Kamis, 16 Agustus 2007

Semuanya untukmu Sendiri!
Mengapa sebuah negeri religius bernama Indonesia dikenal sebagai negeri terkorup di dunia? Berbagai tempat ibadah senantiasa kebanjiran pengunjung, tapi mengapa korupsi dan kemaksiatan justru makin merajalela?Ada sebuah missing link di sini. Ternyata, pemahaman agama yang menggunakan pendekatan pahala-dosa, surga-neraka, haram-halal tidak efektif. Di SCTV minggu lalu ada sebuah berita menarik dari Medan. Seorang guru mengaji mengaku telah memperkosa empat anak didiknya yang baru berusia 7 tahun. Dan itu dilakukannya di kamar mandi sekolah! Bagaimana kita menjelaskan fenomena ini?Apa kira-kira yang berkecamuk dalam kepala guru mengaji itu? Mungkin saja ia suka menonton video porno, memelototi goyangan Inul atau Anisa Bahar. Tapi, mungkinkah ia tidak mengerti pahala dan dosa? Tidak mungkin! Ia bahkan mengajarkan hal itu setiap hari. Tapi, mengapa ia nekat melakukannya bahkan kepada muridnya sendiri?Mari kita buat kalkulasi rasional. Seseorang melakukan sesuatu pasti karena manfaat atau kenikmatan yang akan ia terima lebih besar daripada ''biayanya.'' Sebaliknya kalau ''biayanya'' lebih besar daripada manfaatnya, orang pasti akan mengurungkannya. Yang dimaksud biaya disini bukanlah semata-mata dalam bentuk uang tapi juga harga diri, kehormatan, nama baik, image, maupun hukuman yang akan diterimanya.Nah, kalau guru ini akhirnya nekad memperkosa tentunya karena kenikmatan yang diperolehnya lebih besar ketimbang biayanya. Mari kita coba pahami jalan pikirannya. Apa nikmatnya memperkosa orang? Mungkin si guru ingin melampiaskan pikirannya yang sudah begitu teracuni oleh berbagai rangsangan dari luar. Tapi, bagaimana dengan ''biayanya.'' Si guru tentu sempat berpikir tentang pahala-dosa, surga-neraka. Ia tahu pasti tentang hal itu. Tapi mungkin ia berpikir begini, ''Ah itu kan nanti di akhirat, masih lama. Nggak usah dipikirin dulu. Gitu aja koq repot!". Mungkin juga ia berpikir begini, ''Saya kan nanti bisa bertobat, bukankah Tuhan Maha Menerima Tobat?''Sekilas kalkulasi si guru kelihatannya logis. Namun, ia melupakan satu hal. Ia tidak pernah berpikir bahwa konsekuensi dari perbuatannya akan ia rasakan di dunia, sekarang ini juga! Apa yang akan terjadi seandainya anak-anak ini melaporkan hal ini pada orang tuanya? Bagaimana kalau seisi sekolah mengetahui perbuatannya? Bagaimana kalau ia ditangkap polisi? Bagaimana kalau ia dipecat dan nama baiknya hancur? Bukankah sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak percaya? Saya kira kalau si guru memikirkan semua konsekuensi yang bakal ia terima sekarang -- bukannya nanti di akhirat -- ia pasti akan mengurungkan niatnya. Tak mungkin ada orang yang mau mempertaruhkan hidupnya hanya demi ''sedikit kenikmatan.'' Tak ada orang yang mau berbuat jahat kepada dirinya sendiri, apapun alasannya. Inilah hukum alam yang perlu benar-benar kita camkan: ''Apapun yang kita lakukan, yang baik maupun yang jahat, semuanya adalah untuk kita sendiri.'' Pemahaman pada hukum alam ini pasti akan mengubah hidup setiap orang. Kalau kita tahu bahwa apapun yang kita lakukan adalah untuk kita sendiri, kita pasti akan selalu berbuat baik. Ada cerita mengenai seorang petani jagung yang selalu mendapatkan hadiah utama dalam perlombaan tani nasional. Ia mempunyai kebiasaan membagi-bagikan biji jagung terbaiknya kepada petani-petani di sekitarnya.Ketika ditanya mengapa berbuat demikian, sang petani menjawab, ''Sebenarnya saya melakukan hal itu untuk kepentingan saya sendiri. Angin menerbangkan serbuk-serbuk dan membawanya dari ladang ke ladang. Maka kalau petani-petani di sekitar saya menanam jagung yang mutunya lebih rendah, penyerbukan silang akan menurunkan mutu jagung saya. Itulah sebabnya saya berusaha supaya mereka hanya menanam jagung yang paling baik.''Kesadaran tentang hukum alam inilah yang akan senantiasa mendorong orang berbuat baik. Saya mengenal seorang suami yang menelantarkan istrinya. Ia hanya bermalas-malasan sepanjang hari, sementara istrinya membanting tulang menghidupi kedua anaknya. Ia bahkan menolak untuk sekedar pergi membelikan susu anaknya. Sayangnya, si suami tidak menyadari hukum alam ini. Kalau saja ia sadar bahwa tidak ada satupun anggota keluarga istrinya yang menyukainya, ia pasti akan mengubah sikapnya.Saya juga mengenal seorang bos yang luar biasa pelitnya. Bos ini senang mengakali karyawannya dalam urusan keuangan. Kalau saja ia tahu bahwa namanya sering diperbincangkan karyawannya setiap makan siang, ia pasti akan mengubah sikapnya ini.Tapi, tahu saja belum cukup. Yang diperlukan adalah kesadaran. Banyak orang tahu tetapi tak sadar. Kita tahu bahwa untuk menjaga kesehatan kita perlu berolah raga, tapi kita tetap tak berolah raga. Itu artinya kita tidak sadar. Orang yang ''tahu'' baru memahami teorinya. Sementara itu orang yang ''sadar'' adalah orang yang telah mengalami pencerahan. Lantas, bagaimana kita bisa berubah dari sekedar tahu menjadi sadar? Mari kita diskusikan hal ini dalam kesempatan berikutnya.

Tidak ada komentar: