyai, atau ahli agama. Padahal, mereka sesungguhnya tidak yakin pada kenikmatan yang bisa dicapai secara jangka panjang di alam yang abadi nanti. Karena itu, mereka tidak mau melewatkan kenikmatan jangka pendek. Kalau Daniel Goleman mengatakan bahwa kemampuan menunda kenikmatan adalah ciri orang ber-EQ tinggi, saya ingin mengatakan bahwa hal tersebut juga merupakan ciri orang yang ber-SQ tinggi.
Dengan berfungsinya hati nurani tidaklah berarti bahwa kita tidak memiliki kepentingan sama sekali. Kita tetap memiliki kepentingan. Bedanya, kepentingan itu kini jauh mengecil. Jauh lebih kecil dari diri kita. Bahkan jauh lebih kecil dari hidup itu sendiri.
a
Seorang penjahat yang telah membunuh banyak orang tertangkap dan dibawa ke hadapan seorang hakim yang jujur dan dikenal memiliki integritas yang tinggi. Setelah mempelajari kasusnya hakim ini pun mengambil keputusan yang tegas: menghukum mati si penjahat. Ini menimbulkan kegembiraan masyarakat. Hakim ini pun menjadi buah bibir dan pembicaraan di mana-mana.
Namun, selang beberapa waktu kemudian terungkaplah sebuah fakta baru. Ternyata si hakim telah mengenal si penjahat sejak 10 tahun yang lalu dan mereka berdua terlibat cinta segitiga. Cinta segitiga ini dimenangkan oleh si penjahat. Dialah yang menikahi wanita pujaan si hakim. Inilah yang membuat si hakim tetap ''hidup sendiri'' hingga sekarang.
Apa yang ada dalam pikiran Anda membaca cerita di atas? Menurut Anda, apa yang membuat hakim itu menjatuhkan hukuman mati? Sebuah pertimbangan hati nuranikah? Atau semata-mata pemenuhan sebuah kepentingan?
Pertanyaan seperti inilah yang perlu kita tanyakan kepada diri kita masing-masing setiap saat. Apalagi dalam situasi pemilu seperti sekarang di mana setiap kandidat menyerukan masyarakat agar mengikuti suara hati nuraninya. Tapi, masalahnya kenapa suara hati nurani itu bisa berbeda-beda? Orang yang mendukung seorang koruptor maupun pelanggar HAM juga berdalih mengikuti hati nurani. Bahkan, kata-kata ''mengikuti hati nurani'' kini telah menjadi merek dagang yang bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan masing-masing
Padahal, suara hati nurani itu adalah satu. Hati nurani bersifat universal melintasi batas suku, ras, agama, dan golongan. Ia tidak pernah mengacu pada seseorang. Tapi, pada sejumlah karakter seperti kebenaran, kejujuran, ketulusan, dan integritas. Hati nurani adalah kemampuan terdalam yang dimiliki setiap orang untuk menemukan kebenaran. Hati nurani juga adalah samudera terdalam yang melintasi kendala ruang dan waktu. Di dalam samudera hati nurani, kita bukan lagi makhluk fisik tetapi makhluk spiritual. Di sinilah tempat kita berkomunikasi tanpa suara, tanpa sepatah kata. Kita berbicara dalam keheningan tetapi semuanya dapat dimengerti dengan mudah. Tak ada salah paham, tak ada perselisihan, tak ada perdebatan. Segalanya sederhana dan indah. Percakapan terjadi melampaui batas kata-kata. Bukankah sesuatu yang indah itu tak tak dapat dilukiskan dengan kata-kata?
Hati nurani bukanlah segumpal daging yang berada di rongga dada kita. Ia tak dapat digambarkan karena memang bersifat spiritual. Ia berada jauh di bawah kesadaran kita. Kita tak tahu dimana persisnya ia berada. Kita hanya tahu ''pintu'' yang bisa digunakan untuk menuju kesana. Pintu tersebut berada dalam otak kita. Inilah yang disebut Danar Zohar dan Ian Marshal dengan titik Tuhan (God Spot) yang terdapat di bagian lobus temporal di otak kita.
Penelitian Zohar dan Marshal menunjukkan bahwa bagian ini akan bercahaya begitu kita melakukan aktivitas yang bersifat spiritual. Inilah yang disebut sebagai spiritual quotient (SQ). Pada saat kita beribadah, ataupun melakukan meditasi, sebenarnya kita tengah masuk ke dalam samudera hati nurani ini. Kita menyatukan hati nurani kita bersama hati nurani semua manusia yang ada di jagat raya. Kita memasuki samudera diri kita yang sejati. Pada saat beribadah (bila dilakukan secara khusus) kita sebenarnya sedang melakukan mi'raj. Ini karena kita melepaskan semua kepentingan kita di bumi menuju samudera yang jauh tempat berkumpulnya semua nurani dengan Diri Sejati kita.
Walaupun merupakan potensi yang dimiliki semua orang, tak semua orang mampu menemukan hati nurani karena terhalang oleh kepentingan. Bahkan, kalau tidak berhati-hati, bisa-bisa kita menganggap bahwa kepentingan itulah hati nurani kita. Dunia politik adalah dunia kepentingan. Anda tentu pernah mendengar adagium berikut: ''Tak ada sahabat sejati, tak ada musuh abadi. Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.'' Karena itu, demi kepentingan kita bisa mengatakan yang salah itu benar, yang benar itu salah, menutupi fakta, memanipulasi hasil survei, dan sebagainya.
Kepentingan bisa menjadi begitu besar bagi mereka yang berorientasi jangka pendek. Orang-orang seperti ini memandang dunia sebagai satu-satunya tempat memperoleh kenikmatan. Mereka bisa saja bergelar kyai, atau ahli agama. Padahal, mereka sesungguhnya tidak yakin pada kenikmatan yang bisa dicapai secara jangka panjang di alam yang abadi nanti. Karena itu, mereka tidak mau melewatkan kenikmatan jangka pendek. Kalau Daniel Goleman mengatakan bahwa kemampuan menunda kenikmatan adalah ciri orang ber-EQ tinggi, saya ingin mengatakan bahwa hal tersebut juga merupakan ciri orang yang ber-SQ tinggi.
Dengan berfungsinya hati nurani tidaklah berarti bahwa kita tidak memiliki kepentingan sama sekali. Kita tetap memiliki kepentingan. Bedanya, kepentingan itu kini jauh mengecil. Jauh lebih kecil dari diri kita. Bahkan jauh lebih kecil dari hidup itu sendiri.
a
Sebuah Jendela Untuk Melihat DuniaOleh : Arvan Pradiansyah
Coba bayangkan suatu Minggu pagi yang cerah. Matahari bersinar lembut. Udara terasa sejuk. Di kejauhan terdengar burung-burung berkicau riang. Anda tengah merasakan indahnya hari ini. Sambil bersiul-siul kecil Anda membuka pintu rumah Anda. Tampak sebuah kotak berwarna coklat di depan pagar. Ternyata pagi itu Anda mendapat bingkisan. Pengirimnya pun tertera jelas di situ: tetangga sebelah rumah. Ada apa? Dengan tergesa-gesa Anda membuka kotak itu. Ternyata isinya sangat mengejutkan Anda: setumpuk kotoran sapi!Bagaimana perasaan Anda? Anda mungkin bingung, kesal, atau marah. ''Ini sudah keterlaluan!'' pikir Anda. ''Tetangga sebelah itu memang harus diberi pelajaran!'' Lantas apa yang akan Anda lakukan? Anda mungkin langsung melabraknya. Atau paling tidak mempersiapkan ''serangan'' balasan. Nah, kalau Anda jadi melaksanakan niat tersebut, bagaimana respon tetangga Anda? Bisa dibayangkan ''perang'' yang terjadi pada hari berikutnya dapat lebih seru dari perang AS melawan Taliban tempo hari.Namun Beno, seorang kawan yang mengalami hal ini ternyata memberikan respon yang berbeda. Ia memang terkejut melihat kotoran sapi itu. Tapi kemudian ia berpikir, ''Betapa baiknya tetanggaku ini. Ia benar-benar memperhatikan pekaranganku. Ia tahu persis bahwa rumput dan tanamanku tidak terlalu subur. Karena itu ia menyediakan pupuk untukku. Luar biasa, aku harus ke rumahnya sekedar menyampaikan rasa terima kasihku!''Pelajaran menarik apa yang dapat diambil dari cerita sederhana tadi? Ternyata kita tidak melihat dunia ini sebagaimana adanya, tetapi sesuai dengan keadaan kita sendiri. We see the world as we are, not as it is. Dengan demikian sebuah peristiwa yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda tergantung darimana Anda melihatnya. Bagi kita kotoran sapi dipersepsikan sebagai penghinaan dan ajakan ''berperang.'' Karena itu kita marah dan mempersiapkan serangan balasan. Sementara Beno menganggap kotoran sapi sebagai hadiah dan bukti perhatian tetangganya. Ia justru berterima kasih. Jadi dimana letak masalahnya? Pada kotoran sapi atau pada cara kita memandang kotoran sapi tersebut? Jelaslah bahwa ''cara kita memandang suatu masalah adalah masalah itu sendiri.'' Dalam bahasa sehari-hari cara kita memandang ini sering disebut dengan berbagai istilah seperti persepsi, asumsi, wawasan, keyakinan, pemikiran, prasangka, prejudis, dan sebagainya. Semua istilah ini terangkum dalam kata paradigma. Paradigma adalah jendela untuk melihat dunia. Saya berani mengatakan bahwa paradigma ini merupakan milik Anda yang terpenting. Mengapa? Karena semua tindakan Anda, apapun tanpa terkecuali, pasti didasari oleh suatu paradigma! Sekali lagi, coba Anda renungkan baik-baik. Semua tindakan Anda dalam hidup dasarnya adalah paradigma. Bagaimana kita melihat suatu masalah akan menentukan apa yang akan kita lakukan. Apa yang kita lakukan akan menentukan apa yang kita dapatkan. Jadi kalau Anda tidak puas dengan apa yang Anda dapatkan sekarang, Anda harus mengubah perilaku Anda. Namun Anda tak akan dapat mengubah perilaku Anda sebelum membongkar paradigma Anda.Sebuah bank pernah menerima banyak keluhan nasabah mengenai kurang ramahnya para petugas garda depan. Manajemen kemudian langsung mengirimkan para petugas ini ke pelatihan Service with Smile. Setelah mengikuti pelatihan para petugas ini berusaha untuk melayani pelanggan dengan senyuman. Tapi itu hanya dua minggu pertama. Minggu ketiga kondisinya kembali seperti semula. Memang di pagi hari para petugas masih ramah dan tersenyum. Tapi lewat tengah hari, karena sudah letih, mereka kembali memasang muka angker.Jadi dimana letak persoalannya? Persoalannya adalah karena pelatihan tersebut hanya mengubah perilaku orang, bukan paradigmanya. Para petugas memang bisa tersenyum, tapi mereka masih melihat nasabah sebagai ''beban,'' sebagai ''pekerjaan,'', dan bukannya sebagai ''rezeki.'' Karena paradigma mereka belum berubah, maka perubahan perilaku yang terjadi hanya bersifat semu.Akar semua persoalan yang kita hadapi adalah paradigma. Para pejabat banyak yang korupsi karena mereka MELIHAT jabatan sebagai rezeki dan kesempatan, bukan sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Megawati marah ketika dikritik karena MELIHAT kritik sebagai ancaman, bukannya bantuan. Orang-tua sering berselisih dengan anaknya karena mereka MENGANGGAP dirinya paling tahu mengenai apa yang terbaik, sedangkan anak MENGANGGAP orang tua ketinggalan jaman. Kenapa penghasilan Anda pas-pasan saja? Ini juga karena Anda MENGANGGAP diri Anda terlalu rendah. Semua paradigma ini harus dibongkar terlebih dulu agar kita mendapatkan perubahan yang langgeng. Membongkar paradigma adalah langkah pertama dan terpenting dalam kepemimpinan. Pakar kepemimpinan Stephen Covey pernah mengatakan: ''Kalau Anda menginginkan perubahan yang kecil dalam hidup garaplah perilaku Anda, tapi bila Anda menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, garaplah paradigma Anda!''
Coba bayangkan suatu Minggu pagi yang cerah. Matahari bersinar lembut. Udara terasa sejuk. Di kejauhan terdengar burung-burung berkicau riang. Anda tengah merasakan indahnya hari ini. Sambil bersiul-siul kecil Anda membuka pintu rumah Anda. Tampak sebuah kotak berwarna coklat di depan pagar. Ternyata pagi itu Anda mendapat bingkisan. Pengirimnya pun tertera jelas di situ: tetangga sebelah rumah. Ada apa? Dengan tergesa-gesa Anda membuka kotak itu. Ternyata isinya sangat mengejutkan Anda: setumpuk kotoran sapi!Bagaimana perasaan Anda? Anda mungkin bingung, kesal, atau marah. ''Ini sudah keterlaluan!'' pikir Anda. ''Tetangga sebelah itu memang harus diberi pelajaran!'' Lantas apa yang akan Anda lakukan? Anda mungkin langsung melabraknya. Atau paling tidak mempersiapkan ''serangan'' balasan. Nah, kalau Anda jadi melaksanakan niat tersebut, bagaimana respon tetangga Anda? Bisa dibayangkan ''perang'' yang terjadi pada hari berikutnya dapat lebih seru dari perang AS melawan Taliban tempo hari.Namun Beno, seorang kawan yang mengalami hal ini ternyata memberikan respon yang berbeda. Ia memang terkejut melihat kotoran sapi itu. Tapi kemudian ia berpikir, ''Betapa baiknya tetanggaku ini. Ia benar-benar memperhatikan pekaranganku. Ia tahu persis bahwa rumput dan tanamanku tidak terlalu subur. Karena itu ia menyediakan pupuk untukku. Luar biasa, aku harus ke rumahnya sekedar menyampaikan rasa terima kasihku!''Pelajaran menarik apa yang dapat diambil dari cerita sederhana tadi? Ternyata kita tidak melihat dunia ini sebagaimana adanya, tetapi sesuai dengan keadaan kita sendiri. We see the world as we are, not as it is. Dengan demikian sebuah peristiwa yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda tergantung darimana Anda melihatnya. Bagi kita kotoran sapi dipersepsikan sebagai penghinaan dan ajakan ''berperang.'' Karena itu kita marah dan mempersiapkan serangan balasan. Sementara Beno menganggap kotoran sapi sebagai hadiah dan bukti perhatian tetangganya. Ia justru berterima kasih. Jadi dimana letak masalahnya? Pada kotoran sapi atau pada cara kita memandang kotoran sapi tersebut? Jelaslah bahwa ''cara kita memandang suatu masalah adalah masalah itu sendiri.'' Dalam bahasa sehari-hari cara kita memandang ini sering disebut dengan berbagai istilah seperti persepsi, asumsi, wawasan, keyakinan, pemikiran, prasangka, prejudis, dan sebagainya. Semua istilah ini terangkum dalam kata paradigma. Paradigma adalah jendela untuk melihat dunia. Saya berani mengatakan bahwa paradigma ini merupakan milik Anda yang terpenting. Mengapa? Karena semua tindakan Anda, apapun tanpa terkecuali, pasti didasari oleh suatu paradigma! Sekali lagi, coba Anda renungkan baik-baik. Semua tindakan Anda dalam hidup dasarnya adalah paradigma. Bagaimana kita melihat suatu masalah akan menentukan apa yang akan kita lakukan. Apa yang kita lakukan akan menentukan apa yang kita dapatkan. Jadi kalau Anda tidak puas dengan apa yang Anda dapatkan sekarang, Anda harus mengubah perilaku Anda. Namun Anda tak akan dapat mengubah perilaku Anda sebelum membongkar paradigma Anda.Sebuah bank pernah menerima banyak keluhan nasabah mengenai kurang ramahnya para petugas garda depan. Manajemen kemudian langsung mengirimkan para petugas ini ke pelatihan Service with Smile. Setelah mengikuti pelatihan para petugas ini berusaha untuk melayani pelanggan dengan senyuman. Tapi itu hanya dua minggu pertama. Minggu ketiga kondisinya kembali seperti semula. Memang di pagi hari para petugas masih ramah dan tersenyum. Tapi lewat tengah hari, karena sudah letih, mereka kembali memasang muka angker.Jadi dimana letak persoalannya? Persoalannya adalah karena pelatihan tersebut hanya mengubah perilaku orang, bukan paradigmanya. Para petugas memang bisa tersenyum, tapi mereka masih melihat nasabah sebagai ''beban,'' sebagai ''pekerjaan,'', dan bukannya sebagai ''rezeki.'' Karena paradigma mereka belum berubah, maka perubahan perilaku yang terjadi hanya bersifat semu.Akar semua persoalan yang kita hadapi adalah paradigma. Para pejabat banyak yang korupsi karena mereka MELIHAT jabatan sebagai rezeki dan kesempatan, bukan sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Megawati marah ketika dikritik karena MELIHAT kritik sebagai ancaman, bukannya bantuan. Orang-tua sering berselisih dengan anaknya karena mereka MENGANGGAP dirinya paling tahu mengenai apa yang terbaik, sedangkan anak MENGANGGAP orang tua ketinggalan jaman. Kenapa penghasilan Anda pas-pasan saja? Ini juga karena Anda MENGANGGAP diri Anda terlalu rendah. Semua paradigma ini harus dibongkar terlebih dulu agar kita mendapatkan perubahan yang langgeng. Membongkar paradigma adalah langkah pertama dan terpenting dalam kepemimpinan. Pakar kepemimpinan Stephen Covey pernah mengatakan: ''Kalau Anda menginginkan perubahan yang kecil dalam hidup garaplah perilaku Anda, tapi bila Anda menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, garaplah paradigma Anda!''
Sebuah Perjuangan Terbesar
Dua orang lelaki yang datang bertamu ke rumah seorang bijak tertegun keheranan. Mereka melihat si orang bijak sedang bekerja keras. Ia mengangkut air dalam ember kemudian menyikat lantai rumahnya. Keringatnya deras bercucuran. Menyaksikan keganjilan ini salah seorang lelaki ini bertanya, ''Apakah yang sedang engkau lakukan hai orang bijak?''
Orang bijak menjawab, ''Tadi aku kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat kepadaku. Aku memberikan banyak nasihat yang sangat bermanfaat bagi mereka. Merekapun tampak puas dan bahagia mendengar semua perkataanku. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba aku merasa menjadi orang yang hebat. Kesombonganku mulai bermunculan. Karena itu, aku melakukan pekerjaan ini untuk membunuh perasaan sombongku itu.''
Para pembaca yang budiman, sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua yang benih-benihnya sering muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong sering disebabkan karena faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih cantik, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong sering disebabkan faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, lebih bijaksana dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga, sombong sering disebabkan faktor kebaikan. Kita seringkali menganggap diri kita lebih berakhlak, lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan ini, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi akan sangat mudah terlihat tetapi sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih yang halus di dalam hati kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Pada tataran yang wajar, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Namun, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Bahkan, seringkali batas antara bangga dan sombong tak terlalu jelas.
Diri kita sebenarnya terdiri atas dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan diri sejati di lain kutub. Pada saat dilahirkan ke dunia, kita sepenuhnya berada dalam kutub diri sejati, kita lahir dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Kita sama sekali bebas dari materi apapun. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, kita mulai memiliki berbagai kebutuhan materi. Bahkan, lebih dari sekedar yang kita butuhkan dalam hidup, kelima indra kita selalu mengatakan bahwa kita membutuhkan yang lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup seringkali mengantarkan kita menuju kutub ego. Perjalanan inilah yang memperkenalkan kita kepada kesombongan, kerakusan, serta iri dan dengki. Ketiga sifat ini adalah akar segala permasalahan yang terjadi dalam sejarah umat manusia.
Perjuangan melawan kesombongan sebenarnya adalah perjuangan menarik diri kita ke kutub diri sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya ada dua perubahan paradigma yang perlu Anda lakukan. Pertama, Anda perlu menyadari bahwa hakikat manusia adalah diri sejati, kita bukanlah makhluk fisik tetapi makhluk spiritual.
Diri sejati kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah syarat kita untuk hidup di dunia. Kita lahir tanpa membawa apa-apa, dan kita mati pun tanpa membawa apa-apa. Pandangan seperti ini akan membuat Anda melihat siapapun sebagai manusia yang sama. Anda tidak akan lagi tertipu oleh penampilan, kecantikan, dan segala ''tampak luar'' yang lain. Yang kini Anda lihat adalah ''tampak dalam.'' Pandangan seperti ini sudah pasti akan menjauhkan Anda dari berbagai kesombongan.
Kedua, Anda perlu menyadari bahwa apapun perbuatan baik yang Anda lakukan, semuanya itu semata-mata adalah untuk diri Anda sendiri. Anda menolong orang untuk kebaikan Anda sendiri. Anda memberikan sesuatu kepada orang lain adalah untuk Anda sendiri.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi: Energi yang Anda berikan kepada dunia tak akan pernah hilang. Energi itu akan kembali kepada Anda dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang Anda lakukan pasti akan kembali kepada Anda dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, perasaan bermakna maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik pada orang lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apalagi yang harus kita sombongkan?
Perjalanan menuju kepemimpinan senantiasa dimulai dengan mengalahkan ego dan kesombongan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ujiannya adalah pada pemilu kali ini. Para ''reformis'' yang mengklaim dirinya layak menjadi presiden sudah saatnya duduk bersama dan mengalahkan egonya masing-masing. Tanpa mengalahkan ego ini, mustahil mereka bisa menang. Kalau ini yang terjadi, jangan-jangan bangsa kita akan kembali dipimpin orang-orang yang tidak amanah dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Dua orang lelaki yang datang bertamu ke rumah seorang bijak tertegun keheranan. Mereka melihat si orang bijak sedang bekerja keras. Ia mengangkut air dalam ember kemudian menyikat lantai rumahnya. Keringatnya deras bercucuran. Menyaksikan keganjilan ini salah seorang lelaki ini bertanya, ''Apakah yang sedang engkau lakukan hai orang bijak?''
Orang bijak menjawab, ''Tadi aku kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat kepadaku. Aku memberikan banyak nasihat yang sangat bermanfaat bagi mereka. Merekapun tampak puas dan bahagia mendengar semua perkataanku. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba aku merasa menjadi orang yang hebat. Kesombonganku mulai bermunculan. Karena itu, aku melakukan pekerjaan ini untuk membunuh perasaan sombongku itu.''
Para pembaca yang budiman, sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua yang benih-benihnya sering muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong sering disebabkan karena faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih cantik, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong sering disebabkan faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, lebih bijaksana dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga, sombong sering disebabkan faktor kebaikan. Kita seringkali menganggap diri kita lebih berakhlak, lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan ini, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi akan sangat mudah terlihat tetapi sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih yang halus di dalam hati kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Pada tataran yang wajar, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Namun, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Bahkan, seringkali batas antara bangga dan sombong tak terlalu jelas.
Diri kita sebenarnya terdiri atas dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan diri sejati di lain kutub. Pada saat dilahirkan ke dunia, kita sepenuhnya berada dalam kutub diri sejati, kita lahir dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Kita sama sekali bebas dari materi apapun. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, kita mulai memiliki berbagai kebutuhan materi. Bahkan, lebih dari sekedar yang kita butuhkan dalam hidup, kelima indra kita selalu mengatakan bahwa kita membutuhkan yang lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup seringkali mengantarkan kita menuju kutub ego. Perjalanan inilah yang memperkenalkan kita kepada kesombongan, kerakusan, serta iri dan dengki. Ketiga sifat ini adalah akar segala permasalahan yang terjadi dalam sejarah umat manusia.
Perjuangan melawan kesombongan sebenarnya adalah perjuangan menarik diri kita ke kutub diri sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya ada dua perubahan paradigma yang perlu Anda lakukan. Pertama, Anda perlu menyadari bahwa hakikat manusia adalah diri sejati, kita bukanlah makhluk fisik tetapi makhluk spiritual.
Diri sejati kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah syarat kita untuk hidup di dunia. Kita lahir tanpa membawa apa-apa, dan kita mati pun tanpa membawa apa-apa. Pandangan seperti ini akan membuat Anda melihat siapapun sebagai manusia yang sama. Anda tidak akan lagi tertipu oleh penampilan, kecantikan, dan segala ''tampak luar'' yang lain. Yang kini Anda lihat adalah ''tampak dalam.'' Pandangan seperti ini sudah pasti akan menjauhkan Anda dari berbagai kesombongan.
Kedua, Anda perlu menyadari bahwa apapun perbuatan baik yang Anda lakukan, semuanya itu semata-mata adalah untuk diri Anda sendiri. Anda menolong orang untuk kebaikan Anda sendiri. Anda memberikan sesuatu kepada orang lain adalah untuk Anda sendiri.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi: Energi yang Anda berikan kepada dunia tak akan pernah hilang. Energi itu akan kembali kepada Anda dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang Anda lakukan pasti akan kembali kepada Anda dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, perasaan bermakna maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik pada orang lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apalagi yang harus kita sombongkan?
Perjalanan menuju kepemimpinan senantiasa dimulai dengan mengalahkan ego dan kesombongan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ujiannya adalah pada pemilu kali ini. Para ''reformis'' yang mengklaim dirinya layak menjadi presiden sudah saatnya duduk bersama dan mengalahkan egonya masing-masing. Tanpa mengalahkan ego ini, mustahil mereka bisa menang. Kalau ini yang terjadi, jangan-jangan bangsa kita akan kembali dipimpin orang-orang yang tidak amanah dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Sebuah Renungan Akhir Tahun
Seorang pejabat keluar dari sebuah hotel mewah. Ia baru saja menyelenggarakan seminar dan malam amal untuk mencari dana bagi anak-anak miskin yang berkeliaran di jalan. Ketika akan masuk ke mobil mewahnya, seorang anak jalanan mendekatinya dan merengek, ''Pak, minta uang sekadarnya. Sudah dua hari saya tidak makan.'' Pejabat itu terkejut dan melompat menjauhi anak itu. ''Dasar anak keparat yang tak tahu diri!'' teriaknya. ''Tak tahukah kamu bahwa sepanjang hari saya sudah bekerja sangat keras untukmu?
Pembaca yang budiman, kalau Anda ingin melakukan renungan di penghujung tahun ini, saya anjurkan Anda untuk merenungkan satu hal saja: ''Seberapa besar tingkat kepedulian Anda kepada sesama?'' Dari skala 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik), dimanakah posisi Anda? Jawabannya tak perlu Anda kemukakan, tapi cukup disimpan untuk diri Anda sendiri.
Mengapa saya menganjurkan Anda melakukan hal ini? Ini tak lain untuk kepentingan diri Anda sendiri. Selama Anda masih berkutat dengan diri sendiri, selama itu pula jiwa Anda tak akan pernah tumbuh. Kita hanya akan mengalami transformasi yang luar biasa begitu kita mulai memikirkan orang lain. Seorang pengarang, Joseph Campbell, mengatakan, ''Pada saat kita berhenti berpikir tentang diri kita sendiri, kita sebenarnya tengah mengalami perubahan hati nurani yang sungguh heroik.''
Hal ini mudah diucapkan tetapi amat sulit dilakukan. Para politisi kita amat royal melontarkan kata-kata ''demi kepentingan rakyat.'' Seorang pejabat yang mengaku paling dekat dengan wong cilik kenyataannya malah menyakiti hati rakyat dengan tanpa malu-malu menghadiahkan dirinya sendiri rumah senilai 20 miliar. Para politisi lain juga tanpa malu -malu berlomba-lomba meluncurkan buku biografi politik yang dipenuhi kata-kata ''demi kepentingan rakyat.'' Buku-buku biografi semacam ini sebenarnya merupakan ''pelecehan intelektual'' belaka. Kenyataannya, amat sulit bagi kita menemukan kontribusi mereka bagi orang banyak.
Memikirkan orang lain memang sangat sulit dilakukan, apalagi di zaman sekarang. Setiap hari kita disibukkan dengan pekerjaan yang tak habis-habisnya. Namun sekadar memperhatikan diri Anda sendiri akan menghasilkan kesulitan yang cukup serius dalam jangka panjang. Anda akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan spiritual Anda. Banyak orang yang beranggapan bahwa hal ini adalah kewajiban. Mereka salah besar! Memperhatikan orang lain adalah kebutuhan Anda untuk menikmati hidup yang penuh makna. Memperhatikan orang lain adalah cara terbaik untuk mencapai hakikat kemanusiaan yang sejati.
Seorang filsuf terkemuka pernah mengatakan, ''Manusia dilahirkan dalam kondisi telanjang, dan ketika meninggal ia dibungkus kain kafan. Apakah hanya itu keuntungan yang ia dapatkan sepanjang hidupnya?'' Sayangnya dunia kita sekarang telah begitu materialistisnya, sehingga banyak orang beranggapan bahwa perhatian tersebut bisa digantikan dengan uang. Padahal walaupun uang memang penting, ia tak akan pernah dapat menggantikan perhatian, pengertian, kehadiran dan kasih sayang.
Betapa banyak contoh yang bisa kita ambil dari kehidupan kita sehari-hari. Banyak anak yang tumbuh tanpa perhatian yang semestinya dari orang tua mereka. Banyak orang tua yang berdalih bahwa quality time jauh lebih penting ketimbang quantity time. Padahal, kasih sayang dan pengertian hanya akan terbina melalui proses yang perlahan-lahan dan membutuhkan banyak waktu. Betapa banyak para profesional yang cukup puas dengan memberikan sejumlah uang kepada orang tua mereka tanpa pernah mau tahu mengenai keadaan mereka yang sesungguhnya. Orang-orang seperti ini telah salah kaprah dalam memahami hidup seolah-olah segala sesuatunya bisa dibeli dengan uang.
Kahlil Gibran pernah mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.'' Memberi tidak harus bernuansa materi. Bahkan memberikan perhatian sebenarnya jauh lebih berarti ketimbang memberikan materi yang sifatnya amat terbatas.
Cara menunjukkan kepedulian kita adalah dengan mendengarkan. Seorang anak pernah mengungkapkannya dengan sangat baik, ''Di masa pertumbuhanku, ayahku selalu menghentikan apa yang sedang dia kerjakan dan mendengarkanku saat aku begitu bersemangat menceritakan apa yang telah aku alami seharian.'' Mendengarkan dengan benar adalah melupakan diri sendiri dan memberikan perhatian lahir dan batin yang tulus. Dengan mendengarkan kita dapat menangkap bukan hanya apa yang dikatakan tetapi juga apa yang dirasakan.
Mendengarkan amat penting untuk bisa memberikan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan orang lain, bahkan sekalipun mereka tidak mengatakannya. Kahlil Gibran pernah mengatakan, ''Adalah baik untuk memberi ketika diminta, tapi jauh lebih baik lagi jika memberi tanpa harus diminta.''
Seorang pejabat keluar dari sebuah hotel mewah. Ia baru saja menyelenggarakan seminar dan malam amal untuk mencari dana bagi anak-anak miskin yang berkeliaran di jalan. Ketika akan masuk ke mobil mewahnya, seorang anak jalanan mendekatinya dan merengek, ''Pak, minta uang sekadarnya. Sudah dua hari saya tidak makan.'' Pejabat itu terkejut dan melompat menjauhi anak itu. ''Dasar anak keparat yang tak tahu diri!'' teriaknya. ''Tak tahukah kamu bahwa sepanjang hari saya sudah bekerja sangat keras untukmu?
Pembaca yang budiman, kalau Anda ingin melakukan renungan di penghujung tahun ini, saya anjurkan Anda untuk merenungkan satu hal saja: ''Seberapa besar tingkat kepedulian Anda kepada sesama?'' Dari skala 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik), dimanakah posisi Anda? Jawabannya tak perlu Anda kemukakan, tapi cukup disimpan untuk diri Anda sendiri.
Mengapa saya menganjurkan Anda melakukan hal ini? Ini tak lain untuk kepentingan diri Anda sendiri. Selama Anda masih berkutat dengan diri sendiri, selama itu pula jiwa Anda tak akan pernah tumbuh. Kita hanya akan mengalami transformasi yang luar biasa begitu kita mulai memikirkan orang lain. Seorang pengarang, Joseph Campbell, mengatakan, ''Pada saat kita berhenti berpikir tentang diri kita sendiri, kita sebenarnya tengah mengalami perubahan hati nurani yang sungguh heroik.''
Hal ini mudah diucapkan tetapi amat sulit dilakukan. Para politisi kita amat royal melontarkan kata-kata ''demi kepentingan rakyat.'' Seorang pejabat yang mengaku paling dekat dengan wong cilik kenyataannya malah menyakiti hati rakyat dengan tanpa malu-malu menghadiahkan dirinya sendiri rumah senilai 20 miliar. Para politisi lain juga tanpa malu -malu berlomba-lomba meluncurkan buku biografi politik yang dipenuhi kata-kata ''demi kepentingan rakyat.'' Buku-buku biografi semacam ini sebenarnya merupakan ''pelecehan intelektual'' belaka. Kenyataannya, amat sulit bagi kita menemukan kontribusi mereka bagi orang banyak.
Memikirkan orang lain memang sangat sulit dilakukan, apalagi di zaman sekarang. Setiap hari kita disibukkan dengan pekerjaan yang tak habis-habisnya. Namun sekadar memperhatikan diri Anda sendiri akan menghasilkan kesulitan yang cukup serius dalam jangka panjang. Anda akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan spiritual Anda. Banyak orang yang beranggapan bahwa hal ini adalah kewajiban. Mereka salah besar! Memperhatikan orang lain adalah kebutuhan Anda untuk menikmati hidup yang penuh makna. Memperhatikan orang lain adalah cara terbaik untuk mencapai hakikat kemanusiaan yang sejati.
Seorang filsuf terkemuka pernah mengatakan, ''Manusia dilahirkan dalam kondisi telanjang, dan ketika meninggal ia dibungkus kain kafan. Apakah hanya itu keuntungan yang ia dapatkan sepanjang hidupnya?'' Sayangnya dunia kita sekarang telah begitu materialistisnya, sehingga banyak orang beranggapan bahwa perhatian tersebut bisa digantikan dengan uang. Padahal walaupun uang memang penting, ia tak akan pernah dapat menggantikan perhatian, pengertian, kehadiran dan kasih sayang.
Betapa banyak contoh yang bisa kita ambil dari kehidupan kita sehari-hari. Banyak anak yang tumbuh tanpa perhatian yang semestinya dari orang tua mereka. Banyak orang tua yang berdalih bahwa quality time jauh lebih penting ketimbang quantity time. Padahal, kasih sayang dan pengertian hanya akan terbina melalui proses yang perlahan-lahan dan membutuhkan banyak waktu. Betapa banyak para profesional yang cukup puas dengan memberikan sejumlah uang kepada orang tua mereka tanpa pernah mau tahu mengenai keadaan mereka yang sesungguhnya. Orang-orang seperti ini telah salah kaprah dalam memahami hidup seolah-olah segala sesuatunya bisa dibeli dengan uang.
Kahlil Gibran pernah mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.'' Memberi tidak harus bernuansa materi. Bahkan memberikan perhatian sebenarnya jauh lebih berarti ketimbang memberikan materi yang sifatnya amat terbatas.
Cara menunjukkan kepedulian kita adalah dengan mendengarkan. Seorang anak pernah mengungkapkannya dengan sangat baik, ''Di masa pertumbuhanku, ayahku selalu menghentikan apa yang sedang dia kerjakan dan mendengarkanku saat aku begitu bersemangat menceritakan apa yang telah aku alami seharian.'' Mendengarkan dengan benar adalah melupakan diri sendiri dan memberikan perhatian lahir dan batin yang tulus. Dengan mendengarkan kita dapat menangkap bukan hanya apa yang dikatakan tetapi juga apa yang dirasakan.
Mendengarkan amat penting untuk bisa memberikan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan orang lain, bahkan sekalipun mereka tidak mengatakannya. Kahlil Gibran pernah mengatakan, ''Adalah baik untuk memberi ketika diminta, tapi jauh lebih baik lagi jika memberi tanpa harus diminta.''
Semua Demi PerutOleh : Arvan Pradiansyah
Hari masih pagi benar. Matahari belum lagi menampakkan sinarnya. Di kejauhan nampak seseorang berjalan bergegas sambil membawa kampak. Pak Kyai, demikian, orang ini biasa disapa, bermaksud menebang sebuah pohon yang dianggap keramat oleh penduduk desanya. Ia terusik menyaksikan hampir tiap hari orang mengunjungi pohon itu untuk berdoa sambil membawa sesajen. "Pohon ini harus dimusnahkan. Masyarakat harus diselamatkan dari kemusyrikan," begitu pikirnya.Tiba-tiba ia dikejutkan oleh hardikan seorang kakek, "Hai Kyai! Langkahi dulu mayatku sebelum kau tumbangkan pohonku ini!" Kyai tak gentar. Merekapun langsung baku hantam dan ternyata Kyai jauh lebih unggul. Tinggal sekali pukul lagi si kakek akan tewas. Namun di saat yang kritis itu kakek berteriak, "Ampun Kyai. Aku menyerah, namun sebelum engkau membunuhku, ijinkan aku menyampaikan permintaan terakhir!" "Kau orang yang baik tapi amat miskin," ujar kakek terengah-engah. "Karena itu aku ingin menawarkan win-win solution padamu. Selesai shalat Subuh besok, kau akan menemukan uang 1 juta di depan rumahmu. Aku akan menyediakannya tiap hari. Dengan uang itu kau akan lebih tenang beribadah karena kehidupanmu sudah terjamin. Kaupun akan dapat membantu fakir miskin."Kyai setuju. Dan benar saja, selama 3 hari berturut-turut ia menemukan uang 1 juta di pintu rumahnya. Namun di hari keempat uang itu tak ada. Kyai sadar telah ditipu. Segera ia mengambil kampaknya dan mendatangi kakek penunggu pohon tersebut.Perkelahianpun tak dapat dihindari. Namun kali ini posisinya terbalik. Pak Kyai malah tersudut. Tinggal sekali cekik ia akan tewas. Di saat terakhir Kyaipun bertanya, "Hai kakek tua, mengapa aku kalah hari ini, padahal sebelumnya aku begitu mudah mengalahkanmu?" Setan berwajah kakek itu tersenyum menyeringai, "Kau unggul waktu itu karena niatmu tulus. Tapi sekarang keikhlasanmu sudah tak ada. Kau bermaksud menebang pohon ini karena tak mendapat uang 1 juta bukan?Cerita diatas sebenarnya sering kita alami sehari-hari. Ada banyak stimuli yang sering membelokkan motivasi kita. Secara kasat mata, perbuatan yang kita lakukan mungkin masih sama, seperti halnya Kyai yang menebang pohon. Tapi motivasinya mungkin sudah berbeda. Toh tak ada yang tahu kecuali kita sendiri. Perubahan motivasi inilah yang sebenarnya amat menentukan kualitas perbuatan kita.Setiap perbuatan pasti didasari oleh motivasi tertentu. Teori-teori dasar dalam SDM semuanya adalah mengenai motivasi, mulai dari Teori Kebutuhan Maslow, Teori Keadilan, Teori Harapan dsb. Benang merah dari semua teori tersebut adalah: Tak mungkin ada perbuatan yang terjadi begitu saja tanpa dilandasi motivasi apapun.Teori motivasi terpopuler adalah teori kebutuhan. Kebutuhanlah yang mendasari tindakan kita. Ada 4 jenis manusia berdasarkan kebutuhannya. Jenis manusia pertama adalah Manusia Perut dan di bawah perut. Sesuai dengan letaknya dalam tubuh, ini menunjukkan kualitas kemanusiaan terbawah. Manusia seperti ini hidup semata-mata untuk perutnya. Inilah manusia UUD, ujung-ujungnya duit. Orang seperti ini orientasinya adalah harta, tahta dan wanita. Bahasa kerennya, economic animal atau political animal.Jenis kedua, naik ke atas sedikit, adalah Manusia Hati. Orang ini memiliki kebutuhan sosial emosional yang tinggi, ia butuh bergaul dan memiliki banyak kawan. Ketiga, Manusia Otak. Inilah manusia yang rasional dan memiliki kebutuhan belajar yang tinggi. Keempat, Manusia Spiritual. Inilah manusia paripurna yang senantiasa mencari makna terhadap apapun yang dikerjakannya. Sekarang, manusia macam apakah Anda? Bagaimana dengan para pemimpin kita? Ambillah beberapa contoh. Mengapa Andi Ghalib bergabung dengan PPP? Apakah untuk mencari posisi atau ia sungguh-sungguh insyaf dan bertobat? Mengapa Hamzah Haz dan Zainudin MZ berselisih mengenai 2003 atau 2004? Karena kepentingan umat ataukah sekedar mencari kekuasaan? Mengapa Mega mengijinkan Akbar menjadi tersangka? Apakah benar untuk memberantas KKN ataukah sekedar untuk meningkatkan citra Mega yang merosot karena mengutus suaminya ke Cina maupun pestanya yang mewah di Bali? Mengapa pula Golkar tiba-tiba menjadi "galak" terhadap pemerintah?Hanya mereka sendirilah yang tahu jawabannya. Namun pada akhirnya motivasi mereka akan terbuka. Contohnya adalah Bulogate I dan II. Coba perhatikan PKB dan Golkar. Keduanya sekarang bertukar posisi 100%. Dulu PKB bilang Pansus tak perlu, Gus Dur tak perlu mundur dst, dsb. Sekarang untuk kasus yang sama posisi PKB adalah sebaliknya. Dan ajaibnya semua argumentasi PKB dulu, kini menjadi argumentasi Golkar.Pada akhirnya rakyatlah yang akan menilai motivasi dan ketulusan para pemimpin. Stephen Covey pernah mengatakan "Siapa Anda mengkomunikasikan jauh lebih banyak dari apa yang Anda katakan atau lakukan." Para pemimpin perlu tahu, bahwa tak sulit untuk menduga motivasi mereka yang sebenarnya. Rakyat dapat merasakan apakah mereka berjuang demi orang banyak atau demi perut mereka sendiri.
Hari masih pagi benar. Matahari belum lagi menampakkan sinarnya. Di kejauhan nampak seseorang berjalan bergegas sambil membawa kampak. Pak Kyai, demikian, orang ini biasa disapa, bermaksud menebang sebuah pohon yang dianggap keramat oleh penduduk desanya. Ia terusik menyaksikan hampir tiap hari orang mengunjungi pohon itu untuk berdoa sambil membawa sesajen. "Pohon ini harus dimusnahkan. Masyarakat harus diselamatkan dari kemusyrikan," begitu pikirnya.Tiba-tiba ia dikejutkan oleh hardikan seorang kakek, "Hai Kyai! Langkahi dulu mayatku sebelum kau tumbangkan pohonku ini!" Kyai tak gentar. Merekapun langsung baku hantam dan ternyata Kyai jauh lebih unggul. Tinggal sekali pukul lagi si kakek akan tewas. Namun di saat yang kritis itu kakek berteriak, "Ampun Kyai. Aku menyerah, namun sebelum engkau membunuhku, ijinkan aku menyampaikan permintaan terakhir!" "Kau orang yang baik tapi amat miskin," ujar kakek terengah-engah. "Karena itu aku ingin menawarkan win-win solution padamu. Selesai shalat Subuh besok, kau akan menemukan uang 1 juta di depan rumahmu. Aku akan menyediakannya tiap hari. Dengan uang itu kau akan lebih tenang beribadah karena kehidupanmu sudah terjamin. Kaupun akan dapat membantu fakir miskin."Kyai setuju. Dan benar saja, selama 3 hari berturut-turut ia menemukan uang 1 juta di pintu rumahnya. Namun di hari keempat uang itu tak ada. Kyai sadar telah ditipu. Segera ia mengambil kampaknya dan mendatangi kakek penunggu pohon tersebut.Perkelahianpun tak dapat dihindari. Namun kali ini posisinya terbalik. Pak Kyai malah tersudut. Tinggal sekali cekik ia akan tewas. Di saat terakhir Kyaipun bertanya, "Hai kakek tua, mengapa aku kalah hari ini, padahal sebelumnya aku begitu mudah mengalahkanmu?" Setan berwajah kakek itu tersenyum menyeringai, "Kau unggul waktu itu karena niatmu tulus. Tapi sekarang keikhlasanmu sudah tak ada. Kau bermaksud menebang pohon ini karena tak mendapat uang 1 juta bukan?Cerita diatas sebenarnya sering kita alami sehari-hari. Ada banyak stimuli yang sering membelokkan motivasi kita. Secara kasat mata, perbuatan yang kita lakukan mungkin masih sama, seperti halnya Kyai yang menebang pohon. Tapi motivasinya mungkin sudah berbeda. Toh tak ada yang tahu kecuali kita sendiri. Perubahan motivasi inilah yang sebenarnya amat menentukan kualitas perbuatan kita.Setiap perbuatan pasti didasari oleh motivasi tertentu. Teori-teori dasar dalam SDM semuanya adalah mengenai motivasi, mulai dari Teori Kebutuhan Maslow, Teori Keadilan, Teori Harapan dsb. Benang merah dari semua teori tersebut adalah: Tak mungkin ada perbuatan yang terjadi begitu saja tanpa dilandasi motivasi apapun.Teori motivasi terpopuler adalah teori kebutuhan. Kebutuhanlah yang mendasari tindakan kita. Ada 4 jenis manusia berdasarkan kebutuhannya. Jenis manusia pertama adalah Manusia Perut dan di bawah perut. Sesuai dengan letaknya dalam tubuh, ini menunjukkan kualitas kemanusiaan terbawah. Manusia seperti ini hidup semata-mata untuk perutnya. Inilah manusia UUD, ujung-ujungnya duit. Orang seperti ini orientasinya adalah harta, tahta dan wanita. Bahasa kerennya, economic animal atau political animal.Jenis kedua, naik ke atas sedikit, adalah Manusia Hati. Orang ini memiliki kebutuhan sosial emosional yang tinggi, ia butuh bergaul dan memiliki banyak kawan. Ketiga, Manusia Otak. Inilah manusia yang rasional dan memiliki kebutuhan belajar yang tinggi. Keempat, Manusia Spiritual. Inilah manusia paripurna yang senantiasa mencari makna terhadap apapun yang dikerjakannya. Sekarang, manusia macam apakah Anda? Bagaimana dengan para pemimpin kita? Ambillah beberapa contoh. Mengapa Andi Ghalib bergabung dengan PPP? Apakah untuk mencari posisi atau ia sungguh-sungguh insyaf dan bertobat? Mengapa Hamzah Haz dan Zainudin MZ berselisih mengenai 2003 atau 2004? Karena kepentingan umat ataukah sekedar mencari kekuasaan? Mengapa Mega mengijinkan Akbar menjadi tersangka? Apakah benar untuk memberantas KKN ataukah sekedar untuk meningkatkan citra Mega yang merosot karena mengutus suaminya ke Cina maupun pestanya yang mewah di Bali? Mengapa pula Golkar tiba-tiba menjadi "galak" terhadap pemerintah?Hanya mereka sendirilah yang tahu jawabannya. Namun pada akhirnya motivasi mereka akan terbuka. Contohnya adalah Bulogate I dan II. Coba perhatikan PKB dan Golkar. Keduanya sekarang bertukar posisi 100%. Dulu PKB bilang Pansus tak perlu, Gus Dur tak perlu mundur dst, dsb. Sekarang untuk kasus yang sama posisi PKB adalah sebaliknya. Dan ajaibnya semua argumentasi PKB dulu, kini menjadi argumentasi Golkar.Pada akhirnya rakyatlah yang akan menilai motivasi dan ketulusan para pemimpin. Stephen Covey pernah mengatakan "Siapa Anda mengkomunikasikan jauh lebih banyak dari apa yang Anda katakan atau lakukan." Para pemimpin perlu tahu, bahwa tak sulit untuk menduga motivasi mereka yang sebenarnya. Rakyat dapat merasakan apakah mereka berjuang demi orang banyak atau demi perut mereka sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)