Kamis, 09 Agustus 2007

DARI WINNING KE BEING FORMULA

pembelajaran: Dari Winning ke Being Formula

Oleh: Andrias Harefa **

Sometimes an ounce of perception takes

a ton of education to change.

Tom Anderson


Selama belasan tahun saya berkecimpung dalam dunia bisnis, memainkan berbagai peran mulai dari wiraniaga, penulis-pengarang, konsultan di bidang pengembangan sumber daya manusia, wirausaha mandiri, pengajar, pelatih, fasilitator pembelajaran, pembicara motivasi, dan terakhir Presiden Indonesia School of Life.

Dalam kurun waktu tersebut saya banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep winning formulas (formula-formula untuk mencapai keberhasilan) yang ditawarkan oleh, antara lain, Dale Carnegie, Frank Bettger, Norman Vincent Peale, Robert Schuler, Zig Ziglar, Denis Waitley, John Wareham, Albert Gray, Maxwell Maltz, Og Mandino, Brian Tracy, Napoleon Hill, Anthony Robbins, Stephen Covey, Colin Turner, Daniel Goleman, Robert Kiyosaki, dan entah siapa lagi. Meski tidak seluruh pandangan para tokoh yang relatif populer itu dapat saya sepakati, namun harus saya akui mereka ikut membentuk persepsi saya mengenai banyak aspek kehidupan.

Krisis yang menerkam Indonesia pertengahan 1997 membuat saya tersentak. Lalu saya mencoba menata kembali persepsi saya dengan banyak melakukan refleksi dan perenungan diri. Berbagai winning formulas itu saya telaah lagi satu-satu. Sampai akhirnya saya yakin bahwa yang harus saya ambil dari berbagai ide para tokoh itu bukanlah winning formula yang mereka rumuskan, tetapi justru hal-hal yang tersirat dalam setiap tampilan winning formula itu.

Maka sejak awal 1998, saya memilih untuk meninggalkan karier profesional saya dan mencoba untuk mencari apa yang mungkin lebih tepat disebut sebagai "being formula" (formula menjadi atau mengada). Dan pencarian itulah yang membawa saya "menemukan" konsep yang kemudian saya susun dalam buku bertajuk Menjadi Manusia Pembelajar (Kompas, 2000).

Meski buku Menjadi Manusia Pembelajar (selanjutnya disingkat MMP) saya tulis secara maraton kurang dari 3 bulan, namun ide-ide yang tercakup dalam buku itu merupakan proses pemikiran yang sudah dimulai sejak tahun 1982, yakni saat saya mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran kritis kontemplatif dari Ahmad Wahib dan kemudian Soe Hok Gie. Kebetulan dua-duanya aktivis mahasiswa yang meninggal dalam usia muda. Wahib menjadi korban tabrak lari di sekitar Proyek Senen, Jakarta Pusat. Hok Gie, meninggal karena gas beracun yang terhirup olehnya saat berada di kawah Mahameru di puncak Gunung Semeru, Jawa Timur. Dan dua-duanya meninggalkan catatan harian yang luar biasa. Bahkan bagi saya pribadi, catatan harian kedua tokoh tersebut jauh lebih bermanfaat ketimbang seluruh diktat kuliah yang pernah saya terima selama lima tahun menggelandang di Kampus Biru UGM.

Sejak jatuh cinta pada pemikiran Wahib dan Hok Gie, saya jadi terobsesi dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: bila saya mati muda, apakah yang akan saya tinggalkan untuk bangsa saya ini? Mampukah saya memberikan sedikit makna atas kehadiran saya disini dan kini? Siapakah saya ini, darimana saya berasal, dan kemana saya akan pergi? Apa peran dan tanggung jawab yang harus saya tunaikan? Apakah saya ini seorang beragama (formal) atau benar-benar beriman (informal)? Dan sebagainya. Setelah 18 tahun mengunyah-ngunyah pertanyaan eksistensial semacam itu, saya akhirnya berhasil juga menyatakan sikap pribadi saya dalam sebuah buku. Dan itulah MMP.

Dalam MMP saya menyatakan keyakinan saya yang "tidak ilmiah", bahwa manusia dilahirkan dengan tugas, panggilan dan tanggung jawab untuk menjadi pembelajar, pemimpin dan guru bangsa. Itulah tri-tugas kemanusiaan universal. Tiap manusia perlu menjadi pembelajar, karena ia adalah pendosa, pembuat kesalahan, mahluk yang belum siap, dan mahluk yang potensial. Dan bila ia belajar dengan lahap, maka ia dimungkinkan menjadi pemimpin, menjadi manusia yang berani dan mampu memikul beban untuk melayani konstituen yang menghadiahkan kepadanya suatu hal yang amat penting, yakni kepercayaan.

Kepemimpinan itu, pertama-tama dan terutama, adalah sebuah tugas pekerjaan dan bukan jabatan atau kedudukan formal. Meminjam konsep Max De Pree, saya tegaskan bahwa orang menjadi pemimpin dengan cara mengerjakan pekerjaan sebagai pemimpin, terlepas dari apakah ia secara formal memangku sebuah jabatan atau tidak. Hanya bila tugas kepemimpinan ini dihayati dengan benar, maka tiap orang akan diperhadapkan kembali pada pilihan untuk naik ke tahap tertinggi, menjadi guru bangsa dan guru umat manusia.

Jadi, dalam pandangan saya, menjadi pemimpin itu sebuah prestasi gemilang. Tidak semua orang akan mampu sampai ke tahap itu. Namun itu bukan tahap tertinggi dalam tugas, tanggung jawab, dan panggilan hidup manusia. Ia masih dimungkinkan, dengan terus menerus belajar, mencapai tahap manusia guru, yang utamanya mendemonstrasikan sikap hidup altruistik seperti di teladankan oleh para pendiri agama-agama besar di dunia. Dan yang terakhir ini bukan soal prestasi tapi soal pilihan pribadi untuk justru "melepaskan" semua prestasi.

***

Respons masyarakat terhadap buku MMP jauh di atas perkiraan saya. Bulan pertama, September 2000, buku tersebut terjual habis dan sempat kosong dipasaran karena proses cetak ulangnya terlambat. Bulan berikutnya sambutan masih meriah, sehingga cetakan ketiga menyusul. Bulan ketujuh, cetakan keempat beredar di pasaran. Tak pelak lagi, ia bertengger menjadi # 1 Bestseller Book di Penerbit Buku Kompas.

Dalam periode yang sama, saya menerima begitu banyak respons positif dalam bentuk undangan diskusi dan seminar, baik di kalangan pebisnis (perusahaan), maupun kalangan praktisi dan akademisi di bidang pendidikan, dari Jayapura sampai Medan. MMP kemudian menjadi bacaan wajib di berbagai perusahaan, khususnya untuk level yunior manajer ke atas, diresensi oleh berbagai media cetak dan elektornik dalam skala lokal maupun nasional. Karenanya, saya lalu membentuk Komunitas Pembelajar Mahardika (KPM) yang merupakan wadah informal bagi peminat konsep MMP.

Atas budi baik Saudara Ang Tek Khun dan Hendri Bun di Yogyakarta, KPM kemudian hadir meramaikan dunia maya lewat situs  HYPERLINK "http://www.pembelajar.com/" http://www.pembelajar.com/ (mulai 14 Februari 2001). Dan berbagai pihak yang tertarik untuk sama-sama bergerilya mengajak masyarakat untuk belajar (dalam arti learn, unlearn, dan relearn) saya undang untuk menjadi kontributor ide dengan menyumbangkan pengetahuannya secara cuma-cuma dan suka rela untuk dimuat dalam situs tersebut. Sampai tulisan ini dibuat, kolumnis sukarela di pembelajar.com tak kurang dari 10 orang.

Saya merasa bahwa apa yang sebenarnya ingin saya tawarkan kepada masyarakat bukanlah winning and success formula, tetapi mungkin lebih dekat dengan pengertian being formula. Saya tidak menawarkan suatu cara menuju keberhasilan, tetapi menawarkan perspektif untuk mengelola baik keberhasilan maupun kegagalan dalam sebuah proses menyatakan diri, memberikan konstribusi, melayani dan memberi makna hidup.

Apa yang bisa disebut sebagai winning and success formulas hampir dapat dipastikan memberikan petunjuk ini dan itu. Ia berangkat dari sebuah pandangan tentang bagaimana mencapai keberhasilan hidup. Ia memberikan semacam "resep", dan mendiktekan hal itu kepada khalayak ramai. Orang-orang yang membuat "resep" itu tentu diasumsikan sebagai orang-orang yang "sukses" dan "berkemenangan" dalam hidupnya. Orang gagal, miskin raya, dan para pecundang (loosers), tidak berhak membuat "resep" semacam itu.

Sebaliknya, being formula tidak berangkat dari pandangan yang demikian. Ia justru berangkat dari kesadaran bahwa dalam hidup ini winners or losers, orang sukses atau orang gagal, si kaya dan si miskin, semua saja "sama saja". Mereka sama-sama manusia yang diciptakan Sang Pencipta. Mereka sama-sama memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan. Mereka sama-sama pembuat kesalahan, orang berdosa. Karenanya, dalam being formula tidak ada kiat-kiat praktis dan cara-cara cespleng meraih kesuksesan. Yang ada justru setumpuk pertanyaan untuk dicarikan jawabannya sepanjang hayat di kandung badan. Mereka yang menawarkan being formula pada dasarnya adalah peragu, penggugat kemapanan atau status quo, dan pencari kebenaran yang mengajak orang bersama-sama menjadi gelisah.

***
nanti bila aku mati,
entah muda atau tua,
apakah yang akan kutinggalkan bagi bangsaku?
apakah yang akan dikenang oleh anak cucu keturunanku?
adakah makna kehadiranku dalam sejarah bangsaku?
nanti bila aku mati,
entah muda atau tua,
adakah pasir-pasir kehidupan yang sempat kubalut dengan keringat dan darahku,
hingga menjadi mutiara yang indah,
yang dapat dikenakan mereka yang lahir setelah aku,
untuk dapat berdandan, tampil cantik dan tampan,
dalam pergaulan bangsa-bangsa berperadaban?
ataukah pasir-pasir kehidupan itu telah menghancurkan seluruh hidupku,
ditelan kebiadaban bangsa sendiri?
nanti bila aku mati,
entah muda atau tua,
adakah kuwariskan sejumlah kata-kata
yang membebaskan dari keterbelakangan dan kemiskinan
yang mencerahkan dari kebebalan akibat penyeragaman
yang meneduhkan dari teriknya kehidupan
yang membangun harapan dari keputusasaan
adakah?
*) artikel ini merupakan saduran dari Catatan Awal dalam buku Mutiara Pembelajar (GCM, 2001).
**) Andrias Harefa, pemrakarsa dan pengelola  HYPERLINK "http://www.pembelajar.com/" pembelajar.com, pendiri dan pengelola  HYPERLINK "http://www.pembelajar.com/isol" \t "_blank" indonesia school of life-family, corporate, and society-based education, telah menulis 17-an buku laris yang diterbitkan gramedia, andi, dan penerbit buku kompas (september 1998-sekarang), berpengalaman mengajar, melatih dan membuat kurikulum pengajaran dan pelatihan bagi puluhan ribu orang selama 12 tahun terakhir. Andrias Harefa, bekerja sebagai knowledge entrepreneur, learning partner, motivational speaker, dan penulis beberapa buku best-seller terbitan Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit KOMPAS. Andrias Harefa, pemrakarsa dan pengelola  HYPERLINK "http://www.pembelajar.com/" pembelajar.com, pendiri dan pengelola  HYPERLINK "http://www.pembelajar.com/isol" \t "_blank" indonesia school of life-family, corporate, and society-based education, telah menulis 17-an buku laris yang diterbitkan gramedia, andi, dan penerbit buku kompas (september 1998-sekarang), berpengalaman mengajar, melatih dan membuat kurikulum pengajaran dan pelatihan bagi puluhan ribu orang selama 12 tahun terakhir.

Tidak ada komentar: