Kamis, 09 Agustus 2007

TIPS BELAJAR: MEMBACA CEPAT (1)

tips belajar: Membaca Cepat (1)
Oleh: Andrias Harefa*

Dari publikasi harian KOMPAS di tahun 80-an, saya pernah mencatat bahwa ada beberapa lembaga di Indonesia yang menyelenggarakan kursus membaca cepat (speed reading). Di antaranya ialah Institut Manajemen Prasetya Mulya (1984, sekarang pun masih), Aksara Dinamika (1984-1985), dan Data Search Indonesia (1987, sekaang tidak lagi). Dan setelah tahun 90-an, saya melihat bahwa speed reading merupakan salah satu mata pelatihan yang juga ditawarkan oleh Lembaga Manajemen PPM.

Membaca cepat diperlukan bagi mereka yang ingin terus meluangkan waktu yang relatif sempit untuk membaca. Mereka ini adalah orang-orang yang relatif sibuk karena memikul tugas dan tanggung jawab besar. Para eksekutif puncak, baik di lembaga-lembaga kenegaraan maupun bisnis, adalah contohnya. Kebutuhan mereka akan informasi dan pengetahuan relatif tinggi, sementar aktivitas keseharian mereka sangat padat sehingga waktu membaca sangat sedikit, itupun kalau mereka ingin tetap melakukannya. Pendek kata keterampilan membaca cepat diperlukan terutama bagi orang sibuk yang masih mau membaca. Tidak harus eksekutif puncak, wartawan, pengacara, dokter, atau pengajar dan ibu rumah tangga yang sibuk pun dapat memanfaatkannya.

Kemampuan membaca orang pada umumnya diperkirakan sekitar 100-250 kata per menit (kpm). Dengan mengikuti pelatihan speed reading, seberapa cepat kemampuan membaca itu dapat ditingkatkan? Jawabannya sangat bervariasi. Namun dengan menyediakan waktu berlatih membaca cepat 2 jam per minggu selama 4 minggu pertama dapat diharapkan peningkatan 2 kali dari sebelumnya. Tentu saja diperlukan coaching dari orang yang telah terlatih untuk itu, atau setidaknya dengan buku panduan yang cukup mudah diikuti pembacanya.

Ketika saya pertama kali mengikuti kursus membaca cepat dibawah asuhan The Liang Gie, pembelajar otodidak dan pendiri Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi di Yogyakarta, tahun 1986, saya dapat meningkatkan kemampuan membaca cepat dari 250 kpm menjadi 500 kpm dalam satu bulan. Hal ini meningkatkan gairah saya untuk lebih rajin membaca, sekalipun waktu itu saya bukanlah orang sibuk. Kala itu saya berhitung secara matematis bahwa bila kecepatan membaca saya rata-rata 500 kpm dan saya membaca buku selama 20 menit per hari, maka dalam satu tahun saya dapat membaca 500 kata x 20 menit x 365 hari = 3.650.000 kata. Andai jumlah kata per buku dihitung 80.000 kata, maka dengan 20 menit membaca tiap hari saya dapat membaca sekitar 45 buku, sebuah jumlah yang memungkinkan seseorang menulis skripsi tingkat strata satu (rata-rata daftar kepustakaan sebuah skripsi di Amerika adalah 40-an buku). Menarik bukan?

tips belajar: Membaca Cepat (2)
Oleh: Andrias Harefa*

Kemauan dan kemampuan membaca Theodore Roosevelt, salah seorang presiden Amerika, sungguh luar biasa. Ia ditemukan membaca tiga buku dalam seharinya selama di Gedung Putih. Presiden Amerika lainnya, John F. Kennedy, diketahui mampu membaca dengan kecepatan mengagumkan, 1.000 kpm (kata per menit). Ini tentu prestasi yang luar biasa. Sebab, mengutip Harry Shefter yang pernah menulis Faster Reading Self Thought, pada umumnya orang biasa dapat melatih dirinya membaca sampai 350-500 kpm saja.

Hal yang sama juga ditegaskan Norman Lewis dalam karyanya How To Read Better and Faster. Fakta yang Lewis temukan dari Reading Clinic, Darmouth College, dan fakta dari kursus-kursus membaca cepat di Universitas Florida maupun Universitas Purdue, menunjukkan bahwa orang yang tidak terlatih hanya mampu membaca sekitar 110-245 kpm saja. Dan bila mereka dilatih selama 2-4 minggu (tidak disebutkan berapa jam pelatihannya), maka kemampuan itu dapat ditingkatkan menjadi 325-500 kpm. Apakah hal yang sama berlaku untuk orang Indonesia? Diperlukan suatu penelitian untuk menjawabnya.

Kita belum tahu seberapa cepat rata-rata orang Indonesia membaca. Kita juga tidak punya catatan berapa banyak buku yang pernah di baca Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir, serta seberapa cepat mereka mampu membaca. Kita tidak tahu apakah Pak Harto saat menjadi presiden suka membaca. Bung Rudy (B.J. Habibie) yang cendikiawan (katanya Bung Karno negarawan dan Pak Harto itu hartawan) mungkin banyak membaca juga, meski kita tak tahu apa bacaannya dan berapa kecepatan ia membaca. Lalu Gus Dur, yang pernah mengaku mampu mengingat sekitar 2.000 nomor telepon diluar kepala sebelum stroke, juga pasti doyan membaca. Hanya berapa cepat ia melakukan aktivitas itu dan apakah dengan gangguan penglihatan yang dideritanya belakangan, apakah ia masih rajin membaca?

Terlepas dari semua soal di atas, membaca sebagai kegiatan sosial-budaya jelas memerlukan kemauan untuk melakukannya secara konsisten. Bahkan Christine Nutall, penulis Teaching Reading Skill in a Foreign Language, pernah mengatakan bahwa membaca sebenarnya tidak dapat "diajarkan". Orang harus membuka diri untuk bersedia belajar membaca. Artinya faktor kemauan lebih dominan ketimbang faktor pengajar atau pelatih. Seseorang diyakini dapat belajar membaca, sekalipun tanpa pengajar khusus untuk itu. Juga dalam hal belajar membaca cepat.

Jika demikian halnya, saya sering bertanya-tanya dalam hati, apakah yang membuat orang Indonesia kurang sekali menunjukkan kemauan dan minat untuk membaca? Mengapa orang sering mengeluhkan rendahnya minat baca masyarakat kita?

Tidak ada komentar: