Belajar dari Sang Surya
Di sebuah
Kawannya menyahut, ''Bagus kalau begitu! Mari kita mulai. Apa yang harus kita pertengkarkan?'' Orang bijak pertama menjawab, ''Bagaimana kalau sepotong roti ini?''
''Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?'' tanya orang bijak kedua. Orang bijak pertama lalu berkata, ''Roti ini punyaku. Ini milikku semua.'' Orang bijak kedua menjawab, ''Kalau begitu, ambil saja.''
Di rumah kita meminta perhatian pasangan kita, meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita meminta bantuan bawahan, meminta pengertian rekan sejawat, dan meminta gaji yang tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin selalu meminta pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.
Bahasa kita sehari-hari adalah ''bahasa'' meminta. Mengapa kita suka meminta tetapi sulit memberi?
Padahal hukum alam menyatakan yang sebaliknya. Justru dengan banyak memberi, kita akan banyak pula menerima. Coba perhatikan orang yang disenangi dalam pergaulan. Merekalah orang yang suka memberi. Sebaliknya orang-orang yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah memberi.
Keinginan untuk memberi tak ada kaitannya dengan banyaknya harta yang kita miliki.
Mereka tak mau memberi karena takut miskin. Seolah-olah dengan memberi mereka akan terkuras habis. Mereka sesungguhnya orang yang benar-benar miskin. Karena bukankah ketakutan akan kemiskinan merupakan kemiskinan itu sendiri?
Sebaliknya ada orang yang sederhana tetapi senantiasa mau berbagi dengan orang lain. Mereka inilah orang-orang yang kaya. Yang menjadikan kita kaya sebenarnya bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang kita berikan kepada orang lain.
Sumber kekayaan yang sejati sebenarnya terletak di dalam diri kita sendiri. Sayangnya, banyak orang tak sadar. Mereka sibuk mengumpulkan permata dan berlian, lupa bahwa permata yang ''asli'' sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri.
Namun, hal itu tak terjadi begitu saja. Ibarat menggali permata yang ada di dalam bumi, Anda juga harus melakukan penggalian ke dalam diri kita. Nah, begitu Anda melakukan perjalanan ke dalam, Anda akan mulai merasakan efeknya.
Mula-mula, beberapa masalah fisik yang berlarut-larut akan terhapuskan, kemudian masalah-masalah emosi yang pelik akan terselesaikan. Teruskan menggali, Anda akan merasakan hidup yang bermanfaat, dan akhirnya akan timbul suatu kesadaran bahwa kita semua adalah satu dan tak bisa dipisah-pisahkan.
Untuk bisa menggali, Anda perlu menemukan kuncinya. Tanpa kunci ini perjalanan Anda akan sia-sia belaka. Anda ingin tahu kuncinya? Jawabnya adalah: dengan memberi kepada orang lain!
Jangan salah, memberi tak selalu harus berkaitan dengan materi dan uang. Kahlil Gibran mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.
''
Orang yang enggan memberi adalah mereka yang tak pernah belajar dari kehidupan itu sendiri. Padahal esensi kehidupan adalah memberi. Tuhan sebagai sumber kehidupan adalah Sang Maha Pemberi. Lihatlah, betapa Tuhan telah memberikan segalanya tanpa pilih kasih, tak peduli kita baik ataupun jahat. Inilah unconditional love, sebuah cinta tanpa syarat.
Seorang ibu juga adalah pemberi yang tulus, yang telah memberikan seluruh hidupnya untuk anak-anak yang dicintainya. Sebuah lagu menggambarkan hal ini dengan sangat indah, ''Kasih ibu kepada beta/Tak terhingga sepanjang masa/Hanya memberi tak harap kembali/Bagai sang surya menyinari dunia.''
Tidak ada komentar:
Posting Komentar